I do not own the story
Original story by Esile the Raven.
.
Beberapa ibu tetangga yang mendengar soal Hyunbin, mengunjungi Minhyun karena cemas. Setelah melihat bahwa Minhyun ternyata bisa merawat si bayi baik-baik, mereka tampak lega. Menjelang Desember, banyak sekali acara keluarga, jadi para ibu itu meminta maaf pada Minhyun karena tidak bisa membantu banyak.
Paling tidak mereka mengajariku merawat bayi lebih efisien, pikir Minhyun, mengocok botol susu dengan cepat. Sudah seminggu lebih sejak ia menemukan Hyunbin di depan rumahnya, dan ia sudah mulai terbiasa merawat bayi yang sepertinya tidak pernah kehabisan energi itu.
Hari-hari pertama sangat melelahkan sih.
"MAAIIIIFFFHH!" pukul tiga pagi bayi itu berguling-guling dan menampar-nampar muka Minhyun. Bukannya sakit atau apa, tapi dengan jeritan seperti itu, siapa yang tidak bangun? Karena di rumah neneknya sudah tidak ada keranda bayi, Minhyun terpaksa berbagi futon dengan Hyunbin. Biasanya dia tidur di ranjang, tapi bahaya untuk Hyunbin kalau sampai jatuh.
"Hnnnnn!?" Hyunbin akan terdiam kebingungan jika Minhyun bersembunyi di bawah selimut, berusaha meneruskan tidur. Dengan penasaran dia akan memukul-mukul gundukan di bawah selimut sebelum berusaha memanjatinya.
Lalu muntah.
Minhyun sungguh bersyukur atas mesin cuci neneknya yang punya fungsi mengeringkan, karena dia tidak tahu harus bilang apa jika tetangga lewat melihatnya menjemur futon. Bisa-bisa dia dikira mengompol. Meskipun sudah banyak yang tahu bahwa ia sedang mengurus bayi, tetap saja mereka bisa curiga, bukan?
Yang paling mengerikan: mengganti popok.
Hari-hari awal, Minhyun sudah muntah tiga kali. Awalnya Hyunbin terdiam. Diam begitu saja, duduk entah di lantai dapur atau apa. Terus duduk sampai Minhyun melewatinya dan menghirup udara beracun yang dikuarkan si bayi—barulah ia sadar bahwa Hyunbin perlu ganti popok.
Minhyun selalu kehilangan nafsu makan tiap kali melihat tangannya—setelah semua horor yang menimpa tangannya itu. Tiap Hyunbin terdiam, maka itu horor bagi Minhyun. Pada saat-saat itulah, ia sungguh menyesali nasib, membenci Hyunbin, dan kesal dengan semua hal. Rasanya ia ingin menyerah saja. Ingin menganggap Hyunbin tidak ada.
"Maaiiiifff..." Hyunbin tak berhenti merangkak mengikutinya, meskipun Minhyun terus menerus menghindarinya di dalam rumah. Setelah mengganti popok, Minhyun terus saja menghindari Hyunbin. Ia tidak perlu lari, cukup berjalan cepat, tapi bayi itu merangkak tak kalah gesitnya.
Tapi jika Minhyun memutuskan kabur ke lantai atas, Hyunbin akan menangis ketakutan. Ia tidak cukup tinggi untuk merangkak ke atas.
"Maaaaiiiiff...!? M-Maaaiiff...? U-Uuuunnggh..hhuu...mm..."
Dan Minhyun, meskipun tahu bahwa dirinya bertindak kejam, menulikan diri dan masuk ke kamarnya. Baru saat ia sendiri, ia bisa menenangkan pikirannya. Kenapa dia harus menerima semua ini? Apa ini tidak terlalu berat untuk anak SMP? Ia selalu berpikir begitu, menghiraukan tangisan Hyunbin di lantai satu.
Tapi hari itu, tangisan Hyunbin berhenti. Minhyun menyadarinya—rumah itu sepi. Mau tidak mau, meskipun ia sudah memutuskan bahwa ia membenci Hyunbin, ia merasa cemas. Salahku jika dia terkena sesuatu, pikirnya gugup.
Saat ia keluar dari kamarnya, Minhyun dikejutkan oleh rambut hitam yang mencuat dari ujung tangga. Ia cepat-cepat menyambar Hyunbin dari anak tangga.
"Maaiiiff! Foooff~!"
"Uuuh, untung saja..." Minhyun menghela napas lega, membiarkan Hyunbin menepuk-nepuk wajahnya dengan girang. Lebih dari itu, si bayi tampak begitu riang, seakan ia berhasil, tidak menangis lagi. Minhyun juga tertawa.
Sejak saat itu, meskipun Hyunbin memuntahinya atau harus ganti popok, Minhyun tidak pernah lagi marah. Dan ia berjanji tidak akan membiarkan Hyunbin memanjat tangga lagi sampai ia sudah cukup besar dan bisa berjalan.
