8#

726 82 5
                                    

Penolakan terhadap sosok Vineet terus berlanjut. Sebisa mungkin ia menghindari Vineet ketika kelas, bahkan saat istirahat pun Aga terpaksa memakan bekalnya di luar. Ia bahkan selalu mengalihkan pandangannya ketika Vineet terlihat akan mengajaknya bicara. Ia masih canggung dengan sikap Vineet yang tiba-tiba memperhatikannya.

"Aga." Salah satu siswi di kelas mendekatinya.

Aga hanya diam dan menatapnya dengan tajam.

"Begini-"

Aga terlihat sangat tidak nyaman. "Langsung saja. Jika berhubungan dengan Vineet, aku tidak bisa membantu banyak. Aku bukan temannya dan aku tidak mengenal dia," tegas Aga yang langsung meninggalkan siswi yang menapakkan wajah kecewa itu.

"Cih."
"Jarang sekali kau terlihat kesal," goda Darpa yang menahan tawanya.
"Diamlah."

Darpa tertawa. "Jika Adena melihatmu seperti ini, pasti dia tambah menjahilimu." Tangan Darpa yang hangat membelai lembut rambut Aga.
"Berisik." Aga menekuk wajahnya.

"Aga, mungkin aku pindah setelah ujian."

Ia sedikit bereaksi terhadap ucapan Darpa. "Ohh, baiklah," jawab singkat Aga yang terus melanjutkan bacaannya.

--------------------

"Aga, ayo pulang bersama. Aku tidak bawa payung hari ini, " panggil Darpa dari ambang pintu.

Aga tidak memberikan tanggapan. Ia terlihat fokus dengan bunyi hujan yang perlahan turun.

"Aga." Darpa menepuk pundaknya.

Aga menoleh.
Dia menangis, gumam Darpa yang sedikit tercengang.

"Aga?"
"Maafkan aku," katanya. Dia mencoba untuk menghapus air matanya yang terus mengalir. "Maafkan aku, maafkan aku ... maaf," ucap Aga yang terus menangis.

Darpa memeluk Aga. Sangat erat hingga Aga hanya diam dan tetap menangis.
"Berhentilah bicara."

"Aku hanya takut sendiri lagi jika kau pindah." Suara Aga terdengar lirih. Ekspresi Darpa berubah. Ia terkejut mendengarnya. "Salah kebiasaanmu yang kurang aku senangi adalah kau selalu menyimpan semua kesedihanmu sendirian."

"Maafkan aku."
"Tidak ada yang perlu diminta maafkan." Darpa menyentil kening Aga.

"Setidaknya sebelum aku pindah kau memang harus punya teman baru."
Aga mengangguk kecil.

"Kau tahu, Adena juga sepertimu saat tahu ia lulus di sekolah itu. Ia menangis sendirian dalam kamar, jika aku tidak datang hari itu, mungkin ia sudah bunuh diri." Darpa menghela nafas.

Penjelasan Darpa mengingatkan kembali saat dimana Adena, teman masa kecilnya yang terpisah jauh dari mereka. Butuh tiga kali perjalanan menggunakan kereta dan satu kali menggunakan bis untuk bisa sampai di tempat Adena.

Jarak sangat memisahkan mereka.

"Aku tidak akan bisa seperti dia." Aga menundukkan kepalanya.

"Jika kau berkata seperti itu, berarti aku juga seperti itu." Darpa menarik tangan Aga. "Ayo pulang, aku ingin makan ramen."

Aga menyeka air matanya dan sedikit tersenyum.
"Apa kau sudah baikkan?"
"Iya."
"Yosh, Ayo kita pulang."
Aga mengambil tas nya dan berjalan di belakang Darpa.

"Bagaimana jika kita makan ramen?"
"Boleh juga."

--------------

Di lain sisi, Vineet mematung. Ia memeluk lutut dengan erat. "Haaaaa .... seharusnya aku yang memeluknya tadi." gumam Vineet yang mengacak-acak rambutnya. Ia yang hanya bersembunyi di balik meja sejak bel berbunyi, bersembunyi sambil menggigit jari.

Hold My Hand - Αγαπώ τον άνθρωπο μουTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang