Bab.10

3.8K 338 6
                                    

Demi menjaga kebugaran tubuh, olah raga rutin setiap hari aku lakukan. Selain berlari di treadmill juga push up, termasuk melesakkan tinju ke sasak. Tidak boleh ada kata malas, bahkan jika sakit mau pun sedang haid, aku tetap olah raga.

Sang Tuan memberi perintah agar aku pergi ke gudang jam sepuluh malam. Sepertinya akan ada pekerjaan baru. Jujur saja, aku tidak pernah paham bagaimana dia menutupi aksi-aksi kami, tapi sepertinya dia bekerja sama dengan pihak berwajib. Entahlah, itu hanya dugaan.

Aku mengamati bentuk tubuh di kaca besar yang ada di ruang olah raga. Melihat tidak ada perubahan meski masakan enak dari Andra terus menerus berdatangan. Laki-laki itu, secara terang-terangan mengejarku. Jika aku bukan Elektra, jika aku bukan aku yang sekarang, mungkin akan menerimanya. Namun, tidak ada kata 'jika' dalam kamusku.

"Venus, mau kemana?" teguran Andra membuatku menghentikan langkah.

Aku menoleh dan melihatnya berlari kecil menghindari gerimis. Kami berdiri bersisihan di teras apartemen yang sepi.

"Kamu dari mana?" tanyaku.

"Dari kedai, hari ini tutup lebih cepat," jawabnya sambil mengibaskan rambut basahnya. "Kamu sendiri? Malam-malam begini mau kemana?"

"Ada pekerjaan."

"Apa? Tengah malam gini? Emang pekerjaanmu apa sih?"

"Traveller, dan aku harus mengejar penerbangan jam tiga pagi," ucapku berbohong. Entah kenapa, aku ingin membuat diriku tampak baik di hadapannya.

"Wow, keren. Mau ke negara mana?"

Aku tersenyum. "Rahasia perusahaan, maaf."

Andra mengangguk, menatap mataku dan tangannya terulur tanpa bisa kucegah untuk mengelus pipiku. Telapaknya yang dingin mengusap perlahan.

"Jaga diri, Venus. Cepat pulang, jangan lama-lama perginya, nanti aku rindu."

Bisa jadi karena ucapannya yang manis atau mungkin karena hujan yang terasa sahdu, aku menangkap tangannya dan menangkup di pipiku.

"Aku kembali, pasti."

Tanpa diduga, Andra mendekat dan meraupku dalam pelukannya. Terasa hangat dan kokoh, bisa kurasakan kecupannya di keningku. Ini sudah melebihi batas, aku harus pergi sekarang sebelum semua berlanjut terlalu jauh.

"Aku harus pergi, bye, Andra."

Mengecup punggung tanganku sekali lagi, pandangan Andra mengiringi langkah menembus gerimis menuju parkiran mobil.

Sepanjang jalan, masih terngiang di ingatanku wajah Andra yang sendu melepasku. Hatiku bagai terpilin, bukankah semua tidak seharusnya terjadi? Sebagai seorang pembunuh bayaran, aku tidak boleh jatuh cinta atau terikat dengan seseorang. Entahlah, aku tidak ingin memikirkan Andra sekarang.

Tiba di gudang hujan deras turun mengguyur kota. Dari balik kaca mobil, aku melihat kelompok lima berkumpul. Ehm ... sepertinya ini akan menjadi misi yang sulit. Sudah bisa dipastikan, akan ada pekerjaan besar.

Sebuah bumerang besi bersisi tajam melayang melewati kepala saat aku baru saja turun dari mobil. Aku merunduk dengan sigap. Kulihat bumerang kembali ke tangan Kingkong, ah sial! Dia ingin bermain-main rupanya.

Kedua kalinya, bumerang menyerangku, kali ini melewati sisi kepala sebelah kanan. Nyaris mengiris kuping jika sedikit saja aku terlambat mengelak.

"Mengelak terus, Elektra! Takut dengan senjataku?" Teriakan Kingkong bergema di gudang yang kosong.

Dia menantang rupanya. Aku mencabut pisau dari balik celana, saat bumerang kembali menyerang dengan gerakan memutar di atas kepala, kugunakan pisau untuk menahan bumerang. Berhasil! Dengan sekuat tenaga kulempar bumerang ke arah Kingkong yang berdiri pongah di samping Zeus. Terdengar ledakan saat bumerang membentur tembok dengan Kingkong dan Zeus merunduk di bawahnya.

