Titik Teduh #Prolog

30.6K 2.2K 128
                                    

Di-publish ulang karena nggak sengaja ke unpub. Hehe. Mari kita bernostalgia bersama Jiji dan Lele. Selamat membaca. ❤️
***

Happy birthday!

Salena melihat Mama, Kak Kessa, dan Kak Odile bertepuk tangan setelah menyanyikan lagu ulang tahun untuknya. Kak Kessa mulai menyalakan lilin di atas kue yang sudah disiapkan Mama dan berkata, “Kamu bisa tiup lilinnya sekarang.”

Make a wish.” Kak Odile mengingatkan.

“Ayo, Le!” Mama bertepuk tangan pelan dengan wajah antusias.

Salena sesaat melihat keadaan sekitar. Kafe yang berada di kawasan Kemang menjadi pilihan dua kakak perempuannya untuk menjadi titik temu dari keduanya yang super sibuk dan tidak lagi tinggal di rumah setelah memiliki pekerjaan. Dan, ya, pilihan yang cukup bagus, kafe ini tidak terlalu ramai, sehingga topi kerucut yang dikenakan oleh kedua kakak perempuannya dan Mama itu tidak menjadi tontonan banyak orang.

Tanpa pikir panjang, tanpa menggumamkan doa dalam hati seperti yang Kak Odile suruh, Salena segera meniup lilin dan membuat wajah Mama serta kedua kakak perempuannya kembali terlihat antusias.

Kak Kessa bertepuk tangan dan mengambil pisau kue dari sisi piring.
Mama bertanya dan membatalkan niat Kak Kessa untuk memotong kue. “Apa harapan kamu tadi, Le?”

Pertanyaan Mama membuat kedua kakaknya bersidekap, menatapnya.

Salena menatap mata ketiganya bergantian. “Aku ingin tinggal sama Papa.” Dan jawaban itu membuat ketiganya melotot, kaget.

Lima detik berlalu begitu saja tanpa tanggapan.

Kak Odile yang pertama sadar dengan keinginan Salena, memekik kaget, “Are you kidding?” Hampir berbarengan dengan Kak Kessa yang menggumam lembut, “Are you okay?

I’m just kidding. And I'm not okay,” jawab Salena sarkastik, menanggapi dua tanggapan berbeda dari kakak perempuannya.

Mama berdeham. “Le,” gumamnya seraya meraih tangan Salena. “Kamu tahu kamu bisa minta apa pun, tapi nggak untuk permintaan ini.”

“Kenapa?” tanya Salena.

“Itu pertanyaan retoris, Lele.” Kak Odile kelihatan sangat kesal.

“Aku udah tujuh belas tahun, berhak menentukan dengan siapa aku ingin tinggal.” Mama mendapatkan hak asuh anak ketika berpisah dengan Papa tujuh tahun yang lalu. Saat itu, Salena masih berumur sepuluh tahun, kelas lima SD, dan dia tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti keputusan sidang perceraian.

“Bagus. Berita bagus. Jauh-jauh hari kami mengosongkan jadwal untuk hari ini, dan kejutan hari ini sebanding dengan pengorbanan kami,” ujar Kak Odile sembari menatapku kesal.

“Odile!” Kak Kessa memberi peringatan.

Kak Odile membuang muka setelah mendengus, melipat lengan di dada.

“Mau potong kuenya atau pesan makan dulu? Udah pada lapar, kan?” tanya Kak Kessa, tidak ingin suasana berubah tegang.

“Masalah permintaanku, gimana?” tanya Salena membuat usaha Kak Kessa sia-sia.

“Le, tolong pikirkan lagi. Tolong lihat alasan kamu untuk permintaan itu,” ujar Kak Odile.

“Kita bisa bicarakan ini nanti?” tanya Kak Kessa menatap kami bergantian.

“Nanti atau sekarang, kita tetap harus menjawab permintaannya, kan?” tanya Kak Odile mendebat.

“Ya, setidaknya tidak detik ini,” ujar Kak Kessa lebih tegas. “Tolong, Le.” Sekarang dia menatap Salena, memohon.

Okay. You're no help today,” gumam Kak Odile seraya meraih buku menu, mencibir Kak Kessa yang biasanya selalu memiliki solusi untuk setiap masalah yang mereka hadapi.

***

***

Hai. Hai.
Sekarang baru kenalan sama Salena ya. Nanti masih ada tokoh lain yang akan muncul. Ada Agfa, Arghi, dan teman-tenan mereka yang seru! Yeay!

Oh iya, tunggu kejutan dari Pandu di part selanjutnya, ya. Nggak bisa dipastikan ada di part berapa, tapi dia mau kasih kejutan katanya. Hoho.

Sangat ditunggu komentar dan vote-nya.

Sambil menunggu part selanjutnya, jangan lupa selalu bahagia ya. Maafkan orang-orang yang pernah menyakiti. Lupakan kekecewaan. Jangan menyesal terus-menerus. Dan ... senyum.

Salam sayang
Citra❤️

ONCE (Titik Teduh) [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang