Bab 1

214 27 79
                                    

Happy reading
Kutunggu kritik saran sebanyak2nya^^

***

Aku ingin menulis satu cerita yang akan kudedikasikan untukmu. Sebuah cerita yang berisikan kita, di mana kita yang menjadi tokoh utamanya.

Kucetak sendiri dengan kertas A6, kususun rapih menjadi satu, kurangkai menjadi buku, dengan cover cantik hasil tanganku.

Aku ingin kamu menyelam dalam cerita, tersirat makna mengajakmu berkelana dalam kenangan kita. membuatmu diam-diam tersipu malu, kala membaca setiap lembar isi buku itu. Menyendiri dalam kamarmu.

Tapi... Tiap kali ingin memulai, tulisanku selalu gagal, selalu saja ada yang kurang.

Bagiku, ketika tak bisa mendeskripsikan kamu, dan mendeskripsikan tentang kita. Itu hal nyata, yang paling menyebalkan.

***

"Sedang apa?" Suara seseorang seolah menarikku dari lamunan.

Aku diam, menatap sosok Alika -sahabatku- yang sudah bergabung untuk duduk di bangku taman.

"Seperti biasa, melamun."

"Cih, dasar pengangguran!" candanya, yang membuatku tertawa pelan.

Keheningan menyelimuti kami, membiarkan kami sejenak menikmati suasana taman disore yang sejuk ini.

"Masih mikirin dia?" Suara Alika Menarikku kembali pada kenyataan.

Aku tersenyum tipis, tak menanggapi lebih jauh. Seakan tau, hal apa lagi yang akan diucapkan gadis berdarah sunda itu ketika aku menjawab "Iya, hingga detik ini." Jadi aku lebih memilih diam, menatap sendu sepasang flat shoes biru yang kugunakan.

Alika seperti mengerti bahwa aku segan untuk bicara. Dapat kulihat, dia menyandarkan punggungnya pada kursi besi yang kami duduki. Mengeluarkan smartphone putih berbandul kepala koala. Lalu, setelah itu sibuk dengan dunianya.

Aku mengalihkan pandangan pada segumpal awan dilangit yang kian orange karna bias senjanya. Menatap dengan wajah miris, karna menyadari yang tergambar dalam benakku, ada wajah dia.

Dia? Pasti kalian sibuk bertanya. Siapa dia yang kumaksud itu. Tapi sayang, aku terlalu segan menyebut namanya.

"Mau sampai kapan di sini, Ra?" Aku menoleh, menatap 'lagi' sosok Alika.

"Sampai, bosan mungkin?" kataku sedikit ragu. Memang, aku belum berniat beranjak dari kursi besi yang kian dingin ini. Suasananya menenangkan. Aku suka.

Alika memutar bola matanya malas, punggung yang tadi sempat ditegapkan, kini bersandar lagi pada sibangku besi. Aku terkekeh melihatnya, dia lucu.

"Kalau kamu sudah bosan, kamu bisa pulang lebih dulu, Lik," ucapku menepuk bahunya pelan. "Jangan menungguku hingga kesal sendiri."

"Aku tahu, kamu tengah menunggunya kan Ra?" Ucapan Alika saat itu hanya kujadikan angin lalu, tak mau menanggapi lebih jauh lagi. Aku lebih memilih diam, sampai gadis manis berambut sepunggung itu pergi.

***

Sepeninggalan Alika, aku kembali ditemani deru angin yang semakin kencang, menerbangkan helai demi helai rambut hitam sebahuku.

Dalam kesendirian, aku dapat melihat sekumpulan anak pantaran SD yang masih asik menendang sebuah bola dari satu kaki ke kaki yang lain.

Aku tersenyum samar, tapi perlahan senyum itu pudar dengan sendirinya. Aku tau, langit makin menenggelamkan matahari. Kilau orange yang menjadi favoritku setiap hari, kini malah berubah menjadi hal yang ingin kutunda dulu. Rasanya, kalau bisa... Aku ingin memperlambat waktu.

Only YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang