17. Luka

441 31 1
                                    

Sivia, Agni, Shilla dan Iel menunggu di ruang tamu. Mereka semua diam karena tidak tau mau bicara apa.

"Kira-kira apa yang sebenarnya mereka bicarakan di dalam kamar berdua?" tanya Agni tiba-tiba.

"Entahlah, tapi ku rasa itu adalah sesuatu yang sangat rahasia. Maka dari itu mereka meminta kita untuk keluar." ucap Sivia

"Tapi aku merasa aneh, mengapa mereka harus menyembunyikan sesuatu dari kita?
Seharusnya mereka menceritakannya pada kita. Agar kita bisa mencari solusinya bersama-sama."

Entah mengapa, Agni merasa kesal karena Rio dan Ify menyembunyikan suatu hal dari mereka. Padahal jika semua tau, maka akan semakin mudah menemukan solusi dan jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi. Dan itu pasti akan lebih cepat selesai.

"Sudahlah, biarkan saja itu menjadi privasi mereka. Mungkin mereka beranggapan bahwa masalah ini bukanlah masalah yang rumit, sehingga dapat mereka selesaikan berdua. Dan kita, kita cukup membantu saja apa yang mereka butuhkan. Selebihnya, tidak menjadi urusan kita." lerai Iel yang mereka suasana disekitarnya memanas.

"Pangeran Iel benar, Agni.
Lagi pula tidak baik jika kita mencampuri urusan orang lain." kini gantian Shilla yang berucap.

"Hah... baiklah kalau begitu." Agni membuang nafas beratnya.
Dan suasana kembali hening setelahnya.

✴✴✴✴✴

"TIDAK MUNGKIN ITU...." mereka menjeda kata yang akan mereka ucapkan, sebelum mereka saling mendekat dan kembali berkata. " adalah Shilla." Mereka berucap dengan nada bisikan.

"Pemikiran kita sama, Ify. Tapi bagaimana bisa kau memiliki perkiraan bahwa dia yang melakukannya?"

"Yah, aku cuma berfikir. Tingkahnya terlalu aneh, dia orang baru, tapi sangat sering gak ada di rumah, padahal dia juga gak punya temen sama kaya aku.
Terus, dia juga tadi malem pergi, dengan alesan cari udara kan?
Padahal kamu tau kan, Yo. Kalau cuaca sekarang ini dingin terus karena awan hitam itu. Kalau siang aja udah dingin, apa lagi malem-malem. Dia keluar juga cuma pake baju biasa, bukan baju panjang yang menghangatkan." Ify berkata panjang lebar.

"Hemm...pemikiran kita hampir sama. Hanya saja, aku juga ingat perkataan Nenek itu. Bahwa bisa saja diantara orang-orang terdekat kita adalah salah satu dari musuh kita. Kalau aku menuduh Sivia, tentu saja tidak mungkin, Iel? apa lagi, tentu saja bukan dia, karena dia adalah adik ku. Agni? dia adalah orang kepercayaan Alvin, dan dia juga sudah mengabdi sedari dia masih berumur belasan tahun. Dan yang terakhir, adalah Shilla. Orang yang sangat tertutup pada kita semua, dan orang yang paling jarang berada bersama kalian. Maka dari itu, aku berfikiran bahwa dialah orangnya."

Setelah mendengar perkataan Rio, mereka saling diam. Berusaha mencari spekulasi lain tentang dugaan mereka.

✴✴✴✴✴

Sorenya, Rio dan Ify pergi ke hutan. Untuk kembali mendatangi rumah pohon. Mereka datang kesana karena berharap dapat bertemu dengan Nenek itu di tempat yang sama, dan bertanya tentang kejadian yang menimpa Ify serta dugaan mereka tentang Shilla. Sampai disana, keadaan sepi dengan awan hitam yang menumpuk dilangit. Membuat cuaca menjadi terasa dingin dan gelap karena tidak ada cahaya matahari.

"Kau kedinginan Ify?" Rio bertanya karena melihat Ify yang terus saja mengusap bagian lengannya sedari mereka sampai di hutan.

"Iya, cuaca di hutan kerasa lebih dingin daripada di rumah tadi."

Mendengar jawab Ify, Rio langsung melepas jubah yang dipakainya, lalu memasangkannya ke tubuh Ify.

"Eh, gak usah Yo." Ify menolaknya, tapi Rio menjawab dengan gelengan tegas.

"Tak apa, kau lebih membutuhkannya daripada aku, Ify. Jadi kau saja yang memakainya."

Semburat merah muda nampak terlihat di kedua pipi Ify. Rio yang melihat rona pipi Ify terkekeh ringan, karena merasa sangat gemas dengan tingkah Ify.

"Hei. Kenapa kamu ketawa Rio?"

"Tidak, aku tertawa karena melihat pipi mu yang merona seperti itu." lagi-lagi Rio terkekeh, tapi bukan karena melihat rona pipi Ify, melainkan karena melihat Ify yang sekarang mencebikkan bibirnya.

"Rio, udah. Inget gak sih tujuan kita ke sini itu mau apa? Kenapa malah jadi ngeledekin aku." kali ini Ify benar-benar merengut kesel. Tak ada lagi rona-rona merah jambu di pipinya. Yang ada hanya rasa kesalnya lantaran Rio yang tidak bisa fokus pada tujuan awal mereka datang ke tempat ini.

"Iya, maafkan aku Ify.
Lalu sekarang bagaimana caranya agar kita dapat bertemu dengan Nenek itu?"

Ify diam, bukan karena melamun atau apa pun itu. Dia diam karena sedang berfikir bagaimana caranya supaya Nenek itu bisa datang menemui mereka.
Ify langsung menghadap ke arah Rio, dan Rio pun langsung menghadap Ify.
Mengira kalau Ify telah menemukan bagaimana caranya.

"Apa kau sudah tau bagaimana caranya, Ify?"

Dan seketika itu juga Ify menampilkan deretan giginya yang putih dan rapih.
Rio yang melihat tingkah laku Ify mengeryit bingung.

"Hehe... aku belum tau gimana caranya." Jawab Ify dengan cengiran lebarnya.
Rio yang melihat hal tersebut langsung mengacak rambut Ify, karena merasa gemas dengan tingkat Ify yang menurutnya sangat lucu.

"Ekhem.
Apa kalian mencari ku?" Tanya seseorang dari arah belakang Ify dan Rio.

Ify dan Rio sontak membalikkan badannya menghadap arah suara.
Seketika mereka terkejut dan juga senang setelah melihat siapa yang sudah membuat mereka kaget.

"Nenek." Ucap Rio dan Ify bersamaan.

"Ya, ini aku.
Ada apa kalian mencari ku?
Apakah ada hal yang ingin kalian tanyakan pada ku?"

"Iya, Nek. Banyak hal yang mau kita tanyakan ke Nenek. Dan pasti Nenek udah tau apa aja yang mau kita tanyakan." ucap Ify

"Yah, tentu saja aku tau apa yang akan kalian tanyakan pada ku, tanpa kalian ucapkan.
Baiklah, sekarang akan aku jawab semua pertanyaan-pertanyaan yang ada didalam pikiran kalian berdua.
Dia memang orang yang ku maksud waktu itu. Orang yang merupakan kaki tangan si penyihir, yang selama ini mengawasi apa saja yang kalian lakukan. Lalu, dia akan memberitahu semuanya pada orang yang selama ini menjadi tumpuannya.
Kedatangannya memang sudah direncanakan untuk mengacaukan apa yang akan kalian lakukan.
Dan orang yang telah melukaimu, Ify. Dia adalah sang penyihir yang selama ini harus kalian wapadai.
Dan satu lagi, luka yang kau alami saat ini tidak akan pernah bisa hilang bekasnya. Meski dengan segala macam obat yang kau pakai. Karena luka itu bukanlah luka biasa."

Ify dan Rio langsung terdiam mendengar semua penjelasan sang Nenek.
Terlebih Ify, dia langsung menatap kearah lengannya yang masih dibalut perban untuk menutupi lukanya.
Tatapan Rio langsung beralih pada Ify yang saat ini menatap lengannya.

"Ify...." Rio menggantung kata-katanya.

Ify yang melihat Rio menatapnya dengan tatapan sedih menampilkan seulas senyum tipis di bibirnya.

"Gak papa, Rio. Lagian cuma bekas luka yang gak akan buat aku merasa sakit karena gak bisa hilang. Lagi pula, masih bisa ketutupan sama lengan baju.
Ify mencoba untuk meyakinkan Rio, bahwa dia tidak akan apa-apa hanya karena bekas luka.

"Terima kasih atas semua penjelasan mu Nek. Tapi... Apa benar-benar tidak ada obat sama sekali yang bisa menghilangkannya?" tanya Rio.

"Tidak ada. Tidak akan ada obat untuk bekas luka itu, sekali pun bunga ajaib yang tumbuh didalam perut Naga Abadi.
Hanya itu yang bisa ku bantu. Selalulah berhati-hati dimana pun kalian berada."

Nenek itu menghilang dalam sekejap. Meninggalkan Ify dan Rio yang terdiam mematung di posisinya.

✴✴✴✴✴

Yey yey....

Aku udah up lagi ya.
Lama ya aku up nya?
Iya, itu karena aku yang emang lagi ga ada ide😂😂😂
Jangan lupa vote and comment bagian mana pun yang kalian mau.
Sekian. Makasih😊😊
{07~02~2019}
.
.
.
.

Secret Book{✔}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang