- ABOUT HIM - 6

953 54 0
                                    

Jam menunjukkan pukul delapan pagi, aku dan yang lain baru saja sampai di rumah. Aku sedari tadi hanya menggerutu kesal akibat kejadian di jalan dekat taman tadi.

Aku membanting tubuhku di sofa ruang tamu yang panjang, aku menutup kedua mataku. Rasa malu dan kesal masih saja mendominasi di dalam diriku saat ini.

"Lis, udahlah nggak usah dipikirin lagi! Udah kejadian juga. " ucap Difa.

Aku membuka mataku dan menatap Difa yang duduk di sofa single, "Gimana nggak mikirin coba, tadi itu gue nabrak dia. Udah gitu pasti dia lihat gue yang salah tingka, dan yang paling parah ... dia pasti mikir yang macem-macem tentang gue sama bang Satya. Ok, ini gara-gara ulah bang Satya! " cerocosku sambil melirik ke arah bang Satya yang sedang mengambil minum di dapur.

Bang Satya menoleh, aku membuang wajah. "Iya deh, maaf. " ucapnya yang entah sejak kapan sudah berada di samping sofa yang kutiduri.

Aku diam, aku masih kesal.

"Tuh, Sat, gara-gara lo Lisa jadi ngambek. " Ujar Difa. Kuyakin, sebentar lagi pasti terjadi perang. "Gue juga tau, mangkanya gue tadi minta maaf. Mending lo diam aja deh! " ketus bang Satya. Tuhkan, apa aku bilang.

Kulirik Difa, ia terlihat kesal, "Kenapa gue harus diam?! Mulut-mulut gue, kenapa lo yang ngatur?! " sewot Difa.

Kulihat bang Satya memberikan Difa tatapan tajam, "Karena lo berisik! Gue nggak ngatur, gue cuma ngingetin! " jawab bang Satya ketus.

"Mending gue dari pada lo, mulut cuma buat nyinyirin orang aja bisanya. Itu mulut apa cabe? Pedes banget. " balas Difa tak kalah ketus.

Dan seterusnya mereka berdua debat seperti itu, aku tak habis pikir, apa mulut mereka tak capek gitu buat debat terus?

Aku berdiri dari sofa dan berjalan ke kamar, meninggalkan suasana ribut di ruang tamu. Sampai di kamar aku membaringkan tubuhku di kasur dan mengambil ponselku yang ada di nakas samping kasur. Aku membuka aplikasi Instagram, aku menscroll beranda akunku sampai aku merasa bosan. Kemudian beralih menekan gambar kaca pembesar untuk mencari akun seseorang. Aku mengetik nama seseorang, kemudian di sana muncul beberapa akun yang namanya hampir sama, bahkan serupa.

Aku menscroll lagi dan berhenti di satu akun yang terdapat foto seseorang yang berhasil berkali-kali membuatku malu, karena dia selalu mempergokiku saat kejadian yang tak kuinginkan terjadi.

Aku memencet akun itu, aku membaca tulisan di bionya.

Farellio.Darel.Athariz
No comments. Don't like? please stay away!

Ya, tak salah lagi, itu akun Instagram kak Darel. Aku terkekeh saat membaca tulisan di bio tersebut. Seakan hanya dengan membaca tulisan tersebut, kekesalanku sedari tadi menguap begitu saja.

Aku menscroll kembali layar ponselku, tak banyak foto di akun tersebut. Hanya ada empat sampai lima foto saja dan satu dari semua foto tersebut terdapat foto kak Darel yang sedang memainkan gitarnya. Ah, manisnya. Eh? Apa yang terjadi denganku? Entahlah, aku sekarang merasa senang.

"Duar! "

"Allahuakbar! " Aku tersentak dan spontan berteriak saat suara dan tepukan di kedua bahuku mengagetkanku.

"Hahahaha ... Kaget ya? Pasti kaget dong. Hahah ..."

Aku menoleh kesal ke arah Fita, Difa, dan Qila yang sedang tertawa terpingkal-pingkal di lantai kamarku. Yang pasti mereka menertawakan ku. Sial memang.

"Kalian ngapain sih?! Nggak bisa apa lihat gue tenang bentaran aja?! " Semburku yang masih menatap kesal ke arah mereka yang sudah mulai meredakan tawa mereka.

"Iya, iya, maaf deh. " Ucap Fita. Aku masih terdiam.

