Motor bang Satya berhenti di parkiran sekolah, aku terlebih dahulu turun dari motor dan melepaskan helmku, begitu juga dengan bang Satya.
"Dek, nanti kayaknya pulang telat deh. " Ucap bang Satya sambil berjalan di sampingku.
Aku menoleh ke arahnya, "Kenapa? " Tanyaku, kemudian kembali menatap ke depan.
"Piket dulu, " jawabnya yang membuatku terkekeh. "Sejak kapan lo piket? Biasanya langsung ngacrit pulang. " Ungkapku.
"Terpaksa, gara-gara si bendahara yang udah kayak rentenir. Nanti kalau nggak diturutin, uang gua habis buat bayar denda. " Ucapnya kesal.
Aku kembali terkekeh, "Rasain tuh, " ejekku masih terkekeh. Aku dan bang Satya biasa pisah di depan kelasku. "Gue duluan bang, " ucapku sebelum masuk ke dalam kelas.
Aku melangkah memasuki kelas dengan santainya, tapi saat pandanganku tak sengaja menangkap seseorang yang sedang duduk di dalam sama, tepatnya di mejaku, yang sedang memainkan handycam-nya, berhasil membuat langkahku berhenti seketika. Jantungku memonpa darah lebih cepat dari sebelumnya, mataku membelalak kaget.
Kenapa dia di kelasku? Apa yang dia lakukan? Sepagi ini? Bahkan, kelasku masih sepi, tak ada seorangpun, kecuali dia tentunya. Dan sekarang, aku.
Aku mengatur napasku yang memburu, dengan sedikit keberanianku, aku melangkah ke arahnya, lebih tepatnya ke arah mejaku yang di dudukinya.
"Khem, " dehemku sesantai mungkin, "Maaf kak, " ucapku sambil memandang kursi yang didudukinya, tak berani menatap wajahnya, apalagi matanya.
Kurasa sekarang dia sedang menatapku, kursi berdecit saat dia berdiri. "Gue cuma mau ngasih ini, " ucapnya sambil menyodorkan selembar kertas di depanku.
Dengan tangan yang sedikit bergetar aku menerima kertas itu, aku memperhatikan kertas itu dengan seksama dan membaca tulisan yang tercetak tebal di atasnya.
'Absensi Siswa Kelas X MIPA 3'
Aku mengangguk mengerti dan segera duduk di kursiku yang sebelumnya diduduki olehnya. "Lo ketua kelasnya? " Tanyanya.
Aku menoleh dan mendongak menatapnya, seketika tatapan kami bertemu. Dengan segera kutundukkan lagi kepalaku, "Bukan, " jawabku singkat.
"Yaudah, kalau gitu gue nitip kertas itu, nanti serahin sama ketua kelas lo. Gue cabut dulu, " ucapnya seraya berlalu pergi ke luar kelas.
Aku mendongak, menatap punggungnya yang sudah menjauh. Aku menghela napas lega, akhirnya pergi juga.
Aku menatap lagi kertas yang diberikannya kepadaku tadi, seketika bibirku melengkung ke atas. Dia tadi berbicara denganku? Untuk pertama kalinya?
***
Jam istirahat berlangsung. Seperti biasa, aku, Qila, Fita, Dan Difa duduk di kantin, di meja pojok favorit kami dengan makanan dan minuman yang sudah dipesan sebelumnya.
"Oh ya, Lis. Tadi pagi gue nggak sengaja lihat Kak Darel keluar dari kelas lo. Ngapain? " Tanya Difa tiba-tiba.
Aku yang tadinya sedang minum, seketika tersedak. "Uhuk, uhuk, "
"Eh, Lisa, kenapa? " Ucap Fita panik.
"Nggak apa-apa kok, " ucapku ketika batukku sudah mereda. Aku menoleh ke arah Difa yang tadi bertanya.
"Dia tadi cuma ngasih kertas absensi kelas gue, " jawabku jujur. Memang itu kenyataannya.
"Beneran cuma ngasih kertas absensi? " Tanya Qila dengan nada menggoda. Ah, mulai deh. Aku hanya menjawabnya dengan bergumam pelan.
Kami kembali menyelesaikan makanan kami. "Gimana rencana gue waktu itu? Udah lo lakuin? " Tanya Qila. Aku melemparkan tatapan tajam ke arah Qila, kenapa nanyanya sekarang sih?
"Rencana apa nih? Kok kita nggak tau? " Tanya Difa.
"Udah berani main rahasia-rahasiaan ya kalian? " Tambah Fita.
Qila menampilkan cengirannya, "Tanya aja langsung sama Lisa. " Ujarnya santai.
Aku semakin menatap tajam Qila, tapi sepertinya itu tak mempan kepada Qila. Aku menghela napasku, "Minta nomer WhatsApp-nya Kak Darek ke Kak Fanes. " Jawabku.
"Lebih tepatnya, nyuri nomer WhatsApp-nya Kak Darel dari ponselnya Kak Fanes, " ralat Qila yang membuatku memberengut kesal.
"Tapikan itu rencana lo! Bukan gue! " Elakku mencoba membela diri. Tapi memang benarkan? Itu rencana Qila, bukan aku.
"Iya, terserah apa yang lo bilang deh. Tapi lo udah lakuin belum? " Tanya Qila lagi, aku hanya membalasnya dengan mengangguk ragu.
"Beneran? " Tanya ketiga sahabatku bersamaan. Aku kembali mengangguk.
"Cerita dong! " Ucap mereka. Aku menghela napas pelan dan mulai menceritakan hal apa yang kulakukan kemarin malam di rumah Kak Fanes.
"Lo udah ngechat dia? " Tanya Difa.
Aku menggeleng kuat-kuat, "Yakali gue ngechat dia duluan, emang gue cewek apaan. " Ucapku tak terima.
"Nggak apa-apa kali kalau lo ngechat dia duluan. Nih denger ya! Cewek kalau berani ngechat cowok duluan, itu artinya cewek itu emang beneran sayang sama cowok itu. " Jelas Qila yang mendapat anggukan dari Fita.
Sedangkan aku dan Difa menggeleng tanda tak setuju dengan ucapan Qila, "Nggak, salah. Kalau menurut gue sih, cewek itu harus jaga imagenya di depan cowok, apalagi cowok yang dia suka. Kalau nggak gitu, kita bisa dinilai sebagai cewek agresif. Pasti kalian sebagai seorang cewek nggak mau dong kalau dinilai sebagai cewek agresif. Cewek itu seharusnya dikejar, bukan mengejar. " Ucap Difa yang kali ini di balas anggukan dariku.
"Meskipun kita suka sama cowok itu atau bisa dibilang cinta, tapi kita nggak boleh tunjukin rasa kita itu dengan terang-terangan. Nanti cowok itu akan merasa bahwa dirinya sempurna dan merasa tinggi. Kita sebagai cewek harus nunjukin ke cowok kalau kita ini bukan murahan dan kita punya harga diri yang tinggi. Kodratnya itu cewek seperti berlian berharga yang harus dijaga dan diperjuangin, bukan bahan untuk mainan atau bahkan candaan. " Tambahku.
Dan kali ini kita semua sependapat, semua kompak menganggukkan kepalanya setuju.
———————————————————————————
Moga kalian suka, maaf kalau ceritanya pendek. Dan maaf kalau masih banyak typo-nya.
Dan semoga aku bisa lanjutin cerita ini sampai selesai. Amin...
Jangan lupa VOTE and COMMEN ya!
Follow my IG : @alungputri_06
💞HAPPY READING💞
KAMU SEDANG MEMBACA
ABOUT HIM
Teen Fiction[COMPLETED] #AboutSeries2 (Maaf jika terjadi kesamaan nama tokoh atau apapun itu, hal tersebut murni karena faktor ketidaksengajaan.) Tentang dia yang selalu menghantui pikiran, tentang dia yang selalu berhasil mempermainkan perasaan, dan tentang di...