Bab.8

3.8K 327 2
                                    

Rasanya pingin teriak saat mendapati panggilan terus menerus dari pihak security di lantai dasar. Apalagi jika bukan menyangkut Andra dan segala macam kebaikannya. Setelah hari itu, dia makin sering mengirimi makanan buatannya, dari mulai cake sampai olahan daging. Libur kerja bisa gemuk jika terus menerus dijejali makanan sama dia. Aku harus memberitahunya, agar tidak bersikap berlebihan.

Setelah libur tiga minggu, datang perintah dari sang tuan. Aku meneliti foto-foto dan dokumen di tanganku. Mengamati sasaran target selanjutnya. Informasi yang diberikan sangat detil, bahkan kesukaan sang target pun tertulis.

Bagaimana aku mendapatkan tugas dari sang tuan yang tak pernah kutemui? Tentu banyak orang yang ingin tahu masalah ini. Ehm ... bisa dari tukang sampah, tukang antar susu atau bahkan bocah kecil yang menabrakku di jalan. Sang tuan selalu punya cara menemukanku.

Setiap hari aku keluar, mengamati target beserta gaya hidupnya. Dia sangat suka makan junk food, suka juga gadis-gadis muda. Jika melihat usianya yang tak lagi muda, kelakuannya sungguh membuat muak.

Setelah melakukan pengamatan dua minggu, sore ini aku sudah siap dengan rok pendek sedengkul warna putih, atasan kaos putih dengan sepatu sandal merah muda berbunga. Mengapit tas berisi dompet, revolver dan pisau kecil. Kusembunyikan satu pistol di paha. Merias wajahku sedikit, aku melangkah ke dalam lift. Siap menjalankan tugas.

Di lobi, seseorang yang tak terduga menyapaku dengan senyum terkembang.

"Hai, Venus," sapa Andra.

Huft, akan susah menghindari ini.

"Mau kemana?" tanyanya sambil mengiri langkahku. "kamu terlihat cantik sekali."

"Ehm, mau jalan-jalan," jawabku pelan. Mengingat segala kebaikannya aku tidak ingin bersikap terlalu ketus.

"Mau kutemani? Nonton? Ke mall?"

Pertanyaannya yang bertubi-tubi membuatku berpikir. Seketika langkah terhenti, meliriknya yang tersenyum di sampingku.

"Kamu nggak ada kerjaan?" tanyaku.

Dia menggeleng. "Tiap hari Selasa kami off, tadi kebetulan ngasih bolu kukus buat para security."

Aku termenung sejenak. Menimbang baik buruknya lalu kujawab pelan. "Baiklah, kita nonton."

Andra melonjak seperti anak kecil. Tanpa sungkan menggandeng tanganku. Mengatakan dengan gembira jika naik motor akan lebih cepat sampai tujuan mengingat jalanan yang macet saat sore.

Tanpa banyak kata, kuikuti kemauannya. Kami pergi mall Taman Mawar yang lokasinya jauh dari tempat tinggal kami. Sambil lalu dia bertanya kenapa memilih mall ini dan aku menjawab ingin melihat ice skeating.

Kami berjalan bersisihan layaknya para pasangan. Andra memang periang. Dia berceloteh tentang apa saja yang dia temui. Terkadang berhenti hanya untuk merapikan tasku atau membeli makanan ringan untuk kami.

Kubawa dia naik ke lantai lima, gedung bioskop. Mengantri untuk membeli tiket dan duduk di lobi menunggu jam tayang fim.

"Masih ada satu jam lagi, kenapa harus nunggu di sini?" tanya Andra.

"Eih, kaki pegal. Mau duduk aja makan jagung."

Dia mengangguk, kami duduk bersisihan. Sambil mendengar Andra bercerita tentang kedai-nya, kuedarkan pandangan ke lobi, mencari sosok yang kuinginkan. Harusnya dia sudah datang. Benar dugaanku, laki-laki kurus dengan penampilan parlente memasuki lobi. Ada kalung dan gelang emas besar bergayut di leher dan tangan. Ditunjang dengan gaya baju yang aneh, kemeja berbunga-bunga. Matanya jelalatan memandang lobi lalu tertuju padaku. Sengaja kukembangkan senyum.

Dia berjalan pongah sambil tersenyum untuk membeli tiket dan duduk tak jauh dari tempatku. Matanya melirik nakal, aku mengulum senyum. Kulihat matanya terbelalak saat melihatku menyilangkan kaki.

"Eih, Om. Tolong kondisikan itu mata." Teguran dari Andra membuatku menoleh dan kulihat dia melotot tak suka pada laki-laki di depan kami.

Dengan bersungut-sungut, Andra melepaskan jaketnya dan menyampirkannya di pahaku.

"Venus, aku tidak suka Om itu. Lihat kamu sambil melotot." Bisikan Andra membuatku geli. Segera kugeser duduk agar dia tidak meraba pahaku bagian atas di mana ada pistol tersemat.

Laki-laki di depan kami melengos, setelah sebelumnya sempat mengerling.

"Aku ke toilet dulu." Kukembalikan jaket pada Andra dan melangkah menuju toilet.

Dalam bioskop tidak terlalu ramai. Mungkin karena masih jam kerja. Seorang petugas kebersihan wanita berseragam hitam tersenyum ramah saat melihatku masuk ke dalam toilet. Di dalam aku berdiri di samping westafel sambil menghitung waktu. Kira-kira sepuluh menit, aku mencuci tangan dan membasuh dengan tisu. Setelah merapikan sedikit anak rambut yang menyembul, kulangkahkan kaki menuju lorong bioskop. Benar dugaanku, orang itu ada di sana. Bersandar pada dinding dan tersenyum padaku.

"Hai, gadis cantik. Boleh kenalan?" tanyanya tanpa malu-malu. Menyapa dan bergerak pelan menghalangi langkahku.

"Hai, Om," balsasku riang.

"Dih, jangan manggil Om dong, panggil Kakak." Dia mengedipkan sebelah mata padaku. Kulihat dua sejoli datang dari arah berlawanan, kami menepi untuk memberi mereka jalan.

"Pacar kamu galak, ya?"

"Dia bukan pacarku."

"Begitu? Boleh minta nomor handphone?" ucapnya sambil mengeluarkan handphone dari dalam saku. Kilauan gelang emas terlihat mentereng di tangannya.

Cepat kusebutkan nomor sekali pakai yang aku punya.

"Jika tidak keberatan, boleh mentraktirmu makan malam?" Laki-laki itu sekarang merengsek maju. Bisa kucium aroma parfum yang menyengat dari tubuhnya. Jika tidak ingat sedang ramai di sini, ingin kuhabisi dia sekarang.

"Venus, sedang apa?" Belum sempat aku menjawab pertanyaan laki-laki mesum di depanku, terdengar teguran Andra.

Aku menoleh dan tersenyum padanya. Andra mendekat dengan pandangan garang. Memandang laki-laki yang sekarang terlihat malu. Untuk menghindari hal yang tak diinginkan, kugandeng Andra dan menariknya ke arah lobi.

"Sudah, jangan lihatin dia lagi," bisikku padanya.

"Tapi dia menggodamu," jawab Andra dengan kekesalan dalam suaranya.

"Biar saja, tua bangka," jawabku asal.

Andra melirikku dengan mimik tidak puas. Di dalam bioskop saat film diputar, Andra memegang tanganku dan tidak mau melepaskannya.

Selesai menonton, dia mengajakku ke kedainya dan memasak makan malam berupa steak daging sapi yang tebal dan lembut. Tidak ada orang di dalam kedai selain kami berdua. Aku makan dengan lahap, tidak mengindahkan Andra yang mengamatiku. Hari ini berlalu tanpa menghilangkan nyawa orang dan aku sedikit senang karenanya.

"Venus, sering-seringlah kemari menemaniku," ucap Andra lembut. Bersamaan dengan itu handphone di atas dalam tasku bergetar. Aku yakin dari laki-laki hidung belang. Targetku selanjutnya.

DARAH DAN CINTA ELEKTRA ( 18+ ) Tamat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang