Masih Tujuh Tahun yang lalu
Tara mendudukan dirinya di sebuah bangku taman fakultasnya. Kelasnya baru saja selesai. Reni, teman yang biasa menemaninya, pulang lebih dulu kali ini. Dia ingin pulang juga sebenarnya, tapi pagi tadi Galih meminta untuk pulang bersama karena ada yang ingin dibicarakan. Tara mengetik pesan di Blackberry Masseger-nya mengabarkan kepada Galih, kelasnya sudah selesai dan dirinya menunggu di taman.
Dalam hati Tara menebak-nebak apa yang Galih akan bicarakan. Pasalnya Galih biasanya akan bicara begitu saja, tanpa mengatakan ingin bicara seperti sekarang. Apakah hal yang serius? Atau jangan-jangan__? Pipi Tara bersemu memikirkannya. Jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Dia tersenyum malu-malu sambil memegang pipinya sendiri. "Ih apa banget deh gue?" Tara menepuk pipinya agar sadar dari khayalannya.
Saking sibuk dengan khayalannya, Tara tidak sadar orang-orang sedari tadi memperhatikannya, khususnya kaum pria. Banyak yang mencuri-curi pandang menatapnya. Kapan lagi bisa memandangi primadona kampus tanpa ada Herder-nya? Biasanya boro-boro menatap lama-lama, melirik saja si Herder langsung menatap tajam. Herder-nya buas, bro!
"Hey Tara, sendiri aja?" sapa laki-laki yang mencoba Sok Kenal Sok Deket alias SKSD padanya. Tara hanya menanggapi dengan senyum. Laki-laki tadi menghampirinya, duduk di sampingnya. "Gue Rian, kita pernah sekelas waktu mata kuliah umum." Rian mencoba mengajaknya berkenalan. "Nggak pulang? Gue anter yuk," ajaknya.
"Ehem!"
Tara dan Rian menoleh ke sumber suara. Mereka mendapati Galih sudah berdiri di belakang kursi dengan tatapan tajamnya. Herder-nya datang! Rian tampak salah tingkah menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Hmm... gue duluan ya, Tara. Ada yang lupa belum gue kerjain," ujarnya. Dia lalu pergi terburu-buru.
Galih masih menatap kepergian Rian dengan tajam.
"Kak, lama banget sih! Bete nunggu sendirian." Tara memanyunkan bibirnya. Dia merajuk. Gara-gara Galih datang lama, dirinya harus mengahadapi laki-laki yang SKSD seperti Rian.
Galih menatap Tara lembut. "Maaf ya, tadi dosennya keluarnya lama"
"Dosen apa dosen?"
Galih tersenyum simpul. Dia merangkul bahu Tara agar berjalan beriringan dengannya. "Nggak usah jealous gitu." Tara mencoba melepaskan rangkulan Galih. Namun, Galih semakin merapatkan rangkulannya. Akhirnya, dia pasrah saja. "Siapa yang jealous? PD sekali anda." Galih terkekeh mengacak rambut Tara.
"Ck! Jangan diacak acak!" Tara mendelik. Dia menyikut pelan perut Galih dengan siku-nya. Tara mencoba merapikan kembali rambutnya yang diacak Galih. Nggak lucu kan seorang Ditara Prameswari rambutnya berantakan? Bisa-bisa orang mengiranya salah shampo. 'Tara? Jadi duta shampo lain?' Eh!
"Jadi, Kakak mau ngomongin apa?" tanya Tara.
"Nggak di sini""Dih sok misterius gitu," cibir Tara setelah masuk ke dalam mobil Galih.
Galih tersenyum sambil mengedipkan matanya.
*
Galih menghentikan mobilnya di depan sebuah warung bakso. Tara melongo heran. Benar-benar di luar ekspekatasi nya. Dipikirnya Galih akan mengajaknya ke tempat romantis. Makan berdua ala-ala candlelight dinner. "Warung bakso?"Galih mengangguk. "Iya. Kenapa? Kamu kan suka bakso. Katanya di sini enak. Kita coba tempat lain selain langganan kamu."
Bukan masalah baksonya! Ck! Masa iya, mau nembak di sini? Gue sumpel pake bakso rudal juga nih orang! Batin Tara kesal. Dia menghentakan kesal kakinya, melenggang masuk ke dalam lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Primrose
RandomBagi Gilang tak pernah terbayangkan harus menggantikan saudara kembarnya sebagai mempelai pria. Menikah dengan wanita yang tidak pernah dikenalnya, wanita yang begitu terpuruk karena kepergian kekasihnya. Berawal dari rasa iba, perlahan cinta itu mu...