Kebodohanku

199 11 2
                                    

Entah dari mana sebuah kabar menyebar begitu cepat tersebar mengenai diriku dengan Fajar yang diberitakan bahwa aku dan dia sedang menjalin hubungan.

Fajar merupakan murid pindahan dari Bandung. Ya aku akui dia memang tampan, bahkan lebih tampan daripada Anca.

"Ihh Rin. Beneran nggak sih itu berita?" tanya Idlia yang cemas. Yups, aku tau dia juga menyukai Fajar.

"Kamu lebih percaya sama aku atau orang-orang yang suka gosip itu?" aku berusaha meyakinkan dia. Aku tidak ingin membuat hatinya hancur, karena aku tau betapa sakitnya patah hati itu.

"Percaya sama kamu. Tapi." Ucapnya sedikit ragu. "Idlia. Aku sama Fajar itu hanya temen biasa, kamu nggak perlu khawatir." Aku mencubit pipinya gemas.

"Rinn." Teriak Fajar dari jauh "Kenapa?" tanyaku. "Kamu udah denger berita tentang kita belom?" dia tersenyum senang. Hah? Aku tidak bisa membaca pikirannya, ada apa dengan dirinya?

"Udah. Gila ya, siapa sih yang nyebarin berita kaya gitu. Gemes aku sama orangnya pengen aku tabok tuh mulut." Ucapku kesal.

Tringg tringg tringg

"Sebentar aku angkat telpon dulu." Anca menelopon ku, tumben sekali. Harus kah aku berteriak kegirangan atau berguling-guling riang dilapangan. Tidak tidak , itu terlalu berlebihan.

"Assalamualaikum. Kamu beneran pacaran sama anak baru di kelas kamu itu?" tanyanya to the point tanpa sempat mendengar jawaban salamnya.

"Waalaikumusalam." Pikiran jahilku kembali memutari otakku, waktunya beraksi.

"Kalo iya kenapa?" Aku yakin dia pasti akan memarahiku. Jika saja aku bisa melihat ekspresinya pasti aku sudah terbahak-bahak.

Tut tut tut

'Hah? Dia mematikan telponnya! Tidak biasanya.'

"Aneh." Aku terkekeh sendiri tanpa memperdulikan Fajar dan Idlia yang heran melihatku.

"Rin. Pulang aku yang anter, nggak ada penolakan." Ucap Fajar dan pergi meninggalkan kami berdua.

"Tuh kan Rin." Ucap Idlia kecewa, "Tenang, aku akan usaha untuk kamu." Aku menepuk bahu Idlia.

"Aku pulang dulu, selamat bercemburu ria." Aku menggoda Idlia dan langsung berlari takut akan pukulan mautnya.

"Rin." Panggil Fajar ditengah lampu merah. "Kenapa?" tanyaku. "Aku mau ngomong sesuatu sama kamu." Tanpa memperdulikan perkataannya aku malah sibuk mengecek handphoneku yang sedari tadi dipenuhi dengan chat dari orang-orang yang kepo.

"Lah, kok malah kesini bukannya pulang." Protesku kepada Fajar yang membawaku pergi ke Taman Bunga.

"Aku mau ngomong sesuatu." Dia mengulangi perkataannya tadi. "Ya kalo mau ngomong tinggal ngomong aja." Ucapku kesal.

"Aku mau jujur sama kamu." Ucapnya penuh keraguan. "Jujur? Ya jujur aja atuh." Jawabku.

"Sebenarnya aku aku. Aduhh susah banget, aku itu." Ucap Fajar penuh keraguan.

"Kamu itu apa?" tanyaku kebingungan. "Airin." Teriak seseorang dari belakangku.

"Anca, kok kamu ada disini?" Tanyaku yang sempat kaget. "Sini." Anca menarikku.

"Maksud lo apa? lo mau celakain dia, pengecut banget lo. Kalau berani hadapin gua langsung." Anca terlihat sangat marah.

"Karena gua tau kelemahan lo." Ucap Fajar sembari menunjuk Anca. "Awalnya juga gua mau celakain dia. Tapi sayang dia cantik terus gua jatuh cinta sama dia, gimana dong?" lanjut Fajar.

Dear Allah, why should him?Where stories live. Discover now