Bab. 1

12.1K 601 7
                                    


Suara musik terdengar samar-samar dari balik pintu tertutup. Keramaian yang terjadi setiap malam diselingi drama pertengkaran sudah biasa terjadi. Dua minggu aku mengamati tempat ini, mencari celah untuk bergerak. Di antara manusia-manusia lemah yang mengubur masalah mereka dalam minuman keras, uang dan wanita.

Dengan nampan berisi botol alkohol di atas tangan kanan dan tas hitam kecil di pingang. Aku melangkah menyusuri lorong tempat karaoke. Setelan merah muda lembut dipadu dengan rambut pirang yang kubiarkan tergerai hingga pinggang, berjalan cepat di atas sepatu berhak sembilan senti.

Mataku menatap CCTV yang berada di sudut lorong. Kuraih sesuatu dari dalam tas dan melemparnyakannya diam-diam ke sana dan membuat alat perekam rusak.

Suara musik keras dicampur dengan lagu yang dinyanyikan secara sumbang, menyerbu pendengaran saat aku membuka pintu. Lampu dinyalakan remang-remang, aroma alkohol, parfum dan makanan mengusik hidung.

"Hai, Nona cantik. Mari ikut kami bernyanyi." Seorang laki-laki gendut setengah baya berdiri sempoyongan dan berusaha memelukku saat aku meletakkan nampan di atas meja.

"Wah-wah, Nona berambut pirang yang sungguh sexy," teriak seorang lelaki jangkung dengan pelantang di tangan.

Kuhitung cepat, total ada enam laki-laki. Dua orang sedang menyanyi dengan suara sember dan memeluk rapat dua perempuan berbaju mini. Jika tak salah lihat ada dua orang lainnya sedang mengisap barang terlarang. Sisanya sedang mabuk dan bicara keras.

"Silahkan, Tuan," ucapku sambil tersenyum pada dua orang yang sedang mabuk.

"Hai, mau kemana kamu. Tuangkan kami minuman, gadis cantik."

Aku berdiri dan tersenyum, memegang botol di tangan. Melirik ke arah CCTV di sudut tersembunyi dan melakukan hal yang sama seperti di lorong. Merea terkesiap melihatku beraksi. Tanpa menunggu lama kuhantamkan botol pada orang terdekat. Keadaan menjadi panik, terdengar teriakan dan jeritan. Kuambil pistol dari dalam tas dan menembak semua laki-laki yang berada dalam ruangan. Menyisakan dua perempuan yang sekarang ambruk di lantai gemetaran.

"Keluar, kalian!" hardikku pada mereka. "Awas kalau sampai di luar kalian menjerit. Aku bunuh!"

Mereka melangkah gontai dan gemetaran dengan wajah bersimbah air mata. Bau anyir darah, bubuk mesiu bercampur dengan aroma dalam ruangan. Setelah memastikan tidak ada korban yang masih hidup, kurogoh bawah sofa untuk mengambil baju ganti yang sudah kusiapkan sebelumnya.

Rambut pirang berganti hitam dan bertopi, aku bergaya centil bak ABG. Berjalan gemulai menuju pintu keluar gedung karaoke. Jika kalian bertanya siapa yang aku bunuh? Aku tidak tahu dan tidak mau tahu. Sudah tugasku untuk mengerjakan perintah dari Sang Tuan.

Jika kalian berminat membuat roda kehidupan orang yang kalian benci berhenti berputar, panggil aku ; Elektra.

DARAH DAN CINTA ELEKTRA ( 18+ ) Tamat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang