Dia Berubah

177 9 0
                                    

Setelah kelulusan aku berencana melanjutkan ke SMK Negeri di Pangkalpinang dengan mengambil jurusan Administrasi Perkantoran.

Kami semua benar-benar terpisah sekarang, ada yang di SMA dan SMK Bangka Belitung. Bahkan ada yang di luar Bangka Belitung.

Sudah hampir 6 bulan aku dan Anca tidak bertemu, jujur aku sangat merindukan si jengkel itu.

Tapi semenjak 6 bulan ini juga dia berubah, terakhir kami berbicara pada saat UN hari kedua.

Tak ada lagi Anca yang menjengkelkan, tak ada lagi canda gurau dari Anca dan tak ada lagi senyum manis yang menenangkanku.

Tapi disini aku mendapatkan teman baru, ya walapun di kelasku dipenuhi banyak perempuan dan hanya 3 orang lelaki.

Dan disini juga aku mendapatkan LTC sebuah grup yang isinya adalah 7 orang yang bobrok, sangat-sangat bobrok.

"Kenapa Rin, kok murung sih?" Sitha mengagetkan ku. Aku menatap Sitha lekat-lekat dan membuat Sitha merasa heran kepada ku.

"Woy kesambet setan apa kamu?" Sitha menggoncangkan tubuhku. "Apasih sayang?" tanyaku tanpa ekspresi.

"Ya Allah, Alya sini." Sitha menarik Alya menuju kearahku. "Ada apa?" tanya Alya.

"Noh si bontot kesambet." Sitha menunjuk kearahku, dan aku hanya tersenyum.

"kenapa Rin? Nggak ada angin, nggak ada hujan pagi-pagi gini senyum nggak jelas." Alya mengangkat sebelah alisnya.

"Nggak kenapa-napa. Cuma rindu seseorang aja." Ucapku. "Ohh si gembul." Ucap Sitha dan Alya serentak.

Jujur sejauh ini hanya grup LTC saja yang mengetahui perasaanku terhadap Anca, Dinda dan Septi saja tidak mengetahui hal ini.

"Tha." Panggilku. "Kenapa lagi?" tanyanya tanpa menoleh kearahku.

"Sitha sayang." Aku menggoda Sitha. "Ihh aku masih normal Rin." Sitha mendelik jijik, aku sangat suka menggoda Sitha dari pada 6 orang yang lainnya. Karena menurutku Sitha sangat berbeda.

Tampangnya saja menyeramkan sebenarnya dia orang yang sangat penyayang dan sangat perhatian.

"Tha, kali ini serius." Ucapku. "Apalagi sih?" tanyanya kesal. "Yang dateng kesekolah kita dari sekolah mana aja?" tanyaku penasaran.

"Semua sekolah yang ada di Bangka ini lah, tapi sekolah negeri aja. Gembul ada loh" Ucap Sitha yang seakan-akan tau apa yang sedang aku pikirkan.

"Beneran?" tanyaku bersemangat. "Iye bontotku tersayang, mau nggak kedepan?" Sitha mencubit pipiku gemas.

"Ya maulah, sekalian aku kenalin sama dia." Ucapku sangat bahagia. "Bahagia banget." Celetuk Iis.

Sembari berjalan sengaja aku sebarkan pandanganku kesemua arah hanya untuk menemukan dirinya, dan 5 menit usahaku tak sia-sia.

Aku berlari kearahnya dan meninggalkan temanku yang lainnya, "Anca." Teriakku.

Tunggu, aku memberhentikan lariku. 'Suasana ini sangat berbeda, Anca kenapa kau berubah?'

Rasa kecewa bercampur sedih menyebabkan dadaku terasa sesak, tapi aku berusaha meyakinkan hatiku. Ini semua hanyalah perasaanku saja, tidak mungkin Anca berubah begitu saja hanya karena jarang bahkan tidak pernah bertemu lagi.

"Anca." Panggilku sekali lagi tapi ia tak menoleh kearahku, aku mendekat dan menepuk pundaknya.

Dia berbalik kearahku tapi pandangannya sudah berubah, tidak seperti biasanya.

"kamu mau kemana?" terlihat Anca sedang menggenggam tangan seorang perempuan.

"Aku hanya sebentar, ngobrol aja sama temen kamu." Yah tidak salah lagi perempuan itu adalah Dhea, tapi kenapa dia seperti tidak menyukaiku. Sebenarnya apa yang sedang terjadi?

Aku hanya diam melihat perlakuan mereka berdua. Aneh, tidak seperti biasanya Anca mengacuhkan aku. Tapi sekarang aku seperti orang ketiga diantara mereka berdua dan aku benci kondisi ini.

"Dhea tunggu." Anca berusaha menghentikan Dhea tapi dia malah pergi meninggalkan Anca begitu saja.

Anca ingin mengejar Dhea tetapi aku malah menahan tangannya, aku hanya ingin meminta penjelesana tentang apa yang sebenarnya terjadi.

"Anca tunggu." Ucapku, "Kenapa." Ucapnya ketus. Aku tak mengerti kenapa Anca berbicara seperti itu kepadaku?

"Dhea kenapa?" tanyaku penasaran. "Ini semua gara-gara kamu, udahlah Rin. Nggak usah deketin aku lagi, kamu tau aku sama Dhea putus dan itu semua karena siapa kamu tau? Karena KAMU." Tak terasa air mataku mengalir begitu saja mendengar apa yang diucapkan Anca.

"Eh kamu, gila ya. Nggak seharusnya kamu ngebentakin perempuan dimuka umum." Sitha membentak Anca.

"Udahlah Tha, aku nggak apa-apa kok. Ayo balik." Aku cepat-cepat menarik Sitha.

"Itu yang namanya Anca? Nggak ada sopan-sopan amat sama perempuan, dia yang punya masalah malah nyalahin orang lain. Nggak punya otak banget jadi orang, tunggu aja kalo ketemu aku bejek-bejek tu anak." Ucap Alya geram.

"Udahlah Al, lagian aku nggak apa-apa kok beneran." Aku tersenyum dengan terpaksa.

"Udah deh dek, nggak usah bohong. Kita ini tau kamu itu sakit, dan kamu sendiri udah lihatkan dia kaya gimana. Mending kamu nggak usah suka sama itu anak." Erika menasehatiku.

Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku seakan-akan berperan seperti seorang yang jahat diantara Anca dan Dhea. Apa salah aku? Aku benar-benar tak mengerti.

Anca. Kenapa dia berubah menjadi pria ketus seperti itu, ada apa ini sebenarnya. Siapapun beritahu aku apa yang sebenarnya terjadi. Dan aku tidak mengerti apa yang membuat Anca membenci diriku pada saat itu.

#######

"Rin." Iis membangunkanku. "Hmm kenapa?" tanyaku yang masih dengan posisi tidur.

"Ini itu udah siang, bukannya bangun." Iis membuka tirai yang menutupi sinar mentari yang ingin menyinariku.

"Silau." Aku menyipitkan mataku, "Ayo bangun. Bangun." Iis menarikku hingga menyebabkan aku tersungkur kebawah.

"Bangun bontot." Tunggu itu Sitha, aku cepat-cepat bangun dan membuka mata. Jika tidak aku akan mandi pagi diatas kasur.

"Nah itu baru bagus, kan nggak perlu repot-repot ambil air." Ucapnya terkekeh, ingin sekali aku pukul kepalanya dengan pohon kelapa.

"Hari ini hari minggu loh, nggak mau jalan-jalan?" Teriak Alya dari luar. Suaranya memenuhi seluruh ruangan sampai-sampai Yaya mengomel tak berkesudahan.

"Kak Alya, telinga aku sakit gara-gara denger teriakan kakak." Teriak Yaya tak kalah kencang, pagi-pagi begini sudah mendengar teriakan 2 anak perempuan yang benar-benar menyakitkan telingaku.

"Noh anak kecil aja marah, apalagi yang dewasa coyy." Protesku, "Cepetan mandi, Yaya mau ikut nggak. Sekalian sama bi Mirna aja." Ucap Sitha.

LTC, aku beruntung memiliki mereka. Aku beruntung memiliki 6 kakak yang sangat menyayangiku walaupun bukan kakak kandungku tapi aku sangat beruntung memiliki mereka.

Mereka tau cerita hidupku seperti apa dan mereka tau cerita cintaku sepahit apa.

###########

Gimana? sampai disini masih ada yang bingung sama alur ceritanya? ana harap nggak ada yang bingung ya..

Semoga selalu terhibur dengan cerita DAWSH...

Jangan lupa voment ya sahabat sholeh dan sholehah... jangan pada sider. sama-sama belajar menghargai ya...

Salam sayang



Badriatul Fadilla

Dear Allah, why should him?Where stories live. Discover now