11. Takkan Kubiarkan Luka Itu Menyentuhmu

352 14 0
                                    

Villa itu masih sama, terlihat sepi, dingin dan kosong. Tidak ada perubahan yang berarti meski sudah 13 tahu Faris memilikinya, seakan laki-laki itu sengaja mempertahankan kesan dingin dan kuno pada bangunan berpagar tinggi menjulang itu. Faris menekan klakson beberapa kali, dan seperti biasa gerbang itu segera terbuka memperlihatkan sosok laki-laki tua yang segera memperrenggang jarak gerbang lebar-lebar. Faris membuka cendela mobil, sekilas tersenyum,

"Trimakasih pak Joko,,,!!"

Lamat-lamat suara seraknya menembus angin dan rintik hujan yang mulai turun perlahan. Seolah ingin mengukuhkan keberadaannya pada pemuda itu. Pemuda yang melambangkan rintik dan awan gelapnya sebagai luka.

Ya, memang benar, bayangan laki-laki itu takakan pernah jauh dari sana, dari balkon itu, balkon yang menjadi saksi setiap detik laki-laki itu menghadiskan waktunya untuk mematung, menatap kosong gerbang besar pintu masuk utama, hinga untuk kesekian kalinya secangkir kopi jawa yang telah menungggunya di atas meja kayu tak lagi mengepulkan asap panas, hanya meninggalkan kepahitan yang hampa tanpa kalor yang menyempurnakan aroma dan rasa biji kopi dari dataran tinggi pegunungan ijen Banyuwangi itu.

Laki-laki itu masih tetap mengukuhkan pijakan kakinya disana, berharap di sorot terakhir senja yang telah membias ia menemukan langkah bunga lembayung itu memasuk gerbang kecil disamping gerbang utama villa. Namun hingga matahari benar benar meninggalkan pegunungan wonosobo, bunga itu tak kunjung terlihat. Faris beranjak, mata sayu itu terluka, Faris benar-benar melihatnya sorot kesedihan bunga lembayung itu ketika ia keluar dari villa beberapa minggu yang lalu, Faris mengambil ponselnya dan menekan beberapa angka,

"Selamat sore pak Faris,,,!!" sambut suara di sebrang,

"Ada apa dengan gadis itu mal,,,??" tanya Faris pada inti permasalahan, Kemal mendesah halus,

"Ia sehat dan baik-baik saja pak Faris,,,!!" jawab Kemal,

"Apa kau yakin,,??" desak Faris,

"Kami tidak bisa mencampuri urusan pribadi anak itu pak Faris, itu menyalahi aturan,,,!! selama gadis itu tidak dalam kategori membutuhkan pertolongan, maka kami tidak bisa mengambil langkah apapun",

Faris mendengus kesal, ia benar-benar tidak bisa mempercayai siapapun untuk menjaga bunga lembayung itu,

"Apakah kamu tidak melihat jiwanya dalam keadaan membutuhkan pertolongan,,??" kata Faris tak habis fikir,

" Sudahlah,,, lupakan,,, aku akan mengirim orang lain untuk mengatasi hal ini,,!!" lanjut Faris, segera menutup telfonnya.

"Pak Faris,, pak Faris,,!!" panggil Kemal.

Faris kembali mendekatkan semartphon ketelinya, berharap Kemal merubah responnya,

"Ya,,!!" jawap Faris singkat.

"Sebaiknya anda tidak masuk terlalu jauh kedalam kehidupan anak itu,,"

Faris menghembuskan nafas resah dan menutup telfonnya, Mereka lebih senang menjaga orang gila yang sehat dari pada menjaga orang waras yang sakit.

Sorot terakhir sang surya telah meredup,  Faris segera beranjak memenuhi seruan maghrib yang terdengar sayup-sayup dari kejauhan, suara khas pedesaan yang membumbung tinggi di langit pegunungan Tambi.






Embun Padang PasirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang