Bab.4

5.4K 380 4
                                    

Bencana!

Itu yang aku pikirkan saat melihat dia tersenyum di dalam lift. Huft, kenapa jadi sering lihat dia, sih?

"Hai, kita ketemu lagi," ucapnya sok manis saat kami bersisihan.

"Meski sering ketemu kamu mengacuhkanku dan membuat aku makin ... penasaran."

Aku menoleh, memandangnya lekat-lekat. Ini pertama kalinya aku berinteraksi serius dengan manusia yang bukan bagian dari pekerjaan.

"Jangan penasaran kalau begitu," ketusku.

"Nggak bisa, terlanjur. Kasih tahu dulu namamu siapa?"

Belum sempat aku mengomel, lift membuka di lantai tujuh. Segerombolan ibu-ibu dengan riasan heboh dan dandanan yang wah, menyerbu masuk. Membuat aku dan si cowok terhimpit di dalam lift.

Ugh ... aku bisa merasakan bau parfum menyengat dan wajahku tepat di bahu si cowok. Sial! Begini risiko naik lift saat siang.

"Uhm ... sorry, ya? Bikin kamu nggak nyaman?" bisiknya di kupingku.

Aku merintih dalam hati, kesal dengan situasi sekarang. Jika tidak ingat ini siang bolong, sudah aku jebol atap lift dan mencari jalan keluar yang lain.

"Ayolah, jangan mendiamkanku?" ucapnya lagi.

Kali ini aku mendongak dan mata kami bertatapan. Dia tersenyum simpul lalu berkata lirih. "Hai, aku Andra."

Kami bertatapan meski tidak bicara. Andra, sepertinya tipe cowok rumahan. Lebih baik jauh-jauh dari dia.

"Matamu indah, seperti bintang venus. Bolehkah, aku memanggilmu Venus? Karena kamu nggak ngasih tahu siapa namamu?"

Lift tiba di lantai dasar, para pasukan ibu-ibu keluar dengan heboh. Tanpa basa-basi aku beranjak dan daamn! Rambutku nyangkut di kancing kemeja Andra.

"Huft, maaf. Sakit, ya? Tunggu, bentar." Bisa kurasakan tangannya gemetar berusaha melepaskan rambutku dari bajunya. Untuk sesaat dia terlihat sibuk dan serius.

"Eih, kalian berdua! Pacaran di lift, nggak tahu malu?" Seseorang menegur kami. Sisa dari pasukan ibu-ibu yang tertinggal.

Andra hanya tersenyum simpul sementara aku merasa tidak sabaran. Toh, kalau rambut kucabut langsung tidak ada pengaruhnya. Lagi-lagi keadaan membuatku tak berkutik. Saat si ibu yang menegur kami keluar, kudengar Andra memekik gembira.

"Akhirnya, terlepas juga. Maaf, ya?"

Aku menggangguk, merapikan tas di punggung dan hendak berlalu saat dia meraih lenganku. "Hai, Venus. Rambutmu dan kancingku saling cinta tapi sayangnya kita nggak!" Dia tersenyum. Menampakkan deretan gigi putih dan rapi.

Kukibaskan pegangannya dan berjalan cepat menuju parkiran. Dua kali saja bertemu dengannya di lift. Aku ingin pindah apartemen tapi sang tuan menahanku. Mengatakan jika tempatku strategis. Terpaksa aku harus sering menghindar. Entah kenapa, keberadaan Andra membuatku tidak nyaman.

Kupacu mobil ke arah gudang. Malam ini ada tugas besar dan kami, kelompok lima harus berkumpul untuk pembagian tugas. Rasanya sudah lama sekali kami tidak melakukan tugas bersama, bisa dikatakan ini adalah tugas penting.

"Oii-oii, Baby Girl! Makin sexy aja, ya!" Suara teriakan menyambutku saat turun dari mobil.

Kulihat Kingkong menyapaku dengan suaranya yang menggelegar. Di sampingnya berdiri, Tristan, Lee -yang entah orang China atau Jepang karena kulit kuning dan mata sipit- dan laki-laki paling tampan sejagat, Zeus. Kami sudah saling mengenal nyaris sepuluh tahun, bisa dibilang sudah mengerti kartu masing-masing.

"Jangan, panggil aku Baby Girl!" desisku pada Kingkong. Pria tinggi dengan berat nyaris 120 kg dan tenaganya bisa menghentikan truk yang berjalan.

"Kalau aku mau? Kamu bisa apa?" ucapnya menantangku.

"Sudah lama rasanya tidak menghajarmu!" sergahku.

Detik itu pula aku merunduk saat sebuah tinju melayang di sisi kepalaku. Kutekel kakinya dan sial, tidak berhasil. Tenaganya terlalu kuat. Kami saling memukul dan menendang, hingga mendekati sisi tembok. Kulihat ada sebuah tongkat tergeletak. Saat tanganku hendak meraihnya, sebuah pukulan mengenai bahuku.

Daamn! Sakitnya. Membuatku terhuyung.

"Hahaha ... sudah mulai tidak gesit rupanya. Kemana perginya Elektra yang super!" ejek Kingkong padaku.

Sementara anggota kelompok kami yang lain hanya menatap dengan pandangan bosan. Buat mereka kami ibarat adik-adik yang sedang bermain.

Kuraih tongkak kasti yang entah punya siapa dan kulihat Kingkong mengambil tombak. Kami berteriak saling menyerang. Dua senjata beradu. Aku menunduk, berusaha melancarkan serangan dari bawah, dia meloncat. Aku menegakkan tubuh dan berhasil memukul perutnya. Membuat Kingkong terhuyung menabrak meja hingga hancur.

Aku berdiri, bersimbah peluh saat Kingkong bangun dan mengambil balok kayu. Siap untuk menghajarku. Dia berteriak bengis tapi tertahan sebuah suara yang menegur.

"Kingkong ... cukup."

Kingkong menoleh pada Zeus dengan wajah tidak senang. "Kamu menghentikan pertarungan saat dia dalam posisi menang!" teriaknya tak suka.

"Akui sajalah, kamu kalah," jawab Zeus tenang. Kulihat Lee dan Tristan nyengir gembira. Memang tidak mudah mengalahkan Kingkong dan dia bisa takluk padaku, membuat mereka senang.

"Jangan senang dulu, "desis Kingkong di kupingku. "kita coba lain waktu."

"Kapan aja, Brother!"

Bunyi pintu terbuka membuat kami menoleh. Datang dua orang laki-laki setengah baya berpakaian jas lengkap dengan dasi. Senyum terkembang di wajah laki-laki berjas hitam saat melihat kami.

"Bagus, kalian tepat waktu. Kita bagi tugas sekarang!" serunya pada kami dan memberi tanda pada laki-laki di belakangnya untuk menyerahkan barang-barang pada kami.

"Sang Tuan menginginkan pekerajaan ini tuntas sebelum jam dua belas. Kalian tahu tugas masing-masing. Zeus dan Elektra berperan sebagai tamu. Tristan menyamar jadi chef. Lee sebagai pelayan dan Kingkong akan masuk dengan mobil suplai bahan makan. Ingat, jangan membunuh yang tidak berdosa. Sasaran kalian pemilik rumah, Tuan Kim dan anak buahnya. Ada pertanyaan?"

"Apa ini, Paman?" tanyaku sambil mengacungkan gaun merah di tangan.

Laki-laki yang kupanggil Paman mengulum senyum. "Kamu tamu, Elektra. Berdandanlah yang cantik. Dan rantai gelang itu gunakan di lenganmu karena aku yakin akan ada pemeriksaan senjata."

Aku mengangguk, mulai paham.

"Lee akan memberimu senjata tambahan begitu ada kesempatan. Untuk Zeus, kita tahu keahliannya menyimpan senjata dalam tubuh. Tugas dimulai jam sembilan malam, bersiap-siaplah kalian!"

Menyerang rumah Tuan Kim dan menghabisi anak buahnya. Sisakan orang-orang yang tak berdosa dan menyamar sebagai tamu. Malam ini akan sangat panjang untuk kami. Aku menatap Zeus yang tersenyum nakal saat melihatku keluar dari kamar ganti dengan gaun merah menyala selutut dan gelang rantai dari emas melingkari lengannku hingga ke siku.

"Elektra, mari berdansa," ucap Zeus dengan mimik serius.

Yang aku tahu, kami menjemput maut.

DARAH DAN CINTA ELEKTRA ( 18+ ) Tamat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang