Sya menata masakannya di meja, berhubung ini akhir pekan, semuanya berkumpul untuk sarapan bersama.
Sya mengisi piring Anas, ia juga membuat segelas susu hangat untuk suaminya.
Bu Wira melihat interaksi keduanya yang sudah biasa, hanya saja mereka belum bertutur sapa.
Namun ia penasaran, bukankah mereka tadi malam masih diam-diaman?
Terus, tanda apa yang ada di leher menantunya itu?
"Sya, Papa ingin kamu terjun ke perusahaan Anas," kata pak Arman setelah selesai sarapan.
"Sya nyaman di caffe, Pa," respon Sya.
Pak Arman menatapnya. "Papa tau, tapi itu bukan bidangmu."
"Anas, mulai besok ajak Sya ke kantor, perkenalkan ia sebagai sekretaris mu."
Sya melongo.
Ada apa lagi ini, batinnya.
Tak jauh berbeda dengan Sya, Anas pun kaget, apalagi posisi yang di sebutkan papanya.
Tapi keduanya diam, tidak membantah.
"Caffe tetap jalan, dan Papa percayakan sama Daniel."
Daniel?
Papa mempercayakan pada pria brengsek itu?
Tunggu.
Apa Papa mengenal Daniel?
Banyak rentetan pertanyaan yang timbul di benak Anas.
"Sya minta waktu satu bulan Pa, sebelum bergabung ke perusahaan Papa."
Pak Arman menatap istrinya sejenak.
"Baiklah, setelah itu Papa tidak menerima penolakan," ujarnya.
Sya mengangguk.
"Ngomong-ngomong, minggu depan Rara ulang tahun kan?" Pak Arman melihat cucunya yang sedang duduk anteng di pangku Sya.
"Iya Pa," sahut Sya sembari memainkan poni Rara.
"Mau dibuatkan party?"
"Nggak Pa, Sya mau ngundang anak panti saja."
Sya memang sudah meng-agendakan rencana ulang tahun pertama putrinya bersama anak-anak panti yang pernah ditempatinya.
"Baiklah, kalau begitu." Pak Arman melirik putranya yang dari tadi diam, ia bukan tidak tahu apa yang ada di pikirannya, namun ia memilih untuk tidak menghiraukannya.
"Bagaimana kalau kalian honeymoon__"
Belum selesai pak Arman bicara Anas sudah terbatuk mendengar ucapan papanya.
"Sebelum Sya aktif di kantor," lanjut Pak Arman, ia tidak peduli terhadap putranya.
"Tidak usah Pa." Sya menolak dengan sopan.
"Kenapa?"
"Em, Rara__"
"Rara sudah minum susu formula, kan Bu?" kini Pak Arman melihat istrinya.
"Sudah, Pa"
Pak Arman menaikkan satu alisnya. "Apalagi? Minggu depan kalian berangkat."
Anas tidak berkomentar, ia memilih diam.
Pikirannya masih pada satu nama lelaki brengsek, Daniel.
Pak Arman mengambil Rara. "Rara tinggal sama kakek ya sayang?"
Rara meliuk liukkan tubuhnya, ia senang saat Pak Arman menggendongnya.
Pak Arman dan bu Wira meninggalkan anak menantunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SYATILA ✔
AléatoireKeindahan itu tercipta karena kita mensykurinya, seperti dia yang kusia-siakan Ternyata indah saat Aku mulai melihat dan memujinya. __Syatila. >>>Plagiat silahkan angkat kaki ya, Lillahi ta'ala saya tidak ridho!!