Ana terbangun dari lamunannya ketika seorang office boy (OB) menawarkan teh yang ia pesan telah jadi. Waktu istirahat Ana gunakan untuk ke bagian ruang dapur daripada kantin kantor. Bukan ada alasan, hanya saja, wanita berusia 27 tahun ini hanya sedang ingin menghindari keramaian. Lagi pula, hari ini Ana memiliki janji bertemu dengan calon kliennya.
Bagi Ana, ketika ditunjuk sebagai orang yang menemui klien, adalah hal menjengkelkan untuknya. Bukan bermaksud tidak profesional, tapi menurut Ana, dirinya selalu menjadi korban dengan klien yang mungkin tidak pernah "beres".
"Aku sedang menikmati tehku sebelum berperang," ucap Ana, menjawab pertanyaan dari yang menelepon. "Mungkin 15 menit lagi aku akan bersiap-siap. Masih ada banyak waktu menuju TKP," lanjut Ana.
Dalam tiga kali tegukan, Ana menikmati teh buatan OB yang bernama Tommy ini. Seperti biasa, acungan jempol diberikan oleh Ana sebagai pujian serta tak lupa ucapan terimakasih sebelum meninggalkan ruangan dapur.
Ketika sampai ruangan, Ana dikejutkan dengan rekan kantornya yang mendadak datang dengan membawa tas kecil warna pink. Kalau tidak salah, itu adalah tas make up. Dia adalah Diana, wanita yang begitu peduli dengan penampilannya. Setiap lima menit sekali, teman Ana ini selalu mengecek wajah dengan kaca kecil yang selalu dibawa.
"Ana, aku oles sebentar," kata Diana sambil mengambil bedak. "Kau tidak tahu siapa yang akan kau temui."
"Hei, sebentar," Ana mencegah gerakan tangan Diana sebelum brush berhasil menyapu pipinya. Diana mendesah, sudah tahu bakal seperti ini.
"Penampilanmu kurang wah. Gosip mengatakan jika klien kali ini begitu tampan. Mungkin dia akan terpikat denganmu. Kau pernah bilang ingin segera menikah sebelum usia kepala tiga bukan?" ucap Diana panjang lebar.
Namun Ana tetap menolak. Ia justru merampas kaca kecil di tas Diana. Mengecek wajahnya. Masih baik menurutnya, hanya perlu tambahan lipstik. Lalu Ana merogoh lipstik pribadinya di tas.
"Aku hanya perlu ini," Ana tersenyum. Bergegas mengambil beberapa dokumen serta tas. Tidak lupa melambai ke Diana yang gagal mewarnai wajahnya.
***
Masih setengah jam dari waktu yang dijanjikan. Sambil menunggu sang klien, Ana memilih menunggu sambil membaca novel favoritnya. Sudah 12 kali Ana menamatkan dan tidak ada kata bosan. Penulis ini berhasil memikat Ana dengan kalimat-kalimat yang ia tulis. Ana sampai hafal di halaman berapa kalimat kesukaannya.
Diana, yang juga merupakan teman dekat Ana sejak dua tahun yang lalu mengeluh untuknya kenapa tidak bosan membaca satu novel berkali-kali. Bukankah ending-nya sudah bisa ditebak? Itu yang selalu diucapkan Diana.
"Nona Ana dari Perdana corp?" sapa sebuah suara yang membuat Ana mendongak. Detik itu juga, novel yang dipegangnya jatuh ke lantai.
Perasaan ini, seolah kupu-kupu beterbangan yang memberikan sensasi mual dan dada sesak dirasakan oleh Ana sekarang. Mata Ana mengikuti pergerakan pria yang tampak mengambil novel miliknya.
"Dia juga penulis favoritku," katanya, kemudian meletakkan novel milik Ana ke meja. "Aku Keenan Park dari Shinwa corp, klien yang membuat janji denganmu," pria di depannya ini kemudian mengulurkan tangan ke arah Ana.
Sementara Ana yang masih dalam suasana terkejut hanya memandangi uluran tangan pria bernama Keenan Park itu. Tidak ingin suasananya menjadi kacau, Ana berdiri dan meminta izin ke kamar mandi tanpa melihat wajah kliennya.
***
Ana tidak akan selilung ini, jika bukan masa lalunya dengan Keenan Park. Tujuh tahun yang lalu, mereka putus sebagai pasangan kekasih. Ana kira, hubungannya dengan Keenan akan berlanjut ke jenjang serius, yakni pernikahan. Bahkan mereka memutuskan akan menikah ketika sudah lulus kuliah.

KAMU SEDANG MEMBACA
US
Cerita PendekUS Cerita pendek dari berbagai pemeran dalam kisah romantis Kamu bisa menemukan kisah romantismu disini. Karena ini tentang US