Written by : hyuckized
Pairing : Jaehyun x Jinan (OC).
.
.
.
Malam itu hujan turun mengguyur seluruh pelosok kota, membasahi apapun yang tak turut menghindar. Angin yang bertiup sangat kencang seakan memaksa semua orang untuk melindungi dirinya masing-masing dengan jaket, mantel, atau yang sejenis.
Semua orang terlihat terburu-buru, saat ini. Ada yang sedang berlari, berjalan cepat sembari melirik arloji yang melingkar ditangan masing-masing, atau mendorong koper masing-masing dengan telepon genggam yang menempel di telinga. Ya, semua orang terlihat terburu-buru di stasiun kereta malam ini kecuali Jinan dan Jae.
Kedua remaja itu saat ini sedang menduduki kursi tunggu, di sisi tempat pemberhentian kereta. Waktu mulai menunjukkan pukul 3 dini hari. Yang ditunggu Jinan, seperti biasa, tak kunjung datang menghampiri.
Dengan gelas kertas berisi cokelat panas yang kini mendingin di kedua tangan masing-masing, lelaki yang kerap disapa Jae itu menatap gadis disebelahnya. Ia menatap Jinan yang tengah menunduk dengan kedua mata yang tertutup.
"Nan, pulang aja, yuk? Sudah larut. Kalau terus-terusan begini, kamu bisa sakit." ujar Jae pelan.
Gadis berambut hitam itu menggeleng. "Jae pulang duluan aja, nanti Jinan bisa pulang sendiri kalau hujan mulai reda."
Terdiam sesaat, Jae menghela nafasnya. Melihat keadaan Jinan yang seperti ini hanya karena gadis itu tetap bertekad untuk menunggu cinta pertamanya kembali sangat menyayat hatinya. Fakta bahwa Jae menemani Jinan disaat ia terpuruk sangat menyayat hatinya.
Tidak inginkah ia menoleh?
"Kamu nggak capek nunggu? Ini udah tahun ke empat Jinan nunggu disini, ditempat yang sama dan dia belum balik-balik juga."
Jinan nggak tahu, Jae. Nggak tahu. Segala usaha Jinan saat ini memang terlihat sia-sia. Kamu menyaksikannya sendiri, bukan? Entah mengapa, untuknya Jinan merasa masih saja ingin mencoba. Lagi dan lagi. Berharap semuanya menjadi nyata meskipun Jinan tahu bahwa pada akhirnya semua hasilnya nihil. Berharap semuanya ada meskipun tiada.
"Dia nggak akan balik, Nan. Percayalah."
Hening sejenak. Bertahun-tahun lamanya Jae menemani gadis ini menunggu lelaki berengsek itu, tak pernah sekalipun ia mengatakan hal itu. Terdengar menyinggung, memang. Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Ucapan Jae sudah sampai sepenuhnya di telinga Jinan.
Jinan tak menggubris pernyataan Jae. Ia masih saja menunduk dan menutup matanya. Dalam hati, gadis itu membenarkan ucapan sahabatnya ini.
Dia mungkin tidak akan pernah kembali, tetapi apa salahnya berharap dan bersabar, menunggu sebentar lagi?
"Nggak mau noleh buat orang yang peduli sama kamu, Nan?" ujar Jae secara tiba-tiba, mengusir keheningan yang sebelumnya menyelimuti. "Nggak mau noleh buat orang yang mau bantu ngeringin luka kamu yang udah lama nggak diobatin?"
Sepasang netra milik lelaki itu menatap lekat wajah Jinan yang terlihat lelah. Sungguh, Jae hanya ingin Jinan bahagia. Bahagia bersamanya atau tidak, itu urusan belakangan. Tetapi entah mengapa, perasaan Jae yang sejak lama tak terbalaskan oleh Jinan malam ini membuncah begitu saja. Seperti telah mencapai puncaknya. Lelaki itu lelah melihat Jinan menunggu sesuatu yang tak kunjung datang, setiap malam sabtu selama berminggu-minggu hingga bertahun-tahun lamanya.
"Luka Jinan nggak bisa diobatin, Jae. Luka Jinan luka basah." Gadis itu membuka matanya. Ia membalas tatapan Jae yang selalu lembut selembut sutera lalu tersenyum sedih.
"Siapa bilang luka basah nggak bisa diobatin, Nan?" Jae tersenyum. Tangannya menepuk puncak kepala Jinan dengan pelan, lalu mengacak-acak rambutnya.
"Jae sendiri kenapa nungguin Jinan?" Gadis itu bertanya.
"Nggak butuh alasan, ah. Jinan 'kan kayak anak kecil," Jae melemparkan cengiran lebarnya. Ia mengangkat telapak tangan kanannya ke depan wajah Jinan. "Liat aja tuh, masa muka Jinan lebih kecil dari telapak tangan Jae? Nah, makanya. Kamu kecil. Kalau kemana-mana harus ditungguin, ditemenin."
Jinan hanya bisa tertawa. "Itu bukan alasan, Jae,"
Gadis itu sekarang sadar bahwa dia yang telah pergi dan tak kunjung kembali sudah menghapus Jinan dari kehidupannya. Mengapa dirinya harus bertahan?
Mengusap air mata kesedihan dari ujung mata usai bertekad untuk melepas yang ditunggu, Jinan bangkit dari posisinya.
"Pulang?" ajak Jinan. Tangannya menggenggam lalu menarik tangan Jae.
Lelaki itu mengangguk penuh semangat saat ia melihat senyuman Jinan yang kini terbit setelah lama terbenam.
"Pulang."
.
.
.
.
END
minggu, 13 januari 2019
jaehyun's birthday project :
one-shot story by @hyuckized❲ - # pulang. ❳
—ˏˋ 000 ˎˊ—
YOU ARE READING
Jaehyunisme
Fanfiction[ Special Jaehyun Birthday ] Kumpulan oneshot dari berbagai author Cover by : @babababye