"Lagian lo sih, senyam-senyum sendiri lihatin ponsel. Emang lagi lihat apa sih? " tanya Difa sambil mencuri pandang ke arah ponselku. Aku segera menyembunyikan ponselku di balik badanku.

"Apaan lo lihat-lihat?! Kepo! " Ketusku sambil tetap menyembunyikan ponselku.

Kulihat Difa tersenyum, "Cie, cie, yang stalker akun Instagram doi. " Ucap Difa dengan nada menggoda sambil menusuk-nusuk pipiku menggunakan jari telunjuknya.

"Apaan sih?! Sok tau! " Ucapku malu sambil menepis tangan Difa. Aku mengambil bantal di sampingku dan menutupkan bantal itu di wajahku. Pasti wajahku sekarang sudah memerah seperti tomat.

'Huah, please jangan bahas dia lagi. Gue malu! '

"Khem khem, yang lagi fall in love mah beda. " tambah Qila.

"Hm ... Saya mencium bau-bau ¹PJ dari badan anda. " Ucap Fita sambil mengendus-endus ke badanku. Dikira Roy Kiyoshi apa?! Ah, sebel!

***

Hari Senin. Hari di mana seluruh sekolah di Indonesia wajib mengadakan upacara bendera. Dari SD sampai SMA. Tak terkecuali SMA Pelita ini.

Di tengah lapangan, di bawah teriknya mentari. Seluruh murid SMA Pelita berdiri mendengarkan—mungkin, karena sebagian besar dari para murid di sini sibuk menggerutu dalam hati, termaksud aku— pidato kepala sekolah yang sangat-sangat panjang.

'Kenapa pidato harus panjang-panjang? Percuma jugakan kalau pidatonya panjang tapi nggak ada yang mendengarkan. Menghabiskan tenaga. Dikira di sini nggak panas apa?! Apa harus pinsan semua dulu biar kalau pidato pendek-pendek aja?! Ish, nyebelin. ' gerutuku dalam hati.

Tiba-tiba kepalaku terasa pusing. Oh ya, aku baru ingat, aku tadi tak sempat sarapan karena bangun kesiangan. Ah, kenapa tak sarapan sih?! Kalau tak sarapan aku kan selalu pingsan, seperti saat aku masih duduk di bangku SD dulu. Setiap upacara bendera aku pasti pingsan, saking seringnya aku pingsan, semua guruku tak terkejut lagi. Aku pernah mendengar samar-samar waktu aku masih setengah sadar, 'Sudah biasa kalau Lisa pingsan. ' ah, kuingat kata-kata itu.

Dan sekarang, aku tak mau pingsan lagi. Aku sudah puas pingsan terus. Aku tak mau merasakannya lagi. Tapi perutku terasa sakit, kepalaku pusing, dan kakiku terasa lemas. Aku tak bisa lagi menahannya, aku terhuyung ke belakang.

"Eh, eh, Lis! Lo kenapa? "

Itu suara Qila dan aku merasakan ada tangan yang menahan badanku, tapi sepertinya orang itu yang kuyakin adalah Qila tak kuat menahan badanku. Buktinya, sekarang aku merakasan tubuhku menyentuh tanah. Aku ingin mengatakan sesuatu ke Qila, tapi mulutku sangat berat untuk dibuka. Aku masih sadar, aku belum sepenuhnya pingsan. Tapi sulit sekali untuk membuka mataku.

"Lisa lo kenapa? Lis, bangun! Tolong! "

Aku masih bisa mendengar suara Qila yang meminta tolong. Mungkin sekarang aku dan Qila sudah menjadi pusat perhatian.

"Ada apa dek? "

Sekali lagi aku masih bisa mendengar suara itu, tapi itu bukan suara Qila. Jelas bukan, karena suara itu suara besar dan berat. Pasti suara laki-laki. Mungkin anak OSIS.

"Pingsan kak, " aku kembali mendengar suara Qila yang terdengar khawatir.

Sesaat kemudian aku merasakan tubuhku yang terangkat dan aku juga merasakan tangan seseorang yang melingkar di kaki dan leherku. Mungkin aku sedang digendong seseorang. Setelah itu semua gelap, aku tak lagi mengetahui apa yang terjadi. Hanya suasana sunyi dan gelap yang kurasakan.

——————————————————————————

Semoga suka ya sama chapter ini.

Makasih untuk yang udah baca, vote,  dan commen.

See you next chapter...
Follow my IG : @alungputri_06

HAPPY READING

ABOUT HIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang