Arkan dan Rana

28 5 0
                                    

Makan malam di kediaman Arkan dan Rara kini terkesan canggung. Rana alias Kevin adik dari Arkan memutuskan untuk menginap selama beberapa hari. Tentu saja itu menimbulkan ketakutan di hati Rara. Dia sudah mulai mencintai suaminya—Arkan tapi dia juga tak bisa menampik dia juga masih menaruh hati pada Rana—mantan kakak kelasnya itu. Apalagi Rana sekarang tidak seperti zaman masih SMA dulu. Rana terlihat lebih keren, mirip seperti bule-bule di luaran. Jika Athaya tau, pasti bumil satu itu akan heboh. Apalagi Biru, wait. Biru kan pernah ketemu Rana? Kok Biru nggak sadar kalau Rana itu Kevin adiknya Arkan? Ah iya, Biru kan sudah lama tidak bertemu. Jadi ya, Kevin dalam ingatan Biru juga samar-samar.

Jika dalam film Home Alone, Kevin—Kevin McCallister adalah bocah yang sangat cerdik, sama halnya dengan Rana. Rana Kevin Gumara, pria pintar yang otaknya tak terlalu dikembangkan ya begitulah Rana.

Rana duduk berhadapan dengan Rara—kakak iparnya. Terlihat Rara semakin hari semakin cantik, ditambah otaknya yang tak usah diragukan lagi, beruntung Arkan memilikinya.

"Mau yang mana, Mas?" suara lembut Rara memecah keheningan. Kemudian Arkan tersenyum, menunjuk lauk-pauk yang dia inginkan. Otomatis Rara mengambilkan segala yang Arkan inginkan.

Rara dan Rana menyendokkan suapan kedua, tapi Arkan masih bergeming. Rara yang sudah selesai makan sekilas melirik suaminya itu, kemudian mengernyit.

"Mas Dandi nggak makan?" Rana yang masih makan dalam mode slow motion itu melirik ke arah abangnya itu.

"Suapin!" Arkan dengan nada manja. Rara menbola, sekilas melirik reaksi Rana. Rana—pria itu tetap datar, tapi sungguh jauh di lubuk hatinya dia juga sakit melihat Rara bermesraan dengan pria lain, walau itu abangnya sendiri.

"Ayo suapin!" Arkan menggoncangkan lengan Rara. Kemudian Rara ngode dengan melirik Rana yang masih bergeming asyik dengan makanannya.

"Ah udahlah! Biarin dia emang datar, yok suapin Mas yok!" mau tak mau Rara menyuapkan nasi dalam piring Arkan dengan tangannya. Sesekali Arkan membelai pipi Rara, seakan pamer kemesraan di depan adiknya—Rana alias Kevin.

"Selesai!" ucap Rara ceria. Rana yang mulai tadi sudah selesai makan hanya saja dia terpaku dalam ponsel, ralat matanya yang terpaku dalam ponsel tapi pikirannya tetuju pada pasutri di dekatnya itu.

Rara beranjak dari duduknya mengumpulkan piring kotor kemudian menuju ke dapur untuk mencuci. Rana alias Kevin dan Arkan berjalan beriringan menuju ruang tengah.

"Gue pikir lo bakalan berubah, Vin. Lo kenapa lebih pendiem ha?" Arkan menatap Rana yang bermain ponsel. Merasa diajak bicara, Rana meletakkan ponsel hitamnya di atas meja.

"Nggak, gue Cuma capek, Bang." Ucap Rana seadanya, entahlah bawaannya emosi gitu kalau dekat dengan Arkan.

"Wait, lo se SMA sama Rara kan? Perasaan iya deh, eh? Gatau deng," Arkan memang berbeda dari Rana. Arkan cenderung ramah, sedang Rana cenderung dingin.

"Iya se SMA, lulus bareng." Jawab Rana yang masih ogah-ogahan.

"Ha?"

Tanpa memerdulikan pertanyaan Arkan, Rana beranjak menuju kamar tamu. Dia sudah lelah. Lelah hati lelah pikiran.

+++

Di dalam kamar, seperti biasa Arkan asyik bermanja dengan Rara. Kebalik ya? Emang mereka suka gitu.

"Dik, tadi Mas tanya sama Kevin katanya dia se SMA sama kamu?" belaian di rambut Arkan terhenti, Rara mematung. Arkan yang memandang wajah kaget dari istrinya itu mengernyit, "oh? Iya Mas. Kami se SMA," jelas Rara singkat.

"Kamu kenal Kevin?"

"Hum, i-iya," Rara menjawab dengan gagu membangkitkan Arkan dari posisinya yang tidur dengan bantal paha Rara.

"Kenapa, Dik? Coba cerita!" Arkan memandang Rara dengan tatapan lembut nan meneduhkan. Tapi, entah mengapa hawa di sekitaran menurut Rara sangatlah panas.

"Oh? Nggak! Rara ngantuk, mau tidur." Ucap Rara tergesa-gesa menidurkan diri dengan memunggungi Arkan.

