Rindu Berakhir

2.7K 105 18
                                    

Pukul 10.00 pagi waktu Jakarta

Setelah satu jam lebih akhirnya Gumara dan Jelita tiba juga di bandara Soekarno-Hatta. Mereka langsung menuju hotel untuk beristirahat sebelum melakukan pertemuan.

Di biliknya Jelita memandang lekat dari balik jendela kaca mengagumi kemegahan kota Jakarta dari ketinggian. Sudah begitu lama ia tidak menginjak kaki di kota ini. Rasa rindu semakin mendera begitu kenangan-kenangan manis melayang-layang di ujung kepalanya. Ingin ia keluar untuk menemui orang itu namun tekat nya yang sudah bulat menghalangi langkahnya. Tekat untuk melupakannya. Melupakan orang yang telah memberi banyak warna dalam kehidupannya.

Jelita tak pernah berharap bertemu dengannya lagi walaupun ia sangat rindu. Ia takut hatinya akan goyah dan berubah. Baginya Radit adalah satu-satunya orang yang bisa membuat pendiriannya yang kokoh berubah dalam sekejab. Ucapan Radit bagainya sebuah lirik lagu yang bisa mempengaruhi segala prinsip-prinsip yang telah ia bangun.

Dilain bilik Gumara nampak menempelkan kedua tangannya didinding balkon kamarnya. Ia begitu menikmati siuran angin Jakarta yang menyapu setiap sendi-sendi wajahnya. Entah kenapa sejak menapakkan kaki di kota yang mendapat julukan kota metropolitan ini hatinya begitu gelisah, jantungny berdebar-debar tak jelas. Ia percaya namun logikanya mengatakan ragu. Apapun bisa terjadi di kota besar ini. Termasuk hal yang tak pernah diharapkannya, pertemuan Jelita dan Radit.

"Aku akan memegang janjimu" gumam Gumara.
.
.
.
Semua sudah siap dan berkas-berkas sudah ditangan. Dengan mantap gumara dan jelita melangkah menuju lokasi pertemuan. Ditengah perjalanan, jelita memeriksa lagi berkas mengingat pertemuan ini sangat penting, ia tidak mau ada kesalahan di file-file yang sudah ia buat. Dan betapa terkejut ia begitu melihat sebuah map kuning yang disodorkan gumara. Di bagian top map tertulis jelas nama perusahaan yang tak asing diingatannya.

PT. PERSADA GROUP, Tbk.

Perusahaan milik Radit.

"Kamu terkejut?" tanya Gumara.

Jelita tidak mampu berkata apa-apa.

Gumara tersenyum tipis seraya menganggukkan kepala.

"Aku juga baru tau tadi malam. Aku sengaja tidak memberitahumu karna takut kamu akan mundur" Gumara membenarkan dasinya. "Bagaimana perasaanmu sekarang?" lanjutnya.

Jelita masih membisu. Ia terlihat malas menjawab pertanyaan Gumara.

"Apa perasaan kamu setelah tau orang yang akan kita temui Ra..."

"Kamu mau aku jawab apa?" celah Jelita memotong ucapan Gumara dengan kilasan mata tajam.

Seketika mulut Gumara mengatup sambil menatap lekat dua bola mata Jelita. Ingin sekali ia membawak Jelita kembali ke Solo dan membatalkan pertemuan ini namun jiwa profesionalnya mengatakan ia harus terus maju. Ia akan terus ada dibelakang jika memilih mundur sekarang. Jarak antara dirinya dan Radit akan semakin terbentang jauh, ia akan selalu ada dibelakang Radit jika memilih mundur. Dan ini juga sebagai pembuktian dari ucapan Jelita yang pernah dijanjikan padanya. Walaupun khawatir Jelita akan berubah namun ia memberi kepercayaan pada wanita yang duduk disebelahnya saat ini.

Sampailah mereka dilataran gedung megah yang menjulang tinggi yang semua dindingnya dilapisin kaca tebal. Tanpa diduga ternyata Radit sudah menunggu tepat didepan mobil yang ditumpangi Gumara. Dengan ramah Radit menyalami Gumara disertai senyum simpul dari keduanya. Tak lama berselang Jelita juga keluar dari mobil.

Setelah sekian lama akhirnya kedua pasang mata yang sama-sama memendam rindu itu bertemu. Tersirat beribu makna dari tatapan mereka. Ada banyak tanya yang tertulis lisan dari sorot mata keduanya. Jelita berjalan perlahan mendekati Radit.

"Selamat pagi" sapa Radit seraya menyodorkan tangannya.

"Pagi" balas Jelita singkat.

Pertemuan berjalan alot. Semua yang sudah dirancang dibahas tanpa ketinggalan satupun. Sesekali Jelita mengantikan Gumara dalam menyampaikan visi dan misi mereka demi kelancaran projek ini. Dan semua yang hadir tampak tertib mendengarkan penjelasan yang disampaikan masing-masing pihak. Mengingat projek ini adalah projek besar dan masih ada yang belum dibahas maka pertemuanpun dilanjutkan setelah makan siang.

Satu persatu dari mereka meninggalkan ruangan. Namun Radit masih ditempatnya. Masih ada yang menjanggal dibenaknya. Karna itu ia harus mengecek ulang point-point penting dalam pertemuan ini sebelum cap perusahaan dicantumkan.

"Kamu cari apa?" Gumara melihat Jelita sedang membolak-balikkan berkas.

"Hmm kayaknya satu file ketinggalan di ruang pertemuan tadi" ucap Jelita gusar.

"Ya udah kalau gitu aku kesana"

"Gak usah biar aku saja. Kamu lanjutin aja makannya" tolak Jelita tak enak hati.

Radit berjalan perlahan ke arah meja yang tadi ditempati Jelita. Ia membaca seksama kertas putih yang ada disana.

Bersambung

Nanti di next lagi kawan.
Saya ada kerjaan mendadak jadi harus stop dulu nulisnya.
Terima kasih sudah mampir dan membaca ceritaku.
Btw sempatkan waktu sejenak buat koment dan vote ya. Karna respon dari kalian adalah semangatku dalam menulis.
Salam kecup manis dari ku muachhh

Imfortant : semakin banyak yg koment semakin cepat pula ceritanya di publikasi 🤗🤗🤗🤗


My Brother is My Love [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang