Musik berdentum keras sekali ditimpa hingar bingar suara tawa. Kerasnya percakapan dan selubung asap rokok seperti mencekam udara. Aroma alkohol menyergap penciuman, bercampur dengan parfum para pengunjung. Para wanita berpakaian minim bersliweran di lantai dansa, para laki-laki hidung belang melirik mereka bak harimau mencari mangsa. Di antara semua keramaian, aku berdiri tertegun di pojok ruangan.
Aku menyapu pandangan perlahan ke seantero ruangan yang malam ini penuh sesak manusia. Klub malam 'Amore' terdiri atas dua lantai. Lantai satu dijejali pengunjung yang ingin menikmati minuman dan hiburan murah, sedangkan lantai atas untuk kalangan yang menyukai hal yang lebih mewah dan eklusif.
"Hai, cantiik. Yuuk, kita dansa." Suara laki-laki berkumis yang sepertinya setengah teler terdengar dari sampingku. Aku hanya melirik dan mengibaskan tangan.
"Ciih, sombong!" ucapnya sambil berlalu dengan sempoyongan.
Kubawa kakiku ke arah bartender. Ada banyak pengunjung sedang memesan minuman. Aku bersandar pada konter dan memesan minuman. Tristan dengan pakaian trendy berwarna hitam putih, mengocok minuman beralkhohol layaknya sang ahli.
Jam di tangan menunjukkan waktu pukul 23.30, waktunya untuk beraksi. Setelah membayar minuman yang tidak aku sentuh, melangkah cepat dan meliuk di antara tubuh yang bergoyang menuju pintu belakang.
Di dekat pintu kulihat ada sesosok penjaga berbadan besar memakai kaos tanpa lengan dan bersarung tangan hitam. Ehm ... Kingkong. Bersikap seakan tidak mengenalku.
"Mau kemana, Manis? Ini bukan jalan untuk keluar," seorang penjaga yang lebih kecil menghalangi jalanku.
Aku memasang wajah ceria. "Mau ke belakang Kakak, ingin ikut audisi penari."
"Begitukah? Cantik juga kamu." Tangannya nakal menggerayangi wajahku.
"Bro, Boss datang." Penjaga berkaos singlet menepuk pundaknya.
"Ah, sial! Malam ini pasti repot," gerutunya kesal. Lalu menunjuk padaku. "Buruan lewat sana!" Aku menyipitkan mata, melirik sebentar padanya sebelum melewati pintu kecil yang mengarah ke belakang klub. Ada halaman sempit tempat beberapa perempuan sedang berkumpul.
Aku membaur bersama mereka, tidak ada saling sapa atau basa-basi. Semuanya terdiam tak peduli di tempatnya. Beberapa di antaranya asyik merokok atau mengisap permen.
Pintu kecil di depan kami terbuka. Seorang laki-laki kecil bermata juling menatap kami sambil menyeringai.
"Ah, kalian semua sudah berkumpul. Ayo, masuk satu per satu."
Kami mengantri dengan posisiku paling belakang. Masuk melalui pintu kecil. Bisa kulihat tangan si juling mengelus siapa pun yang lewat di depannya. Satu jam kemudian tiba giliranku.
Tanganku menarik rok pendek di atas dengkul, dengan sepatu tinggi dua belas senti. Malam ini untuk atasan aku memakai kaos ketat melekat tubuh dengan rambut pirang panjang sebatas pinggang. Aku bergerak cepat melewati pintu saat gadis yang baru saja audisi keluar, tidak memberi kesempatan si juling mengelusku.
"Ah, si gadis nomor dua belas. Siapa namamu?"
Seorang laki-laki tampan, bertanya dengan suaranya yang dalam. Didengar dari logatnya dia bukan warga negara lokal. Kusapukan pandangan ke ruangan yang remang-remang. Hanya ada penerangan dari lampu kristal di langit-langit. Aroma alkohol menyengat.
"Jeni."
"Oke, Jeni. Berikan keahlianmu!" perintahnya sambil bertepuk tangan.
Aku melangkah ke atas panggung kecil yang sudah mereka persiapkan. Kulihat laki-laki tadi sedang duduk rapat dengan laki-laki tampan yang kukenali sebagai Zeus. Ehm ... cepat juga gerakannya. Belum dua minggu menyamar sudah menjadi teman Gonzales.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARAH DAN CINTA ELEKTRA ( 18+ ) Tamat.
ActionKisah pembunuh bayaran bernama Elektra dan lika-liku hidupnya. Petualangan dalam menyelesaikan misi dari sang tuan dan kisah cintanya.