Sapuan Embun : 7

34 4 0
                                    

Melihat kebahagiaanmu saat ini,
aku ingat beberapa tahun yang lalu aku pun pernah berada di posisi perempuan terkasihmu.
Menjadi sosok perempuan yang tersenyum lebar saat berfoto denganmu, saat kita berlibur ke kota
jari jemarimu masih terasa menari-nari di antara sela-sela helai rambutku yang semakin hari semakin panjang.

Mungkin aku harus memotong rambutku esok hari agar kau tahu bahwa anak-anak rambut ini rindu disentuh oleh jemarimu.

Berjalan berdua sambil kau genggam erat, kau menggenggamku seperti tak ingin aku pergi jauh, meninggalkanmu sendirian.

Aku masih ingat suara tertawamu yang lucu saat mengejekku untuk berpuluh-puluhan kalinya.

Aku masih ingat senyum sendumu yang paling aku sukai saat angin senja meniup wajahmu.

Aku masih ingat kau suka memandangku saat aku sedang bercerita tentang banyak hal.

Aku masih ingat kau suka mencuci piring di hari minggu kan?
Aku masih ingat kau seperti balita saat mandi hujan.

Aku masih ingat kau suka membagi gulali mu saat gulali ku habis kan?
Aku masih ingat kau pernah bilang kalau kau suka menyebrangi nenek-nenek yang tidak mau menyebrang kan?
Aku masih ingat kau suka ngambek kalau aku minum soda kan?

Nampaknya rindu ini banyak mengingatmu ya?

Tapi itu dulu
Tanpa seorang pun tahu.

Kau lah yang menjadi sosok si tega yang meninggalkanku sendirian.
Termasuk meninggalkan semua mimpi kita untuk meneruskan cerita yang selalu kita perjuangkan.
Kau menghentikan perjuangan kita di tengah jalan tanpa pernah bertanya kepadaku.

Apakah aku siap ditinggalkan seperti itu atau tidak?

Karena aku tidak pernah siap,
apalagi melihat posisiku tergantikan begitu cepat.

— Pluviophiless
[mari mengenang]

Suara MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang