Aku membuka mataku perlahan, mataku menyipit saat cahaya masuk ke dalam penglihatanku. Sedikit demi sedikit, sekarang aku bisa melihat dengan jelas. Aku mengedarkan pandanganku menyapu ruangan. Ruangan ini bernuansa putih, kurasa saat ini aku berada di UKS.
Tak ada orang, disini hanya ada aku. Aku mencoba untuk bangun, spontan tanganku bergerak memegangi kepalaku. Pusing. Kepalaku pusing.
"Eh? Lis, jangan bangun dulu! Badan lo masih lemes. "
Suara itu sedikit mengejutkanku. Tanpa menolehpun aku tahu itu suara Qila. Qila membantuku untuk kembali berbaring.
"Lo nggak apa-apa kan, Lis? " Tanya Qila. Aku mengangguk, "Lumayan, "
"Lagian lo kok bisa pingsan sih?! Pasti nggak sarapan ya ... " Tebak Qila. Aku lagi-lagi hanya bisa mengangguk. Memang itu kenyataannya.
"Tuh, kan! Udah ketebak, pasti lo belum sarapan deh. Lo sih, udah sering dibilangin juga, harus sarapan, masih aja ngeyel ... "
Dan seterusnya Qila memarahi aku. Ok, memang aku yang salah, kemarin malam aku begadang dan berakhir bangun kesiangan. Tapikan, udah terlanjur terjadi, mau diapakan lagi?
Tiba-tiba aku teringat saat aku pingsan tadi, ada suara lelaki, dan ada yang menggendong aku. Tapi siapa?
"Eh, Qil! " Panggilku yang membuat Qila berhenti menceloteh.
"Apa? " Tanya Qila.
Aku memandang Qila, "Tadi siapa yang bawa gue ke sini? " Tanyaku.
"Oh, gue baru ingat! " Seru Qila sambil menjentikkan jadi telunjuknya ke atas, "Lo harus tau, Lis. Harus. " Ujar Qila semangat, aku mengerutkan dahiku. Menatapnya bingung.
"Tadi itu ... yang bawa lo ke sini, yang gendong lo ke sini itu ... "
"Kalau ngomong nggak usah diputus-putus, nanti putus beneran! " Potongku kesal.
"Iya, iya. " Jawab Qila, "Tadi itu yang bawa lo ke sini, kakak kelas itu. " Lanjut Qila.
Aku semakin menambah kerutan di dahiku, "Kakak kelas yang mana sih, Qil? Kakak kelas kita itu banyak, lo kalau ngasih informasi yang jelas dikit napa! " Semburku kesal. 'Kalau sudah begini, bawaannya pengen makan orang aja! '
"Itu loh, kakak kelas yang ada di aula waktu itu, yang biasanya lo sebut dia, yang kemarin ada di jalan dekat taman. "
Hah, astaga! Kenapa harus dia?! Aku membelalak kaget, dengan tangan kanan yang menutupi mulutku yang tebuka.
"Kak Darel? " gumamku.
***
Ah, ternyata memang benar Kak Darel. Tadi, setelah dari UKS aku mencoba mencari tahu tentang siapa yang tadi membawaku ke UKS, dengan cara menanyakan hal serupa kepada teman sekelasku. Dan jawaban mereka semua sama, Kak Darel.
Ada rasa senang sih saat mengetahui yang menggendongku adalah Kak Darel. Tapi, ada rasa malu juga, mengingat kemarin baru saja aku menabraknya dan karena ulah bang Satya. Astaga, aku ingin berteriak sekarang, untung saja aku masih ingat bahwa sekarang aku masih berada di kantin yang ramai.
"Lis, makan gih! Ngelamun aja lo, nanti pingsan lagi tau rasa lo! " Ucap Fita. Aku hanya tersenyum dan mengangguk, dengan segera aku memakan bakso yang sudah mulai mendingin.
"Eh, kalau kata Lisa nih ya, pingsan nggak apa-apa, asalkan yang nolongin, yang gendongin itu Kak Darel. Hahaha ... " Ucap Qila sambil tertawa yang diikuta tawa oleh Fita dan Difa.
'Iya sih emang bener gue seneng kalau Kak Darel yang gendong gue, tapikan nggak gitu juga kali ... Tetap aja pingsan itu nggak enak, perut sakit, kepala pusing, badan lemes. Nggak enak banget. ' gerutuku dalam hati.
Aku hanya bisa mengerucutkan bibirku kesal dan menutup telingaku rapat-rapat. Tak mendengarkan lagi godaan sahabat-sahabatku ini. Aku mengedarkan pandanganku menyapu seluruh kantin. Tak ada yang berbeda dan tak ada yang berubah dari kantin ini, masih sama-sama ramai. Hanya saja, ada yang kurang. Kak Darel. Ya, sedari tadi aku tak melihatnya. Padahal biasanya dia akan duduk di pojok kantin bersama teman-teman, tapi sekarang, aku tak melihat kehadirannya di antara teman-temannya. Kemana dia? Ah, kenapa aku jadi mencarinya? Dia saja belum tentu mencariku.
"Eh, eh, nanti istirahat kedua ke perpustakaan yuk! " Ajakku, lebih baik ke perpustakaan bisa menambah wawasan, daripada di kelas, cuma duduk-duduk sama ngegosip, tak berfaedah. 'Sok banget dah gue, '
"Hayuk lah, lama juga nggak ke perpustakaan. " Sahut Difa.
"Iya, sekalian numpang ngadem, " tambah Fita.
"Ye ... Itu mah mau lo, " timpal Qila sambil menjitak kepala Fita. Fita mengadu dan memarahi Qila. Sedangkan aku, aku hanya menikmati saja ulah mereka, dengan sesekali menimpali dan terkekeh.
Bel masuk telah berbunyi, aku dan yang lain kembali menuju kelas masing-masing. Jadwal pelajaran di kelasku sekarang adalah Fisika, aku suka sih pelajarannya, tapi kalau gurunya ... gitu deh. Suka bingung sendiri, kadang kalau menjelaskan materi ini, gurunya suka ngelantur ngomongnya, kesana-sini tak tentu arah. 'Suka bikin greget muridnya! '
Eh, by the way, ini jangan ditiru ya. Nggak boleh ngomongin guru, guru itu orang tua kita di sekolah. Bagaimanapun sikap guru kita, semenjengkelkan apapun, dia tetaplah guru kita. Hormati guru seperti kita menghormati orang tua kita di rumah. Meskipun, sulit sih. 'Kadang suka khilaf, mulut nggak bisa dikontrol. Kalau sudah ngomongin guru yang suka ngasih tugas banyak, nggak bisa berhenti, bawaannya pengen nyerocos mulu, '
Note : Haram untuk dicontoh!
———————————————————————————
Moga kalian suka, maaf kalau ceritanya pendek. Dan maaf kalau masih banyak typo-nya.
Dan semoga aku bisa lanjutin cerita ini sampai selesai. Amin...
Jangan lupa VOTE and COMMEN ya!
Follow my IG : @alungputri_06
💞HAPPY READING💞
KAMU SEDANG MEMBACA
ABOUT HIM
Teen Fiction[COMPLETED] #AboutSeries2 (Maaf jika terjadi kesamaan nama tokoh atau apapun itu, hal tersebut murni karena faktor ketidaksengajaan.) Tentang dia yang selalu menghantui pikiran, tentang dia yang selalu berhasil mempermainkan perasaan, dan tentang di...