"Kalau ada yang mau diomongin, ngomong ya! Love you!" ucap Arkan seraya mengecup kepala Rara.

Rara yang merasa tidak ada pergerakan di kasur sebelahnya sontak berbalik. Mandapati wajah tampan Arkan yang terpejam dengan tenang.

"Maaf, Mas." Ucap Rara seraya membelai kepala suaminya itu kemudian berbalik memunggungi Arkan lagi.

Rara tidak tau, sebenarnya Arkan belum tidur. Arkan mendengar semua yang Rara ucapkan. Tapi, Arkan juga bingung. Maaf untuk apa yang dimaksud Rara.

+++

Mentari bersinar terang. Arkan, pria itu tampak santai dengan kaos polonya. Rara, yang tampil cantik dengan gamis abu-abu tengah berjibaku di dapur. Sementara Rana, dia tampak memainkan ponsel seraya duduk di sebelah Arkan yang tengah membaca koran.

"Mas, sarapannya sudah siap." Rara datang dengan senyum yang tidak luntur dari wajah manisnya.

"Iya sebentar, kamu duduk dulu. Sini!" Rara nurut dengan titah Arkan dia duduk mepet dengan suaminya kemudian Arkan membelai kepala Rara yang tertutup khimar.

"Mas ngerasa ada yang ngak bener disini. Kevin! Coba ceritain ke Abang!" Rana yang terpanggil pun mendongak menatap Arkan dengan tatapan sulit di artikan.

"Apa?" tiga huruf itu keluar dari mulut Rana yang mulai jengah menghadapi semua. Arkan menaikkan sebelah alisnya. Rara mengehembuskan napas kasar.

"Gue sama Rara se SMA. Gue ketos, dan dia anak aksel. Kita saling kenal," singkat padat namun ambigu, itulah yang mencerminkan penjelasan dari Rana.

"Jelasin!" ucap Arkan penuh penekanan. Rara yang mulai risih dengan suasana tegang akhirnya angkat bicara,

"Iya, Mas. Kak Rana emang bener, kami saling kenal." Rara kini mengelus lengah kekar Arkan.

"Nggak lebih?" Arkan memicingkan mata curiga pada Rana yang sedari tadi berusaha menahan emosi.

"Gue suka Rara mulai dari kami SMA! Gue udah mau lamar dia pas lulus S1 kemarin. Tapi Abang nyuruh gue ngelanjutin magister. Oke gue turutin, tapi gue juga masih bertekad buat ngehalalin Rara pas gue balik ke Indonesia. Tapi apa? Lucu!" Rana tertawa sumbang, dia tak lagi mampu menahan emosinya. "Atau jangan-jangan Abang rencanain ini semua ya? Iya kan? Licik lo, Bang!" lanjut Rana yang menatap teduh Rara. Rara tak berani menatap, dia hanya menunduk.

"Ra, maafin aku ya. Aku telat, aku peka kok kalau dulu kamu juga suka aku. Maafin, aku emang nggak ada niat pacaran. Dan yang telpon waktu itu aku, Ra. Maafin aku ya, gara-gara dia kita kepisah," Rana menunjuk Arkan dengan guratan emosi.

PLAK!!!

Sebuah tamparan mendarat di pipi putih Rana. Rara yang menyaksikan tak menyangka ini semua akan terjadi. Rara tak pernah melihat sifat Rana yang ini. Rara juga belum pernah melihat Arkan yang penuh emosi.

"LO?! GUE NGGAK SESADIS ITU, VIN! GUE JUGA ABANG LO YANG PENGEN LO BAHAGIA, GUE NGGAK TAU!" ucap Arkan penuh penekanan. Rara terisak dia terus mengelus lengan kekar lelaki di sampingnya berharap lelaki itu tenang.

"Bang, gue nggak pengen kita gini, Bang. Asal lo tau, gue juga nggak pernah nyangka kalau cewek yang kita curhatin itu sama. Tapi, lo lo malah nyembunyiin semu, Bang! Licik tau nggak lo!" ucap Rana dengan mata yang bersiap berurai air mata.

BUG!!

Sebuah bogem mentah mendarat di pipi Arkan. Tak tinggal diam Arkan pun membalas bogeman dari Rana.

BUG!!

Keduanya terlihat kekanak-kanakan hanya karena cinta. Tapi, bukankah ini juga insting sesama pejantan yang tak terima betinanya direbut oleh yang lain?

BUG!!

"RARA!!" pekik Arkan setelah Rara tumbang karena bogeman dari Rana tak mendarat di Arkan melainkan mendarat di Rara yang mencoba melindungi Arkan dan memisahkan kakak-beradik itu.

***

Assalamu'alaikum.

Ea masih dalam mode liburan :p oke maaf feelnya kurang tapi untuk kali ini Mas Davidnya libur dulu. Katanya kangen Rana kan? Nah ini Rana datang sama Arkan heheh. Maafin kalau jelek, maklum amatiran alias pemula. Maaf untuk kesalahan kata, typo(s), dan semua kekurangannya. See you next chapter!

wassalamu'alaikum

SayendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang