9

155 9 6
                                    

Selama tiga hari, Tara terkapar sakit. Semua akibat ulahnya tak makan seharian tempo hari. Setelah seharian tak makan, esoknya dia demam. Daya tahan tubuhnya memang sangat payah akhir-akhir ini. Mungkin juga pengaruh lelah fisik, pikiran dan hati. Bersyukurlah saat ini kondisinya lebih baik. Dia juga tidak ingin terpuruk lama-lama. Meski hatinya terkadang merindukan Galih. Tapi dia langusng menepisnya. Dia harus move on! Karena mantan harus dibuang pada tempatnya!

Tara masih meringkuk di ranjangnya. Padahal matahari sudah mulai tinggi. Untung saja hari ini, Sabtu. Jadi meski izin sakitnya sudah habis, dia masih bisa beristirahat. Tara malas sekali keluar kamar. Sang mama sedari pagi sudah menyuruhnya sarapan dan minum obat. Tapi dia enggan sekali bergerak. Mamanya juga tak mau mengantarkan makanan ke kamar karena tahu Tara sudah pulih. Tara harus bergerak, begitu kata sang mama. Selama tiga hari memang dia hanya di tempat tidur dan akan bergerak jika ke toilet.

Dia meraih ponsel di nakas samping ranjang. Ponselnya mati dan dia sengaja tidak mengisi daya karena berisik. Berkali-kali Galih menelfon dan mengiriminya pesan yang hanya dianggap angin lalu oleh Tara. Dia tidak ingin luluh! Apalagi oleh Galih yang dianggapnya tukang selingkuh! Buaya buntung!

Tara turun dari ranjangnya dan bergerak ke arah colokan untuk mengisi daya ponselnya. Lalu dia keluar kamar, turun tangga mencari mamanya. Sayup-sayup Tara mendengar sang mama sedang asik mengobrol dengan seseorang. Dan suara itu! Suara yang kenalnya. Tara mendekat ke arah suara. Dan ya! Memang Galih yang sedang mengobrol dengan mamanya. Ck! Ngapain lagi sih tu tukang selingkuh kemari! Batinnya kesal. Tapi, ada sudut batinnya yang juga merindukan pria itu.

"Ngapain ke sini?" tanya Tara datar menatap Galih.

Sang mama dan Galih mengalihkan pandangannya pada Tara. Mamanya melotot memperingati Tara.

"Mau ketemu mama," jawab Galih sambil tersenyum. Dia memang sudah lama memanggil mama Tara dengan sebutan mama.

Tara mengalihkan pandangannya pada sang mama. "Ma, aku laper. Ada makanan kan?"

"Kamu ini ya, anak gadis pemalas. Jam 9 baru bangun. Sekali-sekali bantuin masak kenapa? Biar kamu bisa masak. Biar suami kamu seneng nanti." Mamanya mulai berceramah panjang kali lebar.

"Nggak perlu, Ma. Aku mau cari suami konglomerat. Jadi nggak perlu masak. Tinggal beli." Tara tak mau kalah. Gengsi!

Hmppht!

Bibir Galih bergetar menahan tawa. Tara yang melihat itu melirik sinis. Galih membekap mulutnya agar tak tertawa.

Mamanya mendekat ke arah Tara. "Konglomerat mana mau sama kamu. Liat ini, jorok! Rambut udah kayak rambut singa! Berapa hari kamu nggak sampho-an? Terus itu mata bengkak, lingkaran hitamnya kayak mata panda. Dan iyuhh bau! Kemarin kamu mandi nggak sih?" nyinyir sang mama sambil menutup hidung.

Galih memegangi perutnya menahan tawa yang hampir menyembur. Tara melihat itu mendelikkan matanya. Lalu kembali menatap kesal sang mama. Dirinya tak habis pikir, mamanya tega menjeramahinya di depan si tukang selingkuh. Ya memang dia belum mandi dari kemarin. Tapi kan tidak begitu juga. Dia tidak bau-bau sekali. Hanya sedikit bau. Catat hanya sedikit!

"Mama ngeselin ih." Tara berbalik menuju meja makan.

"Nanti piring siap makan jangan lupa dicuci. Si mbok lagi ke pasar," perintah sang mama.

"Iya," sahut Tara tanpa melihat ke mamanya. Dia melanjutkan langkahnya ke meja makan.

"Kamu juga belum makan kan? Sana makan sekalian bareng Tara. Udah ... biasa itu. Dia kalau ngambekkan memang gitu kan." ucap sang mama pada Galih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 26, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PrimroseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang