Gemericik suara hujan tidak membuat dua insan yang sedang dibuai mimpi terganggu.
Malah mereka semakin saling memperat pelukannya.
Sampai alarm berbunyi nyaring dengan volume keras memekakkan telinga keduanya.
Sya menggeliat, ia membuka matanya.
"Mas, udah subuh."
Lelaki di sampingnya tidak bergumam tidak jelas.
"Mas," Sya kembali mengguncang tubuh suaminya pelan.
"Hm,"
"Aku mandi duluan ya."
Sya bergegas bangun membersihkan diri dan melaksanakan dua rakaat.
Setelah itu ia bersiap ke dapur sebelum penghuni rumah bangun.
"Pagi Sya."
"Pagi Bu," Sya memberikan senyum termanisnya.
"Wah, auranya lain hari ini."
Sya tetap mengulas senyumnya menanggapi godaan Bu Wira.
"Aura pengantin mah, gini Bu," celetuk Anas yang tiba-tiba sudah masuk ke dapur.
Sya menghidangkan segelas Teh, yang kini menjadi minuman favoritnya.
"Istriku cantik banget pagi ini," Anas ikut menggoda Sya.
Sya salah tingkah.
Semenjak ia dinyatakan hamil, orang-orang rumah mulai menggodanya tak terkecuali papanya.
"Ini pada mau sarapan, nggak sih?" kesal Sya.
"Yah....kalau nggak sarapan pengantinnya nanti nggak ada energi dong."
"Bu...." Sya setengah berteriak.
Bu Wira tertawa melihat menantunya.
Sementara Anas sangat menikmati wajah merona istrinya.
Anas mengusap kepala Sya. "Rambutnya masih basah sayang, kenapa nggak dikeringkan dulu."
Sya mencubit perut suaminya.
Ia tau, suaminya sengaja memancing topik lanjutan.
"Percuma dikeringin, nanti juga basah lagi, ya kan Sya?"
Benar-benar.
Ibu dan anak sama saja, batin Sya.
Anas senyum-senyum nggak jelas.
"Ada apa pagi-pagi sudah heboh?"
Pak Arman datang dengan Rara digendongannya, ia langsung duduk di kursi.
"Biasa pa, pengantin baru."
Pengantin baru apa? Pikir Sya, ibunya ini ada-ada saja.
Mentang-mentang setelah lama menikah, ini baru hamil dikatain pengantin baru.
Orang anaknya aja tuh yang baru selera, batin Sya.
Itupun pemaksaan.
"Pa, Sya resign aja," kata Anas serius melihat papanya.
Sya segera berbalik.
"Nggak, baru aja masuk udah resign, nggak ada." sahut Sya.
"Tapi, sayang nanti kamu kecapean lho."
Sya mendelik.
Ini suaminya, udah putus urat malu sepertinya.
Ngapain juga panggil sayang, bukannya malu, Sya malah merinding.
KAMU SEDANG MEMBACA
SYATILA ✔
RandomKeindahan itu tercipta karena kita mensykurinya, seperti dia yang kusia-siakan Ternyata indah saat Aku mulai melihat dan memujinya. __Syatila. >>>Plagiat silahkan angkat kaki ya, Lillahi ta'ala saya tidak ridho!!