Dear

1.5K 219 114
                                    

I do not own the story.
Original story by Esile the Raven.

.

.

"Minhyun!" Taemin berseru lega melihat saudara tirinya keluar dari lift. Minhyun tertawa gugup dan memeluk kakak tirinya itu, juga lega. "Oh, Hyunbin juga di sini!?" Taemin tersenyum riang. "Kalian tidak apa-apa, kan? Pasti haus, ya...Bagaimana kalau makan malam sebelum ke apartemen? Hyunbin, ikut juga...Sudah lama kita tidak bertemu..."

"Ah, tidak," Hyunbin tertawa kecil, "Besok aku harus sekolah. Sebaiknya aku kembali ke apartemen sekarang." Ia mengangguk pada Minhyun dengan tatapan penuh arti. "Ketemu lagi ya, dear Hyung~"

Hyunbin tertawa dalam hati melihat perubahan warna di wajah Minhyun, sebelum melenggang pergi dengan tangan dalam kantong. Ia harus berjalan agak jauh dari Seoul Opera City untuk mencapai halte—dia sedang tidak ingin naik taksi—dan saat sudah mendapat duduk di bus, ia teringat lagi kejadian-kejadian malam itu.

Lotus melambangkan karma.

Karma karena ternyata diam-diam memiliki perasaan padanya?

Remaja itu nyengir-nyengir sendiri dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Dasar gila.

~.X.~

Sayangnya Hyunbin tidak bisa tidur karena banyak suara ribut dari kamar sebelah apartemennya. Ia hanya bisa tidur tiga jam sebelum terbangun oleh suara orang-orang di luar. Akhirnya ia membuat kopi dan memasang headphone, meneruskan mengedit rekaman interview dengan Minhyun.

Suara Minhyun membuatnya nyaman, bisa-bisa ia tertidur lagi. Hyunbin meletakkan kepalanya di meja dan memandangi setumpukan surat tawaran beasiswa dari berbagai universitas, lokal maupun mancanegara. Hyunbin tahu dirinya bisa menjadi apa saja. Tapi ia masih bimbang. Ia tidak bohong ingin bisa bekerja sesuka hatinya, dari tempat tidur...Tapi ia melihat ayah Taemin. Beliau memiliki perusahaan sendiri, namun saking cintanya dengan pekerjaannya, pria itu selalu sibuk.

Taemin juga, dari yang Hyunbin dengar di berita, pemuda itu sedang mengerjakan proyek senilai sepuluh milyar won, dan pastinya selalu sibuk. Tidak perlu jauh-jauh, ayah dan ibu Hyunbin sendiri sampai sekarang masih sangat passionate dengan pekerjaan mereka. Malah mungkin lebih passionate dari saat meliput bencana, saat ini mereka sedang berbaur dengan Suku Korowai, kanibal yang masih ada di Papua Nugini dan kotak chat ponsel Hyunbin terpaksa ia bungkam karena ayah dan ibunya tidak berhenti mengirimkan foto-foto menjijikkan.

Lalu ia melihat Minhyun dan makin bimbang. Minhyun tampak sangat cantik, sangat bercahaya, sangat bahagia berada di panggung. Hyunbin dikelilingi oleh orang-orang yang sangat mencintai pekerjaan mereka, meskipun itu artinya mereka mengorbankan waktu luang mereka berada di rumah. Remaja itu ingin bisa menemukan pekerjaan yang bisa membuatnya bahagia, tapi ia juga menyangsikan kesibukan yang mengikuti pekerjaan semacam itu.

Ternyata ia tertidur di meja, dan laptop-nya melengkingkan alarm lewat headphone, membuat Hyunbin nyaris tuli. Remaja itu segera bersiap ke sekolah, menyambar roti seadanya dari lemari es dan segera keluar dari apartemennya...

"Oh," Hyunbin mematung di tempat melihat Minhyun sedang mengangkat kardus berisi kertas-kertas, sama kagetnya. "Hyunbin...?"

Hyunbin menarik kembali roti tawar dari mulutnya.

"Minhyun—kamu tinggal di sini?" Hyunbin menatap kartu kunci yang mencuat dari saku celana Minhyun, menunjukkan angka kamar yang berada tepat di sebelah kamarnya. Senyum merekah di wajahnya. "Kenapa tidak bilang saja kalau mau mengejarku, sih? What a dork~"

baby hyunbin ♕ minhyunbin ♔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang