-September, 2011-
Tujuh Tahun yang LaluPeluh mulai turun di pelipis gadis cantik itu. Matahari menampakan kekuasaannya siang ini. Panasnya bukan main. Bukan dia saja yang kepanasan. Hampir semua orang diliatnya mengibas ngibaskan tangan mereka disekitaran wajah. Padahal percuma saja.
Ditara Prameswari atau Tara biasa dia dipanggil, menggoyang goyangkan kakinya menghalau lelah. Sudah satu jam lebih dia dan teman-tamanya berdiri di tengah terik matahari. Namun sayang, sepertinya tanda-tanda kegiatan ini akan usai belum juga nampak.
"Ck, banyak bacot ye ketua BEM kita?" Seseorang yang berdiri di sampingnya berdecak kesal setengah berbisik.
Tara mendengarnya. Dia mendekatkan badannya ke arah Reni, teman yang baru dikenalnya hari ini. "Bener, kaki gue udah pegel banget. Ini kita OSPEK atau dijemur kayak ikan asin sih?"
"Tau tuh, bisa pingsan gue lama-lama gini. Eh! atau lo pura-pura pingsan aja! Siapa tahu langsung pada bubar nolongin lo," usul Reni begitu antusias.
Tara menyunggingkan bibirnya kesal. "Eh nggak. Nggak. Lo aja deh."
Reni menatap Tara dari bawah ke atas. "Lo aja deh, secara lo cantik Tar. Kalau gue yang pingsan, boro-boro pada bubar nolongin gue. Bisa-bisa gue digeletakin gitu aja di sini."
Mereka sibuk berdebat siapa yang akan pingsan. Mereka tidak sadar perdebatannya diperhatikan seseorang dari belakang.
"Dih enak di lo, nggak enak di gue dong!" Tara tidak sadar dengan nada suaranya yang keras. Semua orang menoleh ke arah mereka.
Ketua BEM yang sedang memberikan arahan di depan, menghentikan ucapannya. Dia menoleh menatap Tara. Dia menunjuk Tara terang-terangan. "Kamu! maju ke depan!"
Tara tersenyum bodoh. Dalam hati dia merutuki kebodohannya. Dia menunjuk dirinya sendiri. Berharap sang senior salah tunjuk orang. "Saya, kak?"
Semua teman-temannya menatap Tara kasihan. Pasalnya sang ketua BEM terkenal tegas dan tidak segan-segan kalau memberikan hukuman. "Iya, kamu! Siapa lagi yang berani bergosip di tengah arahan saya!"
Tara meringis gelisah. Baru hari pertama dia sudah mendapat masalah. Duhhh, mampus gue. Duh, gimana ini? Tolonglah hambaMu ini, ya Tuhan. Apa gue pura-pura pingsan aja ya?
Tara melirik Reni disampingnya. Mereka bersitatap. Reni menatapnya iba. Tara menyampaikan signal lewat matanya memohon pertolongan. Reni menggeleng pelan. Namun matanya bergerak memberikan arahan ke tanah. Tara paham, dia mengernyitkan dahinya seolah bertanya 'yakin?'.
Reni menganggukan kepalanya pelan.Tara narik nafas dalam. Dia berjalan satu langkah. Action!. Dia memegang pelipisnya lalu menjatuhkan tubuhnya pelan ke tanah. Namun, seseorang menopang tubuhnya sebelum jatuh ke tanah.
Eh, kok nggak sakit? Selamet! Selamet! Anyway, Sapa nih yang nolongin gue? Gue penasaran njirr. Apaan sih Tara! Merem! Jangan buka mata! Kalau ketahuan lo cuma pura-pura kan tengsin, dewi batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Primrose
RandomBagi Gilang tak pernah terbayangkan harus menggantikan saudara kembarnya sebagai mempelai pria. Menikah dengan wanita yang tidak pernah dikenalnya, wanita yang begitu terpuruk karena kepergian kekasihnya. Berawal dari rasa iba, perlahan cinta itu mu...