Suddenly

3.5K 659 66
                                    

Namjoon merangkul bahu Sehyun. "Ibu, kami—akan, ganti baju sebentar. Ibu dan ayah tunggu di sini." Ia mengajak Sehyun menaiki anak tangga perlahan, kemudian berhenti di atas sana.

"Ayo masuk." Ajak Namjoon—ke kamarnya.

"Tidak mau. Kamarku di sana." Tolak Sehyun.

Namjoon melepas topinya, mengusak rambutnya bingung. "Baiklah-baiklah, ayo."

Berhasil masuk ke salah satu kamar dengan tidak tenang, Namjoon mengigit bibir bawahnya sendiri. Orang tuanya yang datang tiba-tiba tentu saja membuatnya panik. Tidak ada masalah jika hubungan keduanya harmonis. Tapi tidak, kamar tempat mereka tidur saja bercabang. Bagaimana ranjang yang terpisah memberikan gambaran tentang kedekatan Sehyun dan Namjoon.

"Sehyun." Namjoon menatap tegas Sehyun tapi gugup. Sedangkan yang merasa terpanggil balas menatap Namjoon biasa saja.

"Tidurlah di kamarku."

***

Ayah Sehyun menerima panggilan, jika ia harus ke mari memastikannya sendiri. Bagaimana bisa keputusan diambil tanpa meminta pendapat darinya. Kasus putrinya dihentikan begitu saja. Ayah Sehyun perlu tahu, apa alasan mereka tidak menindak lanjut perkara putrinya.

"Kau tidak bisa melakukan ini pada putriku."

"Kami benar-benar minta maaf, Tuan. Kami pernah menangani kasus seperti ini. Tidak semua laporan yang kami terima itu benar."

Ayah Sehyun bangkit, menggebrak meja dengan kasar. Raut wajahnya menunjukkan tidak terima atas putusan sepihak tanpa persetujuannya. "Maksudmu kasus putriku hanya bualan saja begitu? Dibayar berapa kau oleh bajingan itu?!"

"Sekali lagi kami minta maaf, Tuan. Jika tuduhan Anda tidak disertai bukti, kami juga tidak bisa memproses kasus ini lebih lanjut. Yang itu berarti kami membebaskan Jeon Jungkook dari dalam sel tahanannya."

***


"Baiklah, sekarang begini. Kau turun ke bawah. Aku akan memindahkan barang-barangmu ke kamarku." Kata Namjoon.

"Aku tidak tahu harus bicara apa." Gumam Sehyun.

"Astaga." Namjoon memijat pelipisnya. "Kalau begitu aku akan turun ke bawah."

Sehyun mengernyit. "Kau menyuruhku membereskan barang-barangku sendiri?"

Namjoon mendesis frustasi. Sepuluh menit keduanya habiskan di kamar Sehyun, sementara ayah dan ibunya berada di bawah menunggu mereka. Cukup panik memikirkan ini, pada akhirnya Sehyun memutuskan untuk mandi dan berganti baju. Sedangkan Namjoon menyuruh pelayannya naik ke atas membantunya mengemas barang.

"Namjoon-ah, Sehyun-ah!" Teriak Nyonya Kim dan tepat setelah itu keduanya turun ke bawah menyapa kembali orang tuanya.

Mengacuhkan putranya begitu saja, Nyonya Kim lebih tertarik dengan Sehyun menantunya.

"Kemarilah, Sayang." Nyonya Kim menghimpit Sehyun di tengah-tengah—antara Nyonya Kim dan Tuan Kim. Tangannya mengusap permukaan perut Sehyun kemudian, merasakan ukuran perut Sehyun melalui gerakan tangannya.

Sedikit heran merasakan bentuk perut Sehyun lebih buncit dari perkiraannya. Nyonya Kim bahkan masih ingat betul, pernikahan putranya baru saja berlangsung hampir dua bulan yang lalu. Tapi kenapa Nyonya Kim menangkap sesuatu yang janggal pada putra dan menantunya.

"Sehyun, katakan kau hamil berapa bulan, Sayang." Tanya Nyonya Kim.

Sehyun memperbaiki posisi duduknya. Seketika ia merasa kurang nyaman, terutama pada pertanyaan ibu mertuanya. Sehyun mengerjap, membuka bibirnya lalu mengatupkannya kembali. "Uhm, i-ni, usia kandungannya,"

"Sehyun, kau harus minum vitamin dan susumu dengan teratur." Namjoon tiba-tiba datang membawakan vitamin serta susu milik Sehyun. Lalu ia duduk di sana menemani orang tuanya dan juga mendampingi Sehyun yang nampak tidak nyaman dengan kehadiran ayah dan ibunya. "Ibu sudah makan? Kalau belum, aku akan meminta Bibi Hyang untuk menghangatkan makanan atau memasak yang lain jika ibu mau."

"Hei, kau diamlah. Aku sedang ingin bertanya pada istrimu." Nyonya Kim kembali menatap Sehyun penuh selidik. "Jujur saja ini tidak wajar, Sehyun. Kalian baru menikah dua bulan lalu."

Nyonya Kim bersidekap. Kini tatapannya menatap Namjoon curiga, menuntut penjelasan. Nyonya Kim memiliki dua anak, ia tahu betul sebab ia juga seorang ibu yang sangat memperhatikan perkembangan anak-anaknya sedari dalam perutnya dulu sampai sekarang.

Namjoon menunduk, ia mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya frustasi. Ibunya terus memojokkannya. Jadi, harus apa Namjoon? Harus berkata apa adanya atau diam?

Ia kembali mengangkat wajahnya. Menatap Sehyun dengan tatapan ragu, kemudian menghela napasnya—pasrah. "Aku-" Namjoon memejamkan matanya sejenak. "Maaf, Bu."

"Jadi, itu benar? Kau-" Nyonya Kim memukuli putranya berkali-kali dengan keras sampai Namjoon mengaduh berkali-kali juga. "Tega sekali kau menghamili putri orang lain! Kurang ajar!"

Tuan Kim yang terkejut atas sikap istrinya melerai anak dan istrinya itu. "Hei, ini tidak sepenuhnya salah putramu."

"Jelas-jelas ini salahnya dan kau masih membelanya. Ayah macam apa kau ini?"

"Setidaknya Namjoon sudah bertanggung jawab. Aku tidak menyesal, pada akhirnya kita tetap menginginkan seorang cucu. Dan mereka akan memberikan cucu pada kita tidak lama lagi." Tuan Kim menepuk bahu putranya dengan tatapan bangga. "Kau lebih unggul daripada kakakmu." Tawa pria paruh baya itu menggema di seluruh rumahnya.

"Dan, Sehyun." Panggil Tuan Kim, sontak Sehyun mengangkat wajahnya.

"Ya?"

"Jaga calon bayi kalian baik-baik, kami selalu berdoa agar kalian hidup bahagia."

Sehyun tersenyum tipis. Tidak ingin menanggapi apapun. Dalam pernikahan, semua orang tentu ingin selalu mendapatkan kebahagiaan. Dan pikirnya, bukanlah sebuah kebahagiaan jika hidup bersama pria yang tidak ia cintai. Itu, mustahil.

***

Tas yang ia jinjing sedari tadi, pada akhirnya ia lempar ke sudut lain ruangannya. Apartemen baru yang ia tinggali, nampak lebih buruk dari sebelumnya. Bibirnya berdecih, mengumpat dengan kata-kata kasar.

"Bahkan tidur di penjara jauh lebih nyaman daripada di sini." Tangannya berkacak pinggang. "Sialan!"

Jari-jarinya terangkat menyibak rambutnya ke belakang. Seraya berpikir apa yang harus ia lakukan setelah ini. Sisi baiknya setelah ia keluar dari penjara, setidaknya ia bisa bebas. Tapi kabar buruknya atas insiden ini ia merasa diasingkan dari keluarga. Segala fasilitas yang ia miliki dicabut orang tuanya. Tidak ada jalan lain selai menggadaikan jam tangannya untuk menyewa tempat tinggal dan memenuhi kebutuhannya. Mencari pekerjaan sempat terlintas dalam pikirannya, tapi bekerja berarti melakukan sesuatu. Apa ia akan mendapatkannya dengan mudah dalam waktu yang dekat?

Jeon Jungkook, menyerah. Ia menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur.

Apa yang akan ia lakukan setelah ini?

***


Luv,
starbookdialy.

STUPID || JJK || KNJ ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang