Harapan Arem terwujud begitu dia dan Ana tiba di lokasi tujuan. Pengunjung taman yang mereka datangi tidak begitu banyak. Arem suka sesuatu yang tak begitu ramai orang. Pemilihan waktu yang dia tentukan dengan Ana tepat. Insting bisnis rupanya bisa digunakan untuk hal-hal semacam kencan seperti sekarang.
"Aku sudah lama tak mengunjungi taman ini. Mungkin ketika usiaku sekitar 17 atau 18 tahun," celoteh Ana diiringi tingkah melepas seatbelt.
"Wow itu sudah sangat lama. Sepuluh tahun tak terasa dan kau sudah tumbuh menjadi wanita cantik sekarang."
Ana terkekeh pelan. "Aku memang sudah cantik sejak lahir. Itu kata orang tuaku."
"Dan aku ada di pihak mereka."
Suara tawa memenuhi mobil. Mereka keluar dan langsung disapa dengan udara segar.
Memang sudah sangat lama. Dulu, Ana kesini hanya seorang diri. Dan siapa sangka sekarang ia bersama seseorang. Benar kata Arem, waktu memang tak terasa dan tahu-tahu sudah seperti ini itu.
"Siap jalan princess?" Arem mengulurkan tangan kirinya. Sementara tangan kanan sudah menenteng bekal makanan mereka.
Ana tersenyum mendengarnya. "Panggilan baru untukku lagi setelah queen?" Ana menerima uluran tangan Arem. Saling bergenggam satu sama lain.
"Ada perbedaan untuk panggilan itu."
"Oiya? Jelaskan padaku. Aku tak keberatan dengan panggilan yang tadi."
"Princess untuk penampilanmu yang sekarang. Aku begitu gemas dengan wajah berseri-serimu selama perjalan kita. Sudah ada berapa orang yang kau gosipkan untukku?"
"Tidak banyak kok. Hanya 8 saja." Ana merajuk. Dia merubah genggamanya menjadi gelayutan di lengan Arem. "Lalu untuk queen?"
"Queen?" ulang Arem dan mendapat anggukan dari Ana. "Queen seorang wanita yang punya kekuasaan hampir mendominasi seperti king. Dan hal itu hanya bisa kau dominasi saat kita..." Arem menghentikan langkahnya, merunduk membisikan sesuatu ke telinga Ana.
Arem terkejut mendapat pukulan bar-bar dari Ana. Meski terkejut, namun dia bahagia karena berhasil menggoda Ana.
"Hei tunggu aku," teriak Arem. Wanitanya berjalan lebih cepat usai menghujani pukulan bar-bar untuknya.
"Princess, taman bisa dinikmati kalau kau berjalan santai, bukan cepat seperti itu," imbuhnya.
"Kau harus sering-sering pergi ke tempat seperti ini untuk menyegarkan otak mesummu itu," ucap Ana berbalik badan.
Ana cemberut, Arem tertawa puas. "Oke-oke, maafkan aku," katanya. Dia meraih tangan sang wanita dan membungkusnya ke dalam saku jaket.
Lokasi yang Arem dan Ana kunjungi sekarang merupakan taman dengan desain jalan tangga. Namun tidak semuanya tangga, masih ada jalur jalan rata bagi mereka yang tak ingin terlalu lelah.
Akan tetapi langkah yang Arema dan Ana ambil adalah jalur tangga. Mereka memutuskan untuk melihat puncak kota dari sana. Untuk itulah Ana berinisiatif membawa bekal meskipun di lokasi yang mereka tuju juga ada penjual. Namun, apa salahnya membawa sendiri? Toh dirinya dan pria yang Ana kencani sekarang sama-sama menyukai masakan rumah.
Di tengah-tengah perjalanan, Arem menangkap sebuah patung yang mencuri perhatiannya. Patung tersebut terletak di tengah jalan. Bentuknya unik dengan model patung yang lucu.
"Berhenti di sini," kata Arem.
"Ada apa?" tanya Ana.
"Aku ingin foto di sana. Kau foto aku dari sini."

KAMU SEDANG MEMBACA
US
KurzgeschichtenUS Cerita pendek dari berbagai pemeran dalam kisah romantis Kamu bisa menemukan kisah romantismu disini. Karena ini tentang US