"Cemen," desisku pada Kingkong.

"Wah-wah, adik kecilku minta diajak main rupanya." Dia menekuk tangan dan berlari kencang menyerangku.

"Kingkong!" tegur Zeus keras tapi terlambat.

Aku menunduk, merasakan angin menerpa kepala saat pukulannya melewatiku. Menggunakan siku, kusodok perutnya. Dia terpukul dua langkah ke belakang dan kembali menyerangku. Kali ini menggunakan kakinya dan berhasil mengenai perut. Ugh, sakit.

"Hanya segitu, tenagamu, Sayang," ledeknya dengan kepala tangan mengarah pada bahuku.

Aku menunduk, mengelak dan meninju perutnya tapi gagal. Dia berdiri, aku tekel kakinya. Kena! Dia terguling ke tanah, kakiku bergerak cepat untuk menginjaknya dan dia menghindariku sambil berbaring di tanah. Tangannya berhasil meraih kakiku dan membuatku terpelanting. Terdengar teriakan memberi semangat dari Lee dan Tristan, keduanya bahkan membuat taruhan untuk kami.

"Stop, berhenti main-mainnya."

Suara teguran dari paman membuat kami berhenti saling memiting. Mengibaskan debu di sekujur tubuh, aku berdiri di hadapan paman yang kali ini datang sendiri tanpa asisten yang biasa menemani.

Paman memberi tanda agar yang lain mendekat. Lalu mengedarkan foto ke tangan kami.

"Namanya Gonzales, pria dengan kewarganegaraan asing. Sudah dipastikan terlibat bisnis prostitusi dan peredaran obat terlarang. Pihak berwajib kesulitan menangkapnya karena jaringannya terkenal luas dan licin. Ada indikasi, penjualan anak di bawah umur."

Aku mengamati foto pria yang dipanggil Gonzales, tinggi putih, berambut pirang dan berumur kisaran empat puluhan.

"Dia biseksual, menyukai pria tampan sekaligus gadis menawan. Untuk itu, tugas Eletra dan Zeus memikat hatinya."

"Suit-suit." Kingkong bersiul pelan.

Aku bertukar pandang dengan Zeus yang mengangkat sedikit bahunya. Aku tahu, jika disuruh memilih antara bertarung melawan seratus orang atau menjadi pacar pria bule, Zeus akan memilih yang pertama. Begitu pun aku, apa daya ini adalah tugas kami.

"Tristan, bagaimana dengan hasil belajarmu sebulan ini?" tanya paman pada Tristan yang sedang mengamati foto di tangan.

"Aku sudah siap melamar jadi bartender," jawan Tristan dengan suaranya yang dalam.

"Bagus, melamarlah besok ke bar Gonzales dan gunakan nama Mark. Segala identitasmu sudah kami siapkan."

"Aku?" tanya Kingkong menunjuk dirinya sendiri.

Sang paman hanya berdehem. "Apa yang menurutmu cocok dengan bentuk badanmu?"

Kingkong melihat kami dengan wajah kebingungan.

"Tukang pukul," jawabku enteng dan disambut tawa kecil di sekelilingku.

"Elektra benar, itulah tugasmu!" sahut paman sambil menunjuk Kingkong. Meski terlihat kurang suka tapi Kingkong mengangguk tanpa membantah.

"Tersisa, Lee. Tugasmu sebagai pengunjung, datang ke bar tiap malam dan carilah informasi sebanyak-banyaknya tentang seluk beluk bar. Agar saat terjadi konflik, kalian tahu harus lari kemana. Perlu kuingatkan, anak buah Gonzale ada ratusan orang yang terdiri atas para preman yang menguasai jalanan dan gang di sekitar bar. Belum lagi para aparat licik yang memakan uang haram darinya, paham?"

Kami mengangguk. Keputusan sudah diambil, kami akan mulai menjalankan aksi, dua hari dari sekarang. Menunggu hingga Tristan yang berganti nama menjadi Mark, menjadi bartender di sana.

Tugas lain yang menatang bahaya sudah menanti di depan mata, entah kenapa aku teringat Andra. Kutarik napas dan embuskan perlahan, berharap kali ini aku melewati pekerjaan dengan selamat dan kembali melihat Andra.

DARAH DAN CINTA ELEKTRA ( 18+ ) Tamat.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang