Orang Ketiga

1.5K 124 38
                                    

Warning!!!
Just minishot
Republish
Yulti cast
Don't forget to vote and comments

Tiffany masih saja menangis dalam pelukkanku, setelah dia mengatakan semua hal tentang perpisahan. Jujur saja ini mengejutkanku, terlalu mengejukan untukku hingga rasa sesak merasuk dalam dadaku. Aku belum bisa melakukannya, aku belum sempat membayangkan untuk hidup tanpanya disisiku. Tapi aku sadar, aku harus menyingkirkan egoku, Tiffany bukan milikku seutuhnya. Aku harus melepasnya meskipun ini akan menyakitkan. Dia akan menikah dengan tunangannya Taeyeon.

"Dengarkan aku" ucapku melepas pelukanya dari tubuhku dan menangkupkan kedua pipinya dengan tanganku agar dia menatapku.

"Berhentilah menangis" lanjutku mengusap air mata yang memasahi pipinya. Melihatnya seperti ini membuatku tidak tega. 'aku juga merasakan hal yang sama dengamu Tiff' ucapku dalam hati. Aku menatap dalam ke matanya.

"Aku baik-baik saja, kembalilah padanya" kataku sekuat hati, berusaha mengatur semua pikiranku yang mengatakan bahwa aku tidak akan bisa hidup tanpamu.

Dia masih terisak di hadapanku, kini dia mengambil nafas panjang untuk menguasai dirinya.

"Maaf.." ucapnya dengan suara parau. Aku tahu tidak akan ada kata lain yang pantas untuk semua ini. hanya maaf, dan satu hal ini bukan salahmu Tiff, jangan ucapkan kata itu padaku.

"Aku mengerti Tiff.. aku yang seharusnya meminta maaf, harusnya aku tidak pernah masuk dalam kehidupann kalian.. maafkan aku sudah memberikan bimbang dihatimu selama ini" jelasku agar dia mengerti.

Ini semua kesalahanku. Aku terlalu memberinya banyak cinta hingga dia merasa berhutang padaku dan dia membalas cintaku untuk membayar semuanya. Sungguh bukan maksudku, aku tidak pernah berharap banyak. Mencintai satu pihak itu sudah cupkup untukku, tapi jika dia membalas itu semua tulus seperti yang dia katakan padaku. Bagaimana aku bisa menolaknya? Aku bukan orang yang munafik.

"Lebih dari cukup untukku kau ada disini, hari ini, bersamaku.. dan selanjutnya biarkan aku berhenti berharap untukmu" lanjutku memeluknya. Terlalu sakit melihatnya menangis seperti ini, terlebih lagi aku tahu dia menangis karenaku.

"Tapi aku tidak akan bisa melupakan cintamu bergitu saja" ucapnya dalam pelukanku dia mengeratkan tangannya pada tubuhku.

"Aku yakin cintanya akan mampu mengikis semua kenangan kita" kataku saat dia menatapku dengan wajah sendunya.

"Yul" panggilnya, sambil memukul bahuku. Dia tahu aku tidak akan pernah baik-baik saja jika seperti ini. dia sudah terlalu mengenalku.

"Aku baik-baik saja Tiff" kataku berusaha tersenyum lalu kembali menghapus air matanya di pipinya.

"Yul maaf...maaf karena aku membalas cintamu. Aku mencintaimu Yul" ungkapnya. Aku percaya semau kata-katamu Tiff. Aku sangat percaya.

"Iya aku tahu" kataku mengagguk.

"Ini sangat berat untukku aku merasa bersalah" katanya mengungkapkan persaannya saat ini. dia menyandarkan kepalanya dibahuku. Dan melihat kesegala arah dengan pandangan kosong.

"Karena kita memulai semuanya dengan salah"kataku mengusap punggungnya.

"Tidak perlu menyesal Tiff... aku yakin kau akan lebih bahagia dengannya karena dia adalah orang pertama yang menyetuh hatimu tidak akan pernah mungkin terganti, benarkan?" kataku berusaha menguatkan hatinya untuk namja lain yang bukan orang lain, dia sahabatku.

"Aku semakin sulit melepasmu" katanya melingkarkan tangannya di pinggangku.

"Perlahan... lakukan itu perlahan" kataku melepas tangannya yang melingkar di pinggangku, lalu menghadapkannya padaku

"Wajah ini terlalu jelek jika banyak air mata seperti ini, tersenyumlah terakhir kalinya untukku. Kau janji, kau harus bahagia bersamanya" ungkapku mengecup keningnya.

Dia tersnyum padaku, senyuman yang selalu membuatku luluh. Cantik. Aku tidak akan pernah bisa melupakannya.

Beep....beep..

"Yeoboseo?"

"...."

"Aku ada di pink cafe"

"...."

"Ne.."

"...."

"Nado"

"Dia akan menjemputmu?" tanyaku setelah Tiffany menutup sambungan telponnya.

Dia hanya mengangguk, lalu menundukan kepalanya.

"Kalau bergitu aku pergi.. annyeong Tiffany" kataku mengacak-acak rambutnya berusaha tersenyum meskipun perih.

"Tunggu" katanya menahan tanganku hingga aku berbalik menghadapnya. Tanpa ku tahu dia sudah berdiri lalu menautkan bibirnya padaku. Ini ciuman terakhir kami, dia melumat bibir atas, bawahku secara bergantian. Dia sudah tidak peduli dimana kami melakukannya. Ciuman penuh nafsu ini. Dulu dia tidak pernah melakukannya sejauh ini Iidahnya menerobos masuk kedalam mulutku. Aku hanya mampu mengimbanginya. Hingga kami merasa membutuhkan udara untuk bernafas, kami menyudahi ciuman tadi.

"Untuk terakhir kalinya" katanya mengelap bibirku yang terkena lipsticknya.

"Jangan pasang wajah seperti ini padanya, tersenyumlah" kataku juga mengelap bibirnya yang basah karenaku.

"Aku pergi" itu kata-kata terakhirku.

Dan akhirnya, semuanya terjadi. Tapat di hari ini semuanya berakhir. Kisah cinta penuh kasih sayang yang terlarang. Aku terlalu bodoh untuk menahan semuanya agar tidak pernah terjadi. Sekarang rasa manis yang kurasakan diatas pengkhianatan yang ku buat harus berubah menjadi pahit. Aku tahu ini akan terjadi cepat atau lambat. Aku harus melepasnya, meskipun aku tahu rasa sakitnya akan ku bawa sampai ku mati. Tapi aku yakin ini jalan terbaik untukku dan juga dirinya.

'Kau harus bahagia dengannya Miyoung ah' gumamku berjalan meninggalkannya tanpa sekalipun menoleh.

-End-    

OneshotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang