5. Wanita Senjaku

515 27 0
                                    

       Hujan sudah mereda, burung-burung kembali terbang mengepakkan sayapnya riang, Faris melangkahkan kakinya menyebrangi tanah perkebunan yang masih basah, fikirannya tertuju pada sosok wajah sendu yang selalu mengusik kerinduan dan kekhawatirannya. ia terus melangkah memasuki mobil, lalu menekan gasnya, melaju meninggalkan lebatnya daun-daun teh perkebunan yang basah kuyup.   
       
       Empat mobil berderet memanjang di depan ndalem, Faris menyapu pandangannya, sekilas membaca keadaan lalu melangkahkan kakinya memasuki ndalem. Dengan kemeja tanpa jas dan dasi yang entah ia lempar kemana, Faris mungucap salam.

"Wa,alaikumussalam"
Semua mata menoleh menatapnya. Keluarga Kyai Harun,, ahh...ia tahu sekarang, perjodohan lagi. Gumamnya dalam hati. Faris segera menguasai keadaan menyalami tangan Umik dan Abah yang terus saja tersenyum padanya,

"Ini Kyai Harun dan keluarganya le,,,!!"

Abah memperkenalkan satu persatu dari mereka, Faris tidak mempunyai pilihan selain menjabat tangan mereka, namun ia harus segera berkilah untuk tidak terjebak dalam situasi yang menjemukan.

"Saya ke dalam dulu,,,!, tadi kehujanan saat mengecek perkebunan,,," Pamit Faris kepada keluarga hyai Harun,

"Faris kedalam dulu bah,,,!", bisik Faris lirih disertsi dengan anggukan Abahnya.

Malam telah berseLimut bintang, sesekali gulungan-gulungan awan putih terlihat berarak arakan ketika terterpa cahaya rembulan, beberapakali Faris mengetukkan kepalan tangannya pada lengan sofa ruang tamu, sudah berapa kali Abah dan Umik berusaha menjodohkannya, sebelum Sofi, Abah sudah mencoba mendekatkannya dengan beberapa anak karib dan guru-gurunya, bahkan Umik pernah menjodohkannya dengan mbak ndalem, hal yang seharusnya tidak perlu di lakukan karena sedikit banyak akan berdampak pada pekerjaannya yang berjubun. Di seberang meja ruang tamu Abah masih kukuh meyakinkan anak bujangnya uantuk segera menikah.

"Umur kamu sudah 29 tahun, lalu kapan lagi kamu akan menikah le??"

Ketukan tangan Faris berhenti, otaknya berputar bekerja keras membangun kata,

"Faris sudah pernah membahas ini bah, Faris mohon Abah dan Umik mengerti dan bersabar,,"

"Ya Abah tau,, kamu ingin memfokuskan konsentrasimu untuk kesembuahan Haris, Abah dan Umik faham itu,,!! tapi lihatlah is, jangan pandang pernikahan hanya dari segi kewajibannya saja, disana juga ada hak, setidaknya ketika kamu lelah ada seseorang yang mengobati lelahmu, setidaknya ketika hatimu resah ada seorang bidadari yang menenangkan hatimu, terlebih pernikahan adalah kesunahan yang sangat di anjurkan oleh rasulullah, fikirkan baik-baik perjodohan ini"

"Bah, Faris mohon,, sebentar lagi,,!!! Berikan Faris waktu,,,"

" Sebentar lagi..???!! Kamu sudah mengatakan itu tiga tahun yang lalu,dua tahun yang lalu, satu tahun yang lalu dan beberapa bulan yang lalu"

Abah terus menggugat, Umik tak bergeming memilih untuk tidak menyela suaminya, serayu lembut itu terlalu peka untuk merasakan, ia tahu anaknya tak akan pernah menerima perjodohan-perjodohan ini, karena satu ruang di hati putranta pasti sudah terisi, pernah memilih, atau pernah merasakan, serayu itu tidak bisa memastikan, namun kelembutannya bisa merasakan tatapan itu, getaran-getaran itu. Faris masih tertunduk, pertarungan mereka masih belum selesai,

"Satu tahun lagi, Faris usahakan akan membawa jodoh Faris ke hadapan Abah"

"Satu tahun lagi, ketika umurmu menginjak 30 tahun, Abah juga sudah pernah mendengar itu,,!!. Dua bulan lagi,, atau kamu harus benar-benar menerima Sofi,,,"

Faris menggeleng-gelengkan kepala, ia benar-benar sudah terpojok.

"Tapi empat bulan lagi trasplantasi Haris akan dilakukan dan dua bulan lagi Faris akan meresmikan bisnis perminyakan di Timur-Tengah, terlebih baru-baru ini membuka cabang pondok pesantren sekaligus sekolah dan perguruan tinggi di Jawa Barat, semua itu membutuhkan biaya tak sedikit, Faris harus benar-benar fokus"

" Sampeyan itu tidak akan pernah nganggur le, sampeyan akan terus sesibuk ini, bahkan akan terus bertambah sibuk, jadi Abah kira ini adalah kesepakatan terakhir kita,"

Faris masih menunduk, ia masih belum berdamai dengan keputusan Abahnya, terlebih karena trasplantasi Haris, bahkan sejak sore itu ia sudah menggadaikan hidupnya untuk kesembuhan saudaranya, dan untuk tetesan-tetesan air mata yang telah jatuh dari pelupuk mata Umik, Faris telah berjanji untuk tidak melukai serayu lembut itu, juga wanita manapun, terlebih untuk istrinya kelak, ia benar-benar tidak akan pernah memberikan hati sedingin batu ini kepada wanitannya.

"Setidaknya Lima bulan lagi bah setelah Faris pastikan transplantasi itu benar-benar berhasil,"

Sekilas Abah menatap dingin dengan mata teduhnya, lalu beranjak, membuat hati beku Faris sedikit berdesir, ia tau tak akan pernah menang dengan tatapan mata itu, dan ia tau Abahnya telah mengetuk suatau keputusan. Faris menunduk dalam-dalam, Umik segera menuntun Abah memasuki kamar.

      Sepucuk hati yang telah tersita oleh luka, apakah ia pantas memetik sebuah mawar??. Tidak,,,!!! Karena mawar adalah kemuliaan, karena mawar adalah kasih sayang, karena mawar adalah ketulusan, tak akan ia izinkan tangan sekotor ini untuk menyentuhnya, takkan ia izinkan sayatan-sayatan ini ikut melukainya, takkan ia izinkan dan takkan pernah ia izinkan,,,. Meski pandangannya telah terpanah, meski hatinya telah tertawan dan meski ia telah memutuskan untuk memetik dan menyimpan mawar itu di satu ruang hatinya yang tergelap, tersisih dan tersembunyi rapat. 

Embun Padang PasirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang