Aku gak ngerti, kenapa nulis tiap bab harus bercabang gini 😭 mau bikin sesingkat mungkin, tapi gak bisa... Karena kupikir, setiap adegan dalam ceritaku itu merupakan bagian penting dari cerita😭
Beri aku pencerahan... Pleaseeee.
***
Aku berdiri layaknya patung, menatap nanar pemandangan dua orang yang sepertinya tengah dimadu kasih ini. Entah bagaimana awalnya, otakku terus memproduksi banyak pertanyaan, tentang... bagaimana Genta bisa ada di sini? Kenapa bisa ditemani perempuan ini? Kenapa mereka bisa bertemu di tempat ini? Bukannya Genta sudah pulang dari tadi?
Aku memegang rangkaian bunga tulipku dengan erat, mau mengeluarkan suara, tapi bibirku terlalu kelu.
"Kamu, kenal dia?" Suara sopran milik perempuan itu, mengalun dengan sinisnya.
Mataku mengarah pada sosok Genta yang hanya diam, tak memberi tanda ingin menjawab. Dia hanya menatapku dengan pandangan tajam, seolah menegaskan bahwa tak seharusnya aku muncul di sini, di hadapannya.
"Genta! Kenapa diam? Jawab aku!" Perempuan ini, baru beberapa menit melihat, sudah membuat rasa tak suka menyeruak di relung hatiku.
Kulihat, Genta menghela napasnya kasar, mengalihkan pandangannya pada 'si perempuan' yang aku tidak tahu namanya siapa.
"Hanya teman," ucap Genta pelan.
Entah aku harus senang atau kecewa, disatu sisi aku senang, jawaban Genta tidak sesuai dengan pradugaku. Walau hanya sekedar teman, tapi setidaknya aku diakui.
Tapi... aku kecewa, dan tidak merasa puas. Teman? Hanya teman? Hubungan yang kami jalin selama lima tahun itu berujung hanya teman dipikirannya?
Bodoh! Memangnya apa yang aku harapkan?
"Ada urusan apa kau memanggil kekasihku?" tanyanya, dengan mempertahankan nada sinisnya.
Aku benci ketika dia menekankan kata kekasih, seolah mendeklarasikan bahwa Genta miliknya. Cih!
Suasana caffe ini terasa nyaman, tetapi kenapa aku tidak merasa demikian? Perut laparku sudah tidak meraung seperti tadi, tertutup oleh rasa dongkol melihat sepasang kekasih yang rasanya mau kupisahkan ini.
"Salah jika aku ingin menyapa, teman spesialku?" ucapku yang mendapat respon tidak mengenakkan dari Genta.
Laki-laki itu, menatapku dengan mata membola, seakan tidak percaya dengan kata-kataku tadi.
"Apa maksudmu?!" Lagi-lagi perempuan ini yang berbicara, membuatku memutar bola mata jengah, tidak menutup-nutupi sikap tak sukaku, akan dirinya.
"Apa kurang jelas? Perlu ku-"
"Cukup, Ra!" Kali ini Genta yang bersuara, memotong kalimatku yang tadinya mau kubuat semenyebalkan mungkin. "Kenapa kamu bisa di sini?"
Aku menghendikkan kedua bahuku, memasang tampang datar, tak memberi respon berlebihan. "Perlu kuingatkan, kalau tempat ini terbuka untuk umum."
"Genta! Sebenarnya dia siapa?" Rengek si perempuan dengan nada yang membuat kedua telingaku panas.
"Sudah kubilang, dia itu te-"
"Aku mantan kekasihnya." Aku sudah tidak peduli lagi, biar saja kuberi tahu dengan jelas.
Kedua insan di hadapanku ini tercengang, ekspresi mereka membuatku ingin tertawa, di tengah perasaan yang sedang hancur-hancurnya.
"Aku pegal, apa boleh aku duduk di sini?" tanyaku, menghiraukan ekspresi mereka yang makin terkejut, merasa tak habis pikir dengan tingkahku, mungkin. "Kalau diam... tandanya boleh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You
RomansaPernah tertatih melupakan seseorang? Pernah terjerembab dalam kubangan penyesalan dan tak bisa keluar? Percayalah, itu hidup yang harus dilalui Ara setiap harinya. Seseorang pernah berkata, bahwa setiap manusia itu diberi dua pilihan. Ingin bertaha...