Aku, Qila, Fita, dan Difa berjalan menuju ke perpustakaan. Niatnya ingin makan di kantin, tapi karena ada tugas yang harus diselesaikan sekarang, maka kami memutuskan untuk ke perpustakaan.
Sebenarnya yang mendapat tugas itu adalah Fita dan Difa, tapi berhubung aku juga malas ke kantin, aku dan Qila ikut bersama Fita dan Difa.
Saat tinggal beberapa meter lagi kami sampai di perpustakaan, aku sedikit memelankan langkahku. Rasa malu itu kembali lagi. Kejadian tadi, saat dia menangkap basah aku yang sedang memerhatikannya diam-diam. Kenapa aku lupa akan hal itu? Kalau sampai dia melihatku, mau ditaruh di mana wajahku ini? Argh ... Sial!
"Lis! Cepetan napa! Kayak siput! " Tegur Difa yang membuatku tersadar dari lamunanku. Aku segera mempercepat langkahku menyusul sahabat-sahabatku yang sudah berada sedikit jauh di depanku.
Aku menarik tangan Qila saat aku sudah berada di sampingnya, "Qil, ke kantin aja yuk! " Ajakku.
Qila mengernyitkan dahinya, begitupun dengan Fita dan Difa yang juga ikut berhenti melangkah dan menatap bingung ke arahku.
"Kenapa? " Tanya Qila.
"Nggak kenapa-napa, udah! Ke kantin aja yuk! " Jawabku lagi, kali ini sambil menarik tangan Qila untuk berbalik arah menuju ke kantin.
Tapi Qila segera menarik tangannya kembali, "Nggak ah, gue males ke kantin. Udah di sini juga, nanggung. " Ucapnya.
Aku mendengus, "Ayolah, Qil! Kalau nggak mau ke kantin, ke kelas aja deh. Ya, ya! " Mohonku.
"Lo kenapa sih, Lis? " Tanya Fita.
Aku menggeleng cepat, "Nggak kenapa-napa kok. " Jawabku.
Kulihat Difa menatapku dengan curiga, "Nggak mungkin nggak kenapa-napa. Pasti ada sesuatu. " Tudu Difa.
Aku memelotot ke arahnya, "Emang nggak kenapa-napa kok! " Jawabku sewot.
"Bohong! Oh, gue tahu. Ini pasti ada hubungannya sama Kak Darel, ya kan? " Ucapan Difa itu sukses membuatku salah tingkah.
Aku memalingkan wajahku ke arah lain, kurasa pipiku mulai memanas. "Apaan sih! Nggak kok! " Jawabku tanpa menatap ke arah sahabat-sahabatku.
"Ck, udahlah. Kalau Lisa nggak mau ya biarin, " ucap Fita.
Aku bernapas lega saat mendengar ucapan Fita itu. 'Pengertian banget sih. '
"Kita seret aja sih, gampangkan? " Tambahnya.
Hampir saja aku mengumpat dengan keras. 'Pengertian apaan woy?! Ini namanya PHPdP (Pemberi Harapan Palsu dalam Persahabatan)' batinku kesal.
Aku terkejut saat tanganku ditarik tiba-tiba oleh Qila. "Eh, apaan sih argh! ... gue nggak mau! " Teriakku saat tubuhku juga di dorong dari belakang oleh Fita dan Difa.
"Udah diam aja! Kalau lo masih berontak, kita langsung seret lo ke kelasnya dia. Mau?! " Ancam Difa.
Aku menoleh dan menatap kesal ke arah Difa, "Nggak usah macem-macem! Gue bilangin ke Bang Satya lo, kalau lo itu suka sama dia! " Ancamku balik.
Sekarang Difa yang menatapku kesal, "Mangkananya, lo diem aja! Awas lo! " Ucapnya.
Aku hanya pasrah saja di tarik menuju ke perpustakaan. Sesampainya di depan perpustakaan, mereka melepaskanku.
"Gue sama Lisa nunggu di disi aja deh, lo berdua masuk aja gih! " Ucap Qila yang mendapat anggukan dari Fita maupun Difa.
Aku membelalak, "Kok kita nggak masuk?! " Protesku. Bukan apa-apa, masalahnya tepat di depan perpustakaan ini adalah kelas XII MIPA 6. Kelas Kak Darel.
"Nggak usah protes! Mending kita duduk situ. " Ucap Qila sambil menarik tanganku dan menyuruhku untuk duduk di kursi depan perpustakaan ini bersamanya.
Dan sialnya, kursi ini berada tepat di depan pintu kelas Kak Darel. Dari sini aku bisa melihat jelas keadaan kelas tersebut.
Kelas itu terlihat sepi, mungkin para penghuninya sedang mengisi perut di kantin. Aku harap dia juga berada di kantin.
Tapi harapanku itu sirna saat aku menangkap sosoknya yang sedang duduk di kursi belakang. Ia memain-mainkan bulpoin di tangan kirinya dan tangan kanannya sibuk dengan ponselnya.
Aku meneguk ludahku susah payah, aku berharap-harap cemas, 'semoga dia tak menoleh ke arahku. '
Tapi lagi-lagi harapanku itu sirnah saat ia menoleh ke arahku, yang lagi-lagi dengan alis yang terangkat.
Dengan segera kualihkan pandanganku, aku mengambil ponsel di sakuku, mencoba untuk menyibukkan diri.
Aku sedikit mencuri pandang ke arahnya, ia masih memandang ke arahku. Aku menggerutu dalam hati.
'Dia kenapa sih natap gue kayak gitu? Nggak tahu apa di sini itu ada hati yang lemah. Akutuh nggak bisa diginiin. Itu terlalu menembakku tepat. '
Entah kenapa, pikiranku jadi ngelantur seperti itu. Memang ya, efek jatuh cinta itu besar. Lebay. Alay. Cuma ditatap gitu saja sudah terbang.
Huft ... Kuhela napasku. 'Stay cool, Lis! Stay cool! '
Aku memberanikan diri untuk mendongak lagi. Dan ... Ternyata dia sudah tak menatapku.
Aku memperhatikannya dari sini, sepertinya dia sedang berbicara dengan seseorang. Aku tak tahu siapa yang dia ajak bicara karena pandanganku tertutupi oleh pintu kelasnya yang sudah tertutup sedikit, mungkin pintu itu tadi tak sengaja tersenggol oleh seseorang.
Aku menyipitkan matanya, mencoba melihat dengan jelas. Tapi sekarang aku tak bisa melihat ke dalam kelasnya lagi karena di pintu kelas itu sekarang terdapat tubuh gempal yang menghalangi pandanganku.
Aku berdecak kesal, 'Please lah! Ganggu gue aja ih! Minggir dong! ' teriakku dalam hati.
Tubuh gempal itu membuka pintu kelasnya lebar-lebar dan pergi begitu saja keluar dari kelas.
Aku mengikuti perginya tubuh gempal itu dengan penuh kelegaan, 'Untung udah pergi, makasih udah bantu bukain pintu. ' ucapku dalam hati.
Aku kembali mengalihkan pandanganku ke arah kelasnya yang kini aku bisa melihat dia dengan jelas.
Tapi ... Pandangan itu justru membuat tubuhku membeku, seperti ada sesuatu yang menghantam dadaku. Sesak.
Dia berdiri, berjalan ke meja seorang perempuan, menarik kursi terdekat ke samping meja perempuan itu, dan dia mendudukkan dirinya di situ.
Mereka berbincang-bincang, entah membicarakan apa. Yang pasti mereka terlihat sangat akrab. Terlihat jelas saat mereka tertawa lepas bersama dan dia yang mengacak-acak rambut perempuan itu sambil tertawa puas saat melihat perempuan itu merengut kesal, kemudian perempuan itu memukul-mukul lengan dia yang membuat dia semakin tertawa riang.
Aku tersenyum miring, 'Mesra sekali! ' sinisku dalam hati. Entah kenapa mood-ku jadi memburuk seketika.
Kulihat dia berhenti tertawa yang digantikan dengan kekehan kecil, ia menoleh ke arahku.
Aku dengan segera memalingkan wajahku. Aku memandang ke arah Qila, "Qil, gue ke toilet dulu ya! Kalau gue nggak balik-balik ke sini, berarti gue udah di kelas. Ok? Gue duluan! " Ucapku sambil berdiri, kemudian berjalan dengan cepat ke arah toilet tanpa menunggu jawaban dari Qila.
Aku terkekeh miris dengan mata yang sudah memanas.
'Jadi gini ya rasanya cemburu? '
________________________________________________________
Moga kalian suka, maaf kalau ceritanya pendek. Dan maaf kalau masih banyak typo-nya.
Dan semoga aku bisa lanjutin cerita ini sampai selesai. Amin...
Jangan lupa VOTE and COMMEN ya!
Follow my IG : @alungputri_06
💞HAPPY READING💞
KAMU SEDANG MEMBACA
ABOUT HIM
Teen Fiction[COMPLETED] #AboutSeries2 (Maaf jika terjadi kesamaan nama tokoh atau apapun itu, hal tersebut murni karena faktor ketidaksengajaan.) Tentang dia yang selalu menghantui pikiran, tentang dia yang selalu berhasil mempermainkan perasaan, dan tentang di...