Agustus, 2018
Tara berdiri mondar-mandir di kamar nya. Dia sibuk menghubungi seseorang. Sayang, orang yang dihubungi sedari tadi tak mengangkat telfonnya. Lelah mondar-mandir seperti setrika, Tara merebahkan badannya di ranjang. Matanya masih menatap smartphone yang saat ini layarnya menampilkan foto di Instagram seorang wanita. Dalam foto itu terpampang wanita cantik sedang merangkul Galih.
"Siapa nih cewek? Keganjenan! Kak Galih juga! Dasar hidung belang! Mau-maunya dipegang cewek ganjen! Ditelfon juga nggak diangkat," gerutunya.
Dia berguling-guling di ranjang saking kesalnya. Hari ini sebenarnya sangat melelahkan bagi Tara. Pekerjaannya di kantor menumpuk bahkan dia sampai lembur. Sesampainya di rumah, niat hati ingin menghubungi Galih. Ternyata malah mendapatkan kenyataan seperti ini. Untung Galih tidak berada di dekatnya. Coba saja kalau di dekatnya. Dia akan menendang tulang kering Galih dengan keras. Hatinya kesal! Rasanya ingin menjambak rambut Galih hingga botak!
"Awas aja ya besok gue bales!" geramnya.
Sudah dua tahun Tara dan Galih menjalani hubungan jarak jauh. Galih yang saat itu masih pegawai baru di perusahaannya bekerja sekarang terpaksa menuruti perintah atasan untuk dipindah-tugaskan ke kantor cabang Pekanbaru. Mau resign? Sayang dengan pekerjaannya. Banyak orang yang akan mengantre mengisi posisinya. Siapa yang tidak tergiur bekerja di perusahaan minyak multinasional digaji dengan dollar.
Saat itupun Tara setuju meski dia tahu berat menjalani hubungan jarak jauh. Tapi mau bagaimana lagi? Semua demi karir Galih juga dan pundi-pundi dollar tentunya. Ups! Salahkan mamanya yang menularkan sifat matre padanya. Ah ralat! Bukan matre tapi realistis! Lagipula dia tidak tega meminta Galih melepas pekerjaannya. Karena Tara tahu, Galih sangat menginginkan pekerjaan itu. Akhirnya mereka membuat kesepakatan bertemu dua kali dalam sebulan.
Banyak rintangan yang mereka hadapi selama menjalani hubungan jarak jauh. Beberapa kali bertengkar hebat hanya karena kurang komunikasi. Belajar dari pengalaman itu, Tara tidak ingin berasumsi negatif dahulu. Dia akan mendengarkan penjelasan Galih.
*
Tara memeriksa data-data nasabah dan transaksi nasabahnya hari ini. Dia memang bekerja sebagai box office di sebuah bank swasta bonafit. Berbeda dengan Galih, dia lebih memilih dunia perbankan. Tara melirik ponsel yang tergeletak di mejanya. Terpampang jelas hari sudah menunjukan pukul 5 sore. Tapi tak ada tanda Galih menelfon atau sekedar mengiriminya pesan. Dia juga tidak ingin menghubungi lebih dulu. Semalam dia sudah memborbardir dengan puluhan panggilan tapi tidak dijawab satupun. Kali ini dia gengsi! Galih harus menghubunginya duluan!
Tara pulang ke rumah dengan mood yang buruk. Seharian dia menunggu kabar Galih. Tapi nihil. Hasilnya zonk!
Selesai mandi dia merebahkan diri di ranjang. Pikirannya bimbang sambil memegang ponsel di tangan. "Telfon nggak ya? Ngeselin ih! Telfon aja kali ya?"
Tara memencet ikon call nomor Galih. Panggilan pertama, zonk! Dia mencoba lagi. Diangkat.
"Halo, Kakak kemana aja? Aku dari semalem telfon nggak diangkat. Bahkan seharian aku nungguin nggak ada kabar!" pekiknya."Ma-maaf ini siapa? Ponsel Galih tertinggal," jawab seorang wanita di seberang sana.
Deg!
Jantung Tara mencelos. Hatinya sakit. Kenapa seorang wanita yang mengangkat ponsel Galih? Tertinggal? Tertinggal di mana? Apa foto yang di Instagram itu benar? Apa Galih mengkhianatinya? Tak sanggup, Tara segera mematikan sambungan telfon. Air mata mulai jatuh di pipinya. Benarkah ini akhirnya? Tara sesegukan dengan tangisnya. Hubungan selama hampir tujuh tahun diujung tanduk. "Hiks ... hiks ... kalau gini enakan kredit rumah selama tujuh tahun bisa hampir lunas. Ini gue pacaran tujuh tahun, malah diselingkuhin. Galih brengsek! Huaaaaaa," umpatnya disela tangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Primrose
RandomBagi Gilang tak pernah terbayangkan harus menggantikan saudara kembarnya sebagai mempelai pria. Menikah dengan wanita yang tidak pernah dikenalnya, wanita yang begitu terpuruk karena kepergian kekasihnya. Berawal dari rasa iba, perlahan cinta itu mu...