Bab.2

7.3K 475 4
                                    


Waktu menunjukkan pukul satu dini hari. Aku duduk di atas motor matik yang sengaja kuparkir di tengah jalan. Tidak ada kendaraan yang melewati jalan ini karena aku sudah memblokade dengan papan polisi dan membuat kendaraan memutar untuk melewati jalan lain.Jika perhitunganku tidak salah maka mobil yang akan membawa korbanku akan melintas sebentar lagi. Kuarahkan pandangan ke sekeliling yang gelap dan dingin. Kami berada di jalanan bukit yang sunyi dengan penerangan minim. Dari pengamatan sebelumnya, aku tahu jika sasaranku sedang mengadakan pesta pribadi di vila dengan beberapa wanita. 

Menunggunya di sini lebih baik dari pada harus menyatroni tempat tinggalnya.

Dari kejauhan kulihat lampu mobil menyorot redup. Aku turun dari motor dan berjongkok dengan tang besar di tangan. Sengaja kuoleskan oli di wajah. Malam ini aku memakai wig merah dengan setelan hitam dengan jaket kulit menutupi tubuh.

Kudengar mobil berhenti tidak jauh dari tempatku berjongkok. Aku melirik dan menghitung jarak pandang. Kira-kira sepuluh meter jarak antara aku dan mobil. Tidak lama terdengar teriakan nyaring.

"Hai, kamu! Ngapain di situ? Menghalangi jalan!"

Aku menoleh dan berdiri sambil menutupi wajah dengan tangan. Sedikit merasa silau dengan sorot lampu mobil.

"Hai, Om. Bisa bantu aku, nggak? Motor aku mogok," ucapku manja dengan laki-laki berbadan besar yang berdiri di samping pintu mobil yang terbuka.

"Ah, tidak ada waktu untuk bermain-main dengan anak kecil. Sana, buruan minggir! Ditabrak nih!" acamnya garang.

Aku berusaha memunculkan mimik ketakutan dan menjawab dengan suara gemetar. "Diih, Om jahat deh. Aku mau minggir tapi bantu dorong motor," tunjukku pada motor di sebelahku.Terlihat keengganan di wajahnya lalu sebuah suara memerintahkannya untuk membantuku. 

Dengan langkahnya yang berat kulihat laki-laki itu menghampiriku.

Bagus.

"Ah, nyusahin aja kamu. Lagian anak gadis ngapain malam-malam di sini?" gerutunya sambil berusaha mendorong motor.

Aku menegakkan tubuh dan berkata lirih. "Untuk menghabisi kalian!"Detik berikutnya kuhajar kepalanya dengan tang di tangan. Dia menjerit kesakitan, berdiri terhuyung lalu memasang kuda-kuda. Dia berteriak untuk menyerangku, aku berkelit dan menunduk, kali ini mengarahkan tang ke kakinya. Teriakan kedua terdengar saat tang beradu dengan kaki hingga lima kali.

"Brengsek, ada apa ini?" suara laki-laki lain menghampiri kami. Dia melemparkan senjata tajam ke arah temannya.

Aku melempar tang ke tanah dan mengambil dua pisau pendek yang terselip di balik jaket. Kulihat laki-laki kedua kini bersiaga, ada katana di tangannya. Sementara laki-laki yang sebelumnya kupukul dengan tang, kini bersenjatakan parang.

Teriakan dan dentingan mengerikan terdengar saat senjata beradu. Aku meloncat ke atas motor dan menendang laki-laki bersenjata parang, detik berikutnya melompat kembali ke tanah dengan katana nyaris menebas leherku. Aku berguling dan melemparkan pisau ke arah mereka, terdengar teriakan menyayat saat pisau tepat mengenai mata si pembawa parang.

Menghindari tebasan katana yang berbahaya, aku berkelit dan melancarakan pukulan balik. Kuambil parang yang tergeletak karena pemiliknya terkapar kesakitan, kami beradu senjata hingga sebuah sabetan yang kuarahkan mengenai leher dan menghentikan perlawanan laki-laki kedua.

Terdengar suara mesin mobil dinyalakan. Aku berlari ke sana dan belum sempat pintu ditutup, kuseret keluar seorang laki-laki tampan dari balik kemudi.

"Ampuni, aku. Apa maumu?" bisiknya gemetaran. Tubuhnya bersimbah keringat, bisa jadi karena takut atau juga karena obat penenang yang dia minum.

Aku menatapnya tak berkedip di keremangan malam. Seorang aktor terkenal yang entah membuat sakit hati siapa. Perintah yang kuterima dari sang tuan adalah remukkan kakinya dan biarkan dia hidup. Maka itu yang aku lakukan, menginjak dan menendang kakinya hingga dia tidak mampu berdiri.

"Ampuni aku, sakiit! Tolong aku, dan akan kuberikan apa pun yang kamu mau." Dia merintih dan bersimpuh di kakiku. Dengan tendangan terakhir dia terkapar pingsan.

Setelah memastikan kakinya remuk dan tidak akan bisa berjalan untuk waktu yang lama, aku meninggalkannya dan berjalan mengampiri motorku. Kutinggalkan tiga tubuh tergeletak di tanah dan memacu motor menembus gelap malam. Menuju tempat di mana aku menyembunyikan mobil.

Selesai tugas hari ini, tidak membunuh hanya melukai cukup dalam. Jika kalian tanya kenapa aku melakukan ini, jawabanku hanya satu. Karena aku adalah, Elektra

DARAH DAN CINTA ELEKTRA ( 18+ ) Tamat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang