Bab.3

6.2K 433 7
                                    

Lift berdentang terbuka saat tiba di lantai sepuluh. Aku sedikit terkejut karena biasanya di jam dua dini hari lift kosong tapi sekarang ada orang. Seorang pemuda berpostur tinggi memakai kemeja dan celana jin selutut tampak bersandar ke dinding lift dengan wajah mengantuk. Matanya melebar saat melihatku masuk.

Tanpa memedulikannya, aku menekan tombol close pada pintu dan merasakan lift meluncur turun.

"Hai, tengah malam gini mau kemana?" Suara di belakangku menyapa ramah.

Aku mendengkus dalam hati. Tidak terlalu menyukai basa-basi.

"Apa kamu tinggal di apartemen ini? Atau hanya tamu? Dan apa yang kamu bawa itu? Gitar atau bas?" cerocosnya dan entah kenapa dia sekarang berdiri tepat di sampingku.

Jika tidak ingat kalau aku sedang diburu waktu, ingin kubungkam mulutnya. Meski kuakui jika mulutnya sexy dan wajah mengantuknya terlihat imut. Terlalu imut untuk ukuran laki-laki.

"Apakah aku menganggumu? Bisa kita kenalan? Namaku Andra," ucapnya menyodorkan tangan. "Penghuni baru di sini dan akan sangat senang jika punya teman. Apalagi secantik kamu."

Aku terdiam, mengabaikannya. Tidak lama pintu lift berdentang terbuka. Kurapikan letak senapan yang kusamarkan dalam sarung gitar di punggungku lalu melangkah meninggalkannya.

"Hai, cewek cantik. Sombong sekali dirimu."

Suaranya yang sangat dekat membuatku jengkel. Aku memutar tubuh dan membentaknya. "Jangan mengikutiku terus!"

Dia menghentikan langkah tiba-tiba dan berkata dengan wajah bingung. "Anu, ini jalan ke arah parkiran mobil. Dan aku juga mau kesana, bukan membuntutimu."

Huft!

Mengabaikan rasa malu, kupercepat langkah menuju tempat mobilku terparkir di lantai basement. Sebenarnya aku memilih apartemen ini sebagai tempat tinggalku karena letaknya di pinggiran kota. Selain karena tidak ramai, tentu saja belum banyak penghuni, mengingat umur apartemen yang belum lama dibangun. Siapa sangka, ada makhluk aneh yang mulai sok akrab denganku. Jika lain kali aku bertemu dengannya lagi, itu tanda aku harus pindah. Karena tidak boleh ada yang mengenali wajahku.

Kupacu mobil menuju gudang tua tempat kami menyimpan motor. Yah, kami adalah lima anggota mesin pembunuh milik sang tuan. Selain aku ada empat orang lain lagi yang melakukan pekerjaan yang sama denganku, menghabisi nyawa orang. Bedanya, hanya aku perempuan satu-satunya dalam kelompok lima. Begitu mereka menyebut kami.

Setelah mengganti baju dengan celana dan jaket hitam, aku memanggul senapan dan menaiki motor hitam ber-cc besar. Tidak lupa memakai helm yang dilengkapi kaca canggih yang bisa melihat dari jarak jauh.

Udara dingin menembus tulang. Meski pagi menjelang tapi matahari belum menampakkan sinarnya. Aku memacu motor dengan kecepatan tinggi, melintasi jalanan yang lengang menuju tempat yang menjadi tujuanku.

Kuhentikan motor tidak jauh dari rumah besar bertingkat empat. Dari tempatku bisa terlihat dua penjaga yang hilir mudik dalam keadaan mengantuk. Aku hanya perlu menunggu satu atau dua jam hingga pemilik rumah yang merupakan seorang pejabat keluar dari sana. Aku sudah mengamati polanya dan setiap hari Rabu, sang pejabat akan pergi pagi-pagi dengan alasan rapat. Padahal yang aku tahu, dia akan menjemput selingkuhannya yang rumahnya tidak jauh dari sini dan mengabiskan waktu di hotel. Ciih, manusia munafik.

Tidak lama kulihat pintu pagar digeser terbuka, sebuah mobil putih mewah meluncur keluar dari dalam garasi. Tepat waktu seperti perkiraanku. Aku menstarter motor dan mulai mengikutinya. Di ujung jalan aku berbelok ke arah lain. Mencari jalan keluar dari komplek tanpa terdeteksi penjaga, sama seperti aku masuk tadi.

Di jalan raya kami kembali bertemu. Kali ini banyak kendaraan yang menyamarkanku. Kulihat dari balik helm, sang pejabat membawa mobilnya memasuki sebuah komplek. Itu adalah rumah wanita yang akan dia jemput.

Kuhentikan motor dari jarak jauh, tidak ingin terlalu mendekat hingga menimbulkan kecurigaan. Aku tahu jika sebentar lagi sang wanita akan keluar dengan tubuh gemulai menuju mobil yang sudah menunggunya. Berikutnya disusul oleh seorang abang jualan ketroprak yang mendorong gerobak melalui pagar reyot di samping rumah wanita. Lalu ada penjaga komplek yang kepagian shit pagi akan berkeliling dan lebih banyak tukang dagang membawa gerobak mereka melintas. Aku hanya punya waktu lima menit untuk beraksi.

Kulihat sang wanita keluar dari pagar. Aku menstarter motor dan menyiapkan senapan. Menunggu waktu.

Sial, kenapa wanita itu lama sekali bicara dengan seseorang di balik pagar? Biasanya tidak begini? Waktuku bisa terhambat karena sebentar lagi tukang ketoprak akan mendorong gerobaknya keluar.

Tersisa dua menit, si wanita mulai melangkah mendekati mobil sang pejabat. Aku memacu motor dan menghentikan tepat saat kaca mobil terbuka. Kuayunkan senjata dan membidik tepat di kepala. Wajah sang pejabat masih terhias senyum saat bidikan kedua menembus jantungnya.

Terdengar jeritan menyayat dan kupacu motorku meninggalkan rumah sang wanita. Aku yakin jika korbanku pasti mati.

Jika kalian pikir hidup kalian abadi itu salah. Karena maut bisa datang kapan saja bahkan jika melalui tanganku ; Elektra.

DARAH DAN CINTA ELEKTRA ( 18+ ) Tamat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang