Hubungan Anas dengan istrinya kembali renggang, padahal baru saja mereka berbaikan.
Anas tau ia salah.
Tapi ia bingung bagaimana ia harus bersikap.
Di satu sisi ia ingin menjelaskan semua hal yang terjadi, tapi ia belum siap.
Malam itu saat ia meninggalkan istrinya, Silvi menghubunginya dan memintanya datang.
Anas panik saat mendengar suara Silvi seperti sedang menangis dan ketakutan.
Keadaan Silvi terguncang.
Hery, Pria yang melamarnya mendatangi rumahnya, karena Silvi secara terus menerus menolak bertemu dan belum menerima lamarannya.
Entah bagaimana, emosinya memuncak dan berniat memperkosa Silvi, tapi Silvi berhasil lari.
Dan di sinilah Silvi.
Di apartemen Anas.
"Vi, Aku harus menghubungi orang tuamu."
Silvi yang sedang berselonjor di sofa menoleh.
"Kita sudah membahas ini, Mas."
"Tapi Aku tidak bisa seperti ini terus Vi, Aku punya anak dan istri."
"Bukankah mereka baik-baik saja?" Kali ini ia ingin egois. Hidupnya berantakan setelah putus dengan Anas.
Dulu ia sudah rela, namun kali ini ia membutuhkan Anas.
Ia takut.
Sesuatu yang buruk kembali menimpanya.
"Vi, Aku mohon, kita tidak bisa seperti ini terus." Ucap Anas hampir frustasi.
"Minimal orang tuamu tau kejadian yang menimpamu," Lanjut Anas.
Silvi menyela. "Dan mereka membawaku pergi lalu disodorkan lagi pada pria brengsek itu."
"Makanya, kita hubungi Ayah mu dulu, biar Aku yang bicara."
Silvi ingin keluar, namun tangannya dicekal oleh Anas.
"Lepaskan, biarkan Aku pergi." Silvi berusaha menarik tangannya.
"Bukan seperti ini, Vi. Kita bisa ngomong baik-baik."
"Ngomong apa? Dari kemarin Mas maksa terus buat telpon Ayah!"
"Cuma itu jalan keluarnya Vi_"
"Lepaskan Aku, biarkan Aku pergi." Selanya.
Silvi meronta seperti orang kesurupan.
"Lepaskan Aku, Aku tidak akan mengganggu Mas lagi."
Anas memeluk Silvi untuk menenangkannya.
Anas mengusap rambut Silvi, bagaimana bisa ia membiarkan wanita ini pergi, sementara di luar sana Hery pasti sedang mencarinya.
Anas tidak bisa.
Sebelum ia berhasil membujuk Silvi menghubungi Ayahnya.
Saat jam makan siang dan pulang kantor, Anas mengecek keadaan Silvi di apartemennya yang tidak jauh dari kantor.
"Mas Aku masak udang kesukaanmu," Ujar Silvi saat Anas mengunjunginya sore.
"Makan dulu ya, baru pulang." Katanya lagi saat Anas tidak merespon.
Anas duduk di salah satu kursi dan mulai makan.
Setelah itu ia pamit. "Kalau ada apa-apa hubungi Aku."
Silvi mengangguk.
Anas terkejut saat Silvi memeluknya, tapi ia hanya diam saja.
Tidak membalas ataupun menolak.
Sampai di rumah hampir malam, Anas langsung masuk ke kamar.
Selama satu minggu ini, Ia jarang melihat Sya.
Paling mereka berpapasan di dapur atau ketika berangkat kerja.
Begitupun dengan Rara, yang lebih sering dibawa ibunya ke manapun ia pergi.
Sya kini kembali menempati kamarnya, ia tidak keluar kecuali ada yang sangat penting.
Ia menghindari Anas.
Karena sampai sekarang Anas tidak menjelaskan apapun kepadanya.
Sebagai istri, ia merasa tak dihargai.
Pagi sekali Sya bangun dan seperti biasa ia menyiapkan sarapan.
Karena hanya ada dirinya, Anas dan bi Ina di rumah, Sya hanya memasak nasi goreng.
Ia tidak terkejut lagi melihat makan malam yang selama satu minggu ini tidak disentuh oleh suaminya.
Hatinya masih tegar.
Ini hanya masalah waktu, pikirnya.
Ia akan bersabar, selagi ia masih bisa.
Sya sudah jarang ke caffe, paling ia pergi dua atau tiga kali dalam satu minggu.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Hari ini Sya sudah resmi bekerja di kantor, menjadi sekretaris suaminya.
Anas selalu mencuri kesempatan berdua dengan Sya, tapi Istrinya pintar mengelak.
Sya tau, Anas ingin berdua dengannya, tapi ia yakin bukannya ingin menjelaskan tentang permasalahan yang menimpanya, suaminya itu menginginkan hal lain.
Setiap kali ada waktu berdua, Anas pasti memepetinya dan mengatakan rindu.
Sya bukan bocah ABG, mereka sudah sama-sama dewasa, seharusnya kalau ada masalah dibicarakan, bukan malah diam, atau lebih tepatnya suaminya sedang menyembunyikan sesuatu hal darinya.
Seperti biasa, saat jam makan siang Anas mengunjungi Apartemennya.
Ia tidak sadar Sya mengikutinya.
Sya kaget melihat suaminya datang ke apartemen yang sempat ditinggalinya saat Anas tidak pulang.
Sya membekap mulut saat suaminya dipeluk oleh seorang wanita di depan pintu apartemen.
Yang tak lain adalah Silvi.
Mantan kekasih suaminya.
Air matanya luruh.
Apa ini ya Tuhan?
Sya berbalik, meninggalkan apartemen dan kembali ke kantor.
Pikirannya berkecamuk.
Ia merasa dikhianati.
Ia memukul dadanya, ia menyesali hatinya yang terlalu cepat berpaling.
Ia menyesal telah memberikan hatinya pada Anas.
Pulang dari kantor Sya mampir ke sebuah restoran.
Ia akan makan malam di sini.
Sendiri.
Sya masih tidak percaya kejadian yang dilihatnya tadi.
Ia tersenyum miring.
'Baiklah, Mas, Aku ikuti permainanmu' batinnya.
Setelah makan malam, ia tidak langsung pulang.
Sya pergi ke taman kota.
Menghirup udara malam dengan suasana nyaman bisa membuat pikirannya sedikit lebih tenang.
Ia pulang setelah keadaannya baik.
Masuk ke kamar ia menghubungi ibunya menanyakan keadaan Rara yang sedang bersama ibunya di jogja menemani Papa mengurus cabang di sana.
Mandi, bisa menyegarkan tubuh dan pikirannya yang semraut.
Sya berendam cukup lama, seolah ia ingin melepaskan semua penat yang membuatnya hari ini kacau.
Setelah itu ia tidur, melenyapkan pikiran yang bisa membuat tidurnya terganggu.
Ia ingin menghadap hari esok dengan tenang.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
SYATILA ✔
RandomKeindahan itu tercipta karena kita mensykurinya, seperti dia yang kusia-siakan Ternyata indah saat Aku mulai melihat dan memujinya. __Syatila. >>>Plagiat silahkan angkat kaki ya, Lillahi ta'ala saya tidak ridho!!