Aku tidak tahu apa ini memang waktu yang tepat untuk menyerah pada kematian. Kuedarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang penuh orang. Gonzales berdiri pongah memegang pistol dengan Zeus di sebelahnya.
Sebuah pemandangan membuatku tercekat. Kingkong berada dalam tahanan mereka. Terduduk di lantai dengan wajah bersimbah darah. Kemana, Tristan? Aku tidak menemukannya di dalam ruangan ini. Semoga saja dia selamat.
"Kamu wanita hebat, Jeny. Atau sekarang aku menyebutmu, Elektra? Anak buah dari Sang Tuan yang tidak diketahui siapa nama aslinya. Seorang diri berani mengacak-acak tempatky." Suara Gonzales terdengar nyaring di seantero ruangan.
Dia maju dua langkah dan mengacungkan senjatanya padaku. Sebelum aku sempat bergerak, sebuah letusan terdengar dan sesuatu yang panas menyerempet betis. Seketika aku terduduk, kesakitan melanda kaki hingga paha dan darah menetes dari luka sambaran peluru.
"Gonzales, tahan." Terdengar ucapan Zeus perlahan.
"Hahaha ... aku tahan Brother. Memang tidak asyik membunuh dia seperti ini." Aku mendongak saat Gonzales bersiul.
Datang mendekat dua laki-laki berbadan kerempeng dengan tato menutupi tubuh. Keduanya memegang besi runcing.
"Elektra, aku memberimu satu kesempatan untuk keluar dari sini, jika bisa melewati dua jagoan kembarku!"
Aku bangkit, berdiri dengan menahan perih. Mataku mengawasi si kembar yang memandang beringas.
"Apa kata-katamu bisa kupercaya?"
Pertanyaanku dijawab oleh gelak tawa dari Gonzales. Pria berwajah bule itu melangkah mendekat dan menatap wajahku lekat-lekat. Seluas senyum tersungging di bibirnya. "Iya, kamu bisa pegang janjimu. Keluar dari sini tanpa halangan apa pun asal bisa mengalahkan jagoanku."
Gonzales kembali ke tempatnya berdiri. Mengangguk samar pada dua laki-laki bertato yang kini melangkah mendekat. Kuambil dua pisau dari dalam sepatu but dan mengacungkan di depan dada.
Secepat kilat, serangan datang dari mereka. Bersenjatakan besi runcing mereka menusuk, menekel dan berusaha menggebuk. Aku berkelit, satu tangan menangkis besi dengan pisau dan tangan lainnya berusaha menyabet perut lawan. Satu pukulan berhasil membuatku terhuyung. Bahuky terasa nyeri.
"Ayo, menyerah saja gadis manis. Dan kita bisa bersenang-senang dari pada harus merobek kulitmu yang mulus." Salah seorang dari mereka berkata dengan nada sombong.
Kuputar dua pisau di tangan. Dengan satu lompatan, aku menerjang dan naik ke salah satu pinggang dari si kembar. Secepat kilat kutusuk kugorok lehernya dengan pisau. Darah menyembur dan membahasi tangan. Aku meloncat turun dan menepis satu sabetan yang diarahkan ke leherku. Aku menunduk, menekel kaki si penyerang di pisau. Meleset! Kali ini sasaranku adalah perut dan satu sabetan berhasil membuat perut muruhku terburai.
Aku terengah bersimbah darah dengan si kembar tergeletak di lantai. Gonzales menatapku dengan pandangan tak percaya.
"Tepati janjimu, Gonzales," desisku penuh kebencian.
"Tentu saja, manis. Aku menepati janjimu." Dia menelengkan kepala, seolah memberi tanda pada anak buahnya di belakang. Aku tahu dia akan mengingkarinya.
Saat dia mengacungkan senapan ke arahku, sebuah bom molotov dilempar masuk ke dalam ruangan dan tak lama terdengar ledakan memekkan telinga.
"Tuan, di mana Anda?" terdengar teriakan panik di antara asap.
Aku menepuk telinga dan mengucek mata untuk menjernihkan pandangan. Dari tempatku teerngkurap, kulihat Gonzales merangkak. Ada luka-luka di wajahnya. Saat aku hendak bangkit untuk menyerangnya. Zeus bergerak lebih dulu. Tangannya terulur untuk mengambil pistol yang tergeletak di atas lantai dan dua tembakan dia arahkan ke kepala Gonzales.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARAH DAN CINTA ELEKTRA ( 18+ ) Tamat.
AzioneKisah pembunuh bayaran bernama Elektra dan lika-liku hidupnya. Petualangan dalam menyelesaikan misi dari sang tuan dan kisah cintanya.