Mereka memanjangkan leher, melirik sana sini untuk mencari tempat yang pas untuk membaca dengan nyaman.
"Di sana saja," kata Darpa sambil menujuk sebuah tempat duduk yang terlihat nyaman. Di sudut perpustakaan. Di dekat jendela. "Adena mencemaskanmu," ujar Darpa melirik ke arah Aga yang mulai membuka buku bacaannya. Matanya sedikit menyipit. "Oiii apa kau mendengarkanku?"
"Berisik sekali." Aga berhenti sebentar lalu melanjutkan bacaannya. "Tidak perlu cemas, aku akan baik-baik saja di sini."
Darpa menekuk wajahnya, "Tentu kami akan selalu cemas, ia merasa bersalah karena mendaftar di sekolah yang jauh darimu." Darpa menurunkan suaranya.
"Jika dia merasa bersalah, kenapa tidak pindah saja ke sini?" gerutu Aga yang terlihat kesal.
Ia langsung menutup bukunya, meletakkan di ujung meja lalu mulai fokus dengan pembicaraan."Jika ia bisa, ia pasti sudah memilih dari awal untuk sekolah di sini." Darpa berpindah tempat duduk. "Dia mengkhawatirkanmu lebih daripada mengkhawatirkanku."
Aga hanya diam. Dia sedikit berpikir setelah mendengar ucapan Darpa.
"Kau harus mencari teman baru," ucap Darpa yang membuat Aga sedikit terkejut."Aga, kau tahu kan aku juga akan pindah. Itu sebabnya sebelum pergi, aku ingin melihat kau punya teman baru," ucap Darpa sembari memainkan ujung halaman buku yang Aga baca.
Aga menghela nafas lalu mengangguk.dengan malas "Akan aku coba," jawab singkat Aga sembari mengambil kembali buku yang tadi dia baca.
-----
"Sampai jumpa besok." Darpa melambaikan tangannya dan berjalan berlawanan arah dari Aga.Aga tersenyum, memasukkan buku ke dalam tasnya dan memasang headset yang ia ambil dari kantong baju- lalu memilih untuk mendengarkan musik agar tidak terlalu sepi.
Setelah lulus SMP, mereka jadi terpisahkan. Adena masuk ke sekolah khusus putri, sedangkan Aga dan Darpa masuk di sekolah biasa yang letaknya jauh dari Adena. Awalnya Aga sudah mendaftarkan diri di sekolah yang sama, namun akhirnya tidak masuk karena persaingan yang ketat.
Hari ini Aga memutuskan untuk mampir sebentar ke cafe langganan yang letaknya tidak terlalu jauh dari stasiun. Ia duduk di tempat biasa yang dia tempati. "Seperti biasa," ucap Aga pada pelayan. Pelayan itu lalu pergi,
Sambil menunggu pesanan datang, Aga mengamati sebentar sekitar an cafe lalu mengambil buku yang ia baca tadi.
TOK TOK
"Hm?" Aga menoleh. Seseorang mengetuk kaca yang ada di samping Aga.
"Vineet?" Aga sedikit terkejut, lalu kembali membaca.
"Kau ini-"
Aga mengangkat wajahnya. Vineet sedang mengerutu di depannya."-Aku sedang menyapamu tapi kau malah asik membaca." ujar Vineet mendekatkan wajahnya.
"Wajahmu terlalu dekat."
Vineet sedikit mundur dan duduk di depan Aga. Ia terlihat sumringah.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Aga yang menutup bukunya. Vineet langsung tertawa.
"Kau tidak jelas sekali." ketus Aga memasukkan bukunya, berencana pergi dari tempat itu.
"Baiklah akan ku katakan apa yang ku inginkan." Nada bicara Vineet menjadi serius. Ia menarik nafasnya dalam-dalam lalu mengatakannya. "Apa kau mau jadi pacarku?!""Heh?!" Mata Aga melebar, mulutnya menganga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold My Hand - Αγαπώ τον άνθρωπο μου
Ficción General(ALERT!!!! 20+) Aga terjebak. Dia tahu ini tak wajar. Menetapkan hati untuk satu pilihan terkadang sulit. Dia tidak bisa berhenti mencintai orang yang tidak mungkin dia miliki.