Sya sampai di rumah sakit, ia melihat Ibu dan papanya berada di sana.Di sana juga ada Silvi.
Ibu yang pertama menyadari keberadaan Sya, langsung memeluknya.
Sya bisa merasakan kepedihan Bu Wira.
Ini pertama kalinya, Anas, kakak angkatnya yang sekarang menjadi suaminya masuk ke rumah sakit.
Dengan keadaan yang sangat mengenaskan.
Bahkan saat Sya dijemput Pak imam ia tidak bertanya apapun.
"Mas Anas, gimana bu?" Tanyanya pelan.
Ibu yang duduk di samping Sya menatap Sya dengan wajah yang kusut.
Sedangkan Pak Arman berada di ruangan Anas dengan dokter.
Silvi duduk di sebelah ibu, matanya merah. Sepertinya ia habis nangis.
"Dia belum sadar, Sya...." Ibu masih terisak.
Sya bersandar di bangku teralis dengan wajah menatap kotak keramik putih lantai rumah sakit.
Sya tidak tau ada apa dengan dadanya.
Sejak mendengar kabar ini, ada yang sakit disalah satu sisi.
Sya benar-benar tidak tau.
"Rara, sama siapa Sya?"
Sya tidak mendengar pertanyaan ibunya, pikirannya masih kacau.
Ia seperti takut, bimbang, bingung dan semacam perasaan bersalah.
Apa mungkin karena pertengkaran mereka tadi siang?
Sya terpaku saat mengingat setiap ucapannya.
Tapi ia segera menggeleng.
Bukan.
Pasti bukan karena itu.
"Sya," Bu Wira menepuk pelan tangan Sya yang dari tadi ia remat.
hah.
Sya kaget.
"Kamu kenapa?"
"Nggak bu," jawabnya.
Keringat dingin mengucur di keningnya.
Sya melihat ibunya. "Sya boleh lihat Mas Anas bu?" Ibu mengangguk. "Tunggu
Papa keluar dulu."
"Kamu, " Ibu menatap tak enak pada silvi, bagaimanapun ia yang mengabarinya tentang kecelakaan Anas. "Masih mau di sini?" Tanya Bu Wira tulus.
Silvi mengangguk.
Tapi ia tidak mengeluarkan suaranya.
Bagaimanapun, di dalam sana ada seseorang yang pernah berarti dalam hidupnya.
Ia tidak tau, kenapa ini bisa terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SYATILA ✔
RandomKeindahan itu tercipta karena kita mensykurinya, seperti dia yang kusia-siakan Ternyata indah saat Aku mulai melihat dan memujinya. __Syatila. >>>Plagiat silahkan angkat kaki ya, Lillahi ta'ala saya tidak ridho!!