Ada suatu pengertian di antara mereka. Meskipun Hyunbin masih bayi, dan meskipun Minhyun hanya anak SMP. Hyunbin yang awalnya akan menangis jika ditinggal oleh Minhyun, sekarang tidak pernah menangis lagi. Ia akan terus mengikuti Minhyun, bahkan berusaha berdiri untuk meraih gagang pintu, atau memanjat tangga.
Minhyun tidak pernah jijik lagi dengan Hyunbin. Karena ia mengingat bagaimana ibunya meninggalkannya, dan hal yang sama terjadi pada Hyunbin. Dan ia mengingat bahwa ibunya juga pernah merawat dirinya—tanpa sedikitpun merasa jijik.
Aku harus menjadi orang yang seperti itu untuk Hyunbin juga, pikirnya tiap kali harus menguatkan diri. Karena, kalau bukan dia, siapa lagi? Seandainya dia yang berada di posisi Hyunbin, dan tidak ada yang bisa mengurusinya tanpa merasa jijik...dia pasti merasa sangat sedih dan tidak dicintai.
Dan Minhyun dalam hati sudah berjanji pada orang tua Hyunbin—saat membaca surat itu, meskipun itu surat untuk neneknya. Tidak ada orang lain untuk Hyunbin bergantung saat ini.
Tolong sampaikan padanya bahwa kami sangat menyayanginya. Tolong pastikan ia merasa disayangi.
Dia akan memastikan Hyunbin merasa disayangi.
"Apba!" seru Hyunbin, memeluk kaki Minhyun. Sekarang dia sudah bisa berdiri, meskipun masih belum bisa berjalan. Minhyun nyengir lebar dan mengusap-usap kepala agak botaknya itu, menyodorkan botol susu.
"Susu dulu?"
"Hnn! Apba?"
"Sebentar lagi makanannya siap kok," ujar Minhyun, tetap menawarkan botol susu. Hyunbin terkikik dan mengambil botol susu tersebut, masih memeluk kaki Minhyun sambil meminumnya. Sepertinya sedikit-banyak, mereka sudah bisa mengerti satu sama lain.
"Aghuu!" seru Hyunbin, menunjuk ke arah jendela. Minhyun mematikan kompor dan menoleh, matanya juga melebar. Baru kemarin Minhyun mengajari Hyunbin beberapa kata benda.
Dan lebih dari salju yang turun di luar rumah itu, yang membuat Minhyun merasa sangat bangga adalah celotehan Hyunbin dalam usahanya mengatakan 'salju'.
.
.
Extra: NAA!
Minhyun harus pergi sebentar untuk belanja, jadi saat ini beberapa ibu-ibu tetangganya membantu menjaga Hyunbin di rumah. Sayangnya bayi agak botak itu seperti belut, susah ditangkap dan tidak mau ditangkap.
"Hyubinnie, sini yuk, makan dulu?" Hyunbin merangkak kabur dengan orang asing di belakangnya berusaha menyuapinya.
"NAA!" jeritnya, lalu masuk ke kloset penyimpanan di ruang tengah.
"Hyunbinnie, sini mandi dulu—"
"NAAA!" Hyunbin menjerit-jerit memberontak bagai kucing saat ia sedang diangkat untuk dimasukkan ke dalam bak berendam. "NAAAAA!"
Setelah itu si kecil akan meringkuk di dalam kloset ruang tengah, mendesis marah pada ibu-ibu yang mencoba membawanya keluar.
"Hei, Hyunbin, ayo keluar!" Hyunbin dengan cepat menoleh dan berteriak;
"NAA!"
Minhyun tersenyum berbahaya. Hyunbin mengerjap. Ia tidak menyangka bahwa yang barusan memanggilnya adalah kakaknya. Setelah itu Minhyun berjalan pergi sementara Hyunbin merangkak mengejarnya.
"Muuuuff!" rengek Hyunbin.
"Naa!" balas Minhyun.
Para ibu tetangga yang melihat ini berpikiran sama.
Kenapa...Minhyun seperti gadis yang mengambek dan Hyunbin seperti pacarnya yang berusaha minta maaf...?
.
.
TBC
.
.
Halooo maaf aku telat update huhu
Sebagai gantinya aku bakal double update! Uhm atau triple aja ya???
Sampe ketemu di chap selanjutnya!
dinodeer.
KAMU SEDANG MEMBACA
baby hyunbin ♕ minhyunbin ♔
FanfictionSuatu hari, Minhyun menemukan seorang bayi di depan teras rumahnya. Kisah kedua anak laki-laki ini tak bisa terlepas dari satu sama lain sejak hari bersejarah itu. Seiring pertumbuhannya apakah Hyunbin tetap ingin menjadi adik bayi Minhyun? Remake...