Seminggu kemudian ....
ALBERT beserta teman-temannya menjalani hari-hari mereka di akademi Skylar tanpa adanya halangan. Mereka benar-benar menjaga etika mereka di sana, karena tidak ingin terkena poin--atau bahkan lebih parah lagi, ditendang dari akademi yang terkenal elit itu.
Sekarang, mereka beserta teman-teman sekelas berada di ruang aula yang sama dengan aula tempat mereka dikumpulkan sebelumnya--untuk mendapatkan sambutan dari kepala sekolah. Namun, bedanya, sekarang tidak ada bangku-bangku seperti waktu itu. Kosong melompong.
Mereka duduk di lantai--tepat tengah-tengah ruang aula, membentuk lingkaran yang cukup besar. Di tengahnya, ada Mr. William yang memegang buku bersampul biru tua, memperhatikan satu per satu murid di sana, lalu menuliskan sesuatu di buku tersebut.
Tak lama kemudian, ia menutup buku itu, lalu menaruh bolpoin yang ia gunakan ke dalam saku celana panjang hitamnya. Ia pun berkata, "Bagus-bagus! Tidak ada yang membolos sama sekali."
Tiba-tiba, salah seorang dari mereka menyahut, "Mana bisa kami membolos, sir. Kami, 'kan, tinggal di asrama. Pasti jika di antara kami ada yang membolos, Anda bakal langsung menghampiri asrama."
Mr. William menjentikkan jarinya. "Yup! Betul sekali! Jadi, jangan ada yang berani membolos kelas maupun tes yang saya adakan, ya?" Sebuah cengiran terbit di wajahnya. Namun, mereka semua malah bergidik ngeri.
"I-iya, sir ...." Mereka berucap bersamaan.
"Nah! Sekarang, saya ingin kalian berbaris sesuai dengan urutan nomor absen kalian. Lalu, dari absen 11 sampai 20, buat baris yang baru di sebelah barisan absen 1 sampai 10. Absen 21 sampai 30 juga lakukan hal yang serupa."
Tanpa protes, mereka bangkit berdiri, melaksanakan apa perkataan Mr. William dengan tertib. Albert dan Alice berada di barisan absen awal, sedangkan Dave dan Jenna di barisan absen tengah.
Karena mereka akan mengikuti tes yang berhubungan dengan pertarungan, mereka mengenakan pakaian latihan yang sudah disediakan akademi--di lemari pakaian ketika mereka memasuki kamar masing-masing. Pakaian itu berupa jaket putih dengan lambang akademi di bagian dada kiri, dan garis berwarna biru di kedua lengan jaket.
Sekadar informasi, warna garis di lengan jaket disesuaikan dengan warna kelas masing-masing--dalam kasus ini, kelas Albert memiliki warna biru.
Barisan sudah selesai dibentuk. Setelah memastikan semua barisan sudah benar-benar rapi dan lurus, Mr. William berkata, "Baik, sekarang baris absen 1 sampai 10 ikuti saya. Sisanya tetap di sini. Kalian boleh berlatih sedikit-sedikit sembari menunggu giliran."
"Semangat, ya, kalian berdua!" ucap Dave, lalu menepuk bahu Albert.
Jenna menambahkan dengan sedikit heboh, "Betul! Fighting!"
Albert hanya membalasnya dengan acungan jempol, lalu berjalan mengekori barisannya.
***
Selama perjalanan, jantungnya berdegup tak karuan tanpa bisa ia kontrol. Keringat terus-menerus mengucur dari keningnya, padahal suhu sekarang tidak tergolong panas.
Astaga, belum juga sampai di tempat tesnya, tapi udah deg-deg-an kayak begini ..., batinnya. Ia menghela napas.
Bahkan kalau diingat-ingat lagi, ujian ini tidak akan memberikan nilai yang berarti untuk rapornya. Ujian ini dilaksanakan hanya untuk mengetahui peran-nya saja. Tidak lebih. Seharusnya ia tidak perlu khawatir berlebihan seperti ini.
"Hei, kamu nggak perlu khawatir kayak begitu, Albert."
Albert sontak kaget. Ia menoleh ke depan, mencari eksistensi sang pemilik suara tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skylar Academy
Fantasy[HIATUS] Sejak lahir, Albert dilahirkan dengan dua elemen. Ia pun merasa sedikit aneh dengan elemen keduanya. Karena itu, orangtuanya memutuskan untuk menyekolahkannya di Skylar Academy. Akademi elite yang banyak meluluskan penyihir dan petarung kua...