15. Hatiku Hatimu dan Hatinya

332 14 1
                                    

          "Biar,,, biar ia mengalir,, biar ia berhembus, menemukan jalannya secara alami, tanpa dusta, tanpa kepura-puraan,"

        Faris mengacak rambutnya frustasi, apakah ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun,,,?? Untuk apa semua kekuasaannya jika tidak bisa melindungi bunganya, melindungi orang-orang yang ia sayang, ah,,, bunga itu,,,, bunga lembayungnya yang layu. Faris kembali termangu, membayangkan wajah laki-laki yang telah lancang melukai bunga lembayungnya. Laki-laki itu,,,,!! Siapa dia yang berani melukai bunganya. Faris membuang nafasnya resah, ia tidak bisa,,,,!! benar-benar tidak bisa,,, membiarkan bunga itu terluka, meski tidak dapat di pungkiri bahwa di sisi hatinya yang lain ia lega karena mereka tidak di takdirkan untuk bersama, pikiran yang jahat memang,,,, tapi entah mengapa, yang jelas ia tidak memungkiri kelegaan hatinya akan hal itu, ah,,, hatinya,,, apakah gumpalan di dalam dirinya begitu kelam,,, apakah ia terlena,,,

Sesunyi ini,,,,
Ketika ku memikirkan mu
Sesakit ini,,,,,
Ketika ku melihat sebesit luka itu terukir di mata mu
Apakah engkau hawaku,,?
Tulang rusukku,,,,??
Apakah benar engkau adalah suatu yang harus ku bela,,?
Tapi,,, gumpalan hati ini,,,, terlalu dan teramat pedih
Sesakit ini aku merasakannya,,,
Sepedih dan sehampa ini,,,
Duh pengeran ingson engkang moho welas aseh
Hati ini,,,
Serpihan abu ini,,,
Rasa ini,,,,
Apakah ia karunia?
Apakah ia siksa?
Pengeran ingsun,,,
Pengeran ingsun,,,
Kulo namung gadah panjenengan.

Faris tidak dapat berfikir lagi, bagai mana berfikir,,, jika bernafas saja sangat sesak. Menyerah, akhirnya laki-laki itu beranjak. Setelan jas rapi, dokumen kerja yang harus ia bawa, kaca mata, ponsel dan kunci mobil. Faris melangkah menuju bagasi setelah berpamitan kepada mbok Siti, ia akan melakukan sesuatu, setelah itu ia berjanji akan menyerahkannya kepada Tuhan.

         Mobil sport berklir hitam legam itu sepontan menjadi pusat perhatian, terlebih pengemudi yang baru saja keluar dari tunggangan mewahnya, tubuh atletis di balik setelan kasual, rahang tegas yang sedikit di tumbuhi jambang halus, dan jam tangan branded yang sama sekali tidak terlihat berlebihan, menambah kesan maskulin semakin melengkapi karisma yang terpancar dari tubuh Faris. Laki-laki berahang tegas itu mengenakan kaca matanya, menyebrangi jalan dan melangkah tegas memasuki toko. Tab,,, tab,, tab,, langkahnya seolah berirama dan terukur, sekilas laki-laki itu tersenyum kepada pejaga kasir, mata di balik kaca mata itu menatap bapak  penjaga kasir menyelidik. Faris segera mengenali pemilik toko itu, ia sudah bisa menerka lingkungan yang sedang ia hadapi beserta pemeran-pemeran utamanya. Faris segera memilih beberapa barang untuk sekedar mengalihkan perhatian, minuman kaleng, coklat, roti, senek, Faris tidak membutuhkan semuanya, tapi setidaknya ia harus membeli sesuatu agar tidak kentara, laki-laki itu mengambil semuanya secara acak, dan segera mengedarkan pandangan mencari sesosok mata sayu yang sangat berarti untuknya, bunga lembayung itu ada di rak ujung bagian deterjen, Faris mempertajam penglihatan, ya,,, itu benar-benar bunga lembayungnya, gadis itu terlihat sempoyongan membawa tumpukan belanja yang berjubun di dekapannya, ah,, bunga lembayung itu kenapa ia tidak membawa troli atau keranjang belanja,,,, Faris kembali melirik bunganya dan gadis itu melangkah ke arahnya,,, gadis itu benar-benar menuju ke arahnya, apakah gadis itu mengenalinya, apakah sekarang ia akan tertangkap basah, ah,, ia harus apa sekarang, ia tidak mungkin bersembunyikan,,,?? Akan sangat lucu jika gadis itu mengetahuinya,, Faris terdiam sejenak,, ia tidak bisa berfikir jernih karena terlalu gugup, gong yang bertalu-talu di jantungnya benar-benar mempermain kannya sekarang, laki- laki itu terlihat mengambil nafas lalu menghembuskannya berlahan, laki-laki itu tidak habis fikir bagaimana seorang Faris sosrodiharjo bisa kehilangan kendali di hadapan seorang gadis kecil. Faris kembali menghembuskan nafas menetralisir rasanya dan menatap kedepan kembali memilih barang, ia harus bisa nenangkan hatinya, mungkin saja gadis itu belum melihatnya, mungkin gadis itu hanya akan ke kasir karena tepat beberapa meter di sampingnya adalah kasir, ya mungkin saja,!!

" Pa,,pak Faris,,, " panggil Aisyah tak siap.

Faris mengambil nafas dalam-dalam, ia tau gadis itu akan memanggilnya, tapi seolah suara itu milik malaikat Izroil hatinya berdetak tak karuan, Faris segera menatap sang pemilik suara yang baru saja memanggilnya, dan seolah gerimis, bolamata kecoklatan itu segera menyendukan hati Faris, menyeretnya kedimensi memuakkan dan melemparnya jauh di negara antahbrantah tempat tubuh lemah adik kembarnya tergolek lemah, tempat rasa bersalah dan penyesalanya bermuara, mata kecoklatan gadis itu selalu mengingatkannya akan janjinya kepada Haris, janji itu,,,, janji yang membelenggunya.

" Oh,,, kamu,, putri mbok Siti,, " kata Faris segera mengalihkan tatapannya dari Aisyah,

" Bapak sedang membeli sesuatu,,, ??  Jika bapak membutuhkan sesuatu, biar saya saja yang membelikan "
Faris menggelengkan berat, bukan untuk mengungkapkan penolakan, tapi lebih karena bunga lembayungnya sedang sempoyongan menahan keseimbangan barang belanjaan yang berjubun, sedang ia sama sekali tidak mempunyai alasan untuk membantu.

" Bapak bisa menulis daftar barang-barang yang bapak butuhkan,, saya akan segera membawanya keVilla,,"

" Tidak perlu,, Saya hanya membeli beberapa senek untuk kemenakan sebelum pulang "

" Oh,,,, bapak akan pulang sekarang,,?? "

" Hem,,, besok saya ada pekerjaan, "
KLUTAAK,,!!  Satu botol pewangi pakaiyan terjatuh dari pelukan Aisyah.

" Perlu saya bantu,,,,??"

Tawar Faris sembari mengambilkan pewangi pakaiyan yang tergeletak di dekat sepatu pantopelnya ramah, namun terkesan dingin bagi gadis yang mendengar.

" Ti,, tidak perlu,,,, kasir sudah dekat, terima kasih,, mariii,,,"

Gadis itu beranjak, membuat sejenak kehampaan menyeruak di hati Faris, namun baru beberapa langkah barang di pelukannya berjatuhan, Faris tersenyum di belakang punggung Aisyah, wajah gadis yang baru menginjak usia 19 tahun itu berubah pasi, berharap tuan muda pemilik Villa itu tidaj menolongnya, tapi mustahil laki-laki sedingin kutup itu sudah berdiri di sampingbya.

" Seya harap kamu tidak lagi menolak bantuan ketika membutuhkan,,,, "

Faris segera berlutut dan memungut satu persatu barang-barang yang berserakan dilantai.

" Tri,,, trimakasih " ucap gadis itu kaku, lalu segera mengikuti langkah tuan muda pemilik Villa.



Embun Padang PasirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang