"Tolong sadarkan aku,
jika ini mimpi!"•••••
Tak terasa seminggu lamanya Lusya menjadi asisten Orlando. Lelaki itu tak ada henti-hentinya memerintah seenak jidat, membuatnya mau tak mau harus menerima meskipun dengan berat hati dan dada yang selalu bergemuruh tak terima. Orlando melayangkan ratusan keinganannya seperti mengerjakan pr, memesankan makanan saat di kantin, menemaninya makan di cafe hingga permintaan sederhana ia akan tetap menyuruh Lusya. Sampai itbalah hari ini, hari terakhir Lusya bisa terbebas dari lelaki menyebalkan yang mengubah hidupnya seminggu lalu menjadi suram.
Respon kedua sahabatnya saling bertolak belakang Audrey dengan keras melarangnya menerima perjanjian itu, tapi Cathrine malah mendukungnya menerima nya. Ya apalagi kalau bukan karena Orlando good looking. Sedangkan para fans Orlando mayoritas membully nya karena diperbudak oleh Orlando walaupun Lusya tau, mereka sebenarnya menginginkan posisi ini. Benar-benar para budak cogan.
"Eh cewek aneh, cepet pesenin gue nasi goreng nggak pakek lama!," titah Orlando berlagak bak penguasa bumi dan langit. Lusya mendengus sebal, segera beranjak dari duduknya menuju otlet penjual nasi goreng di pojok kantin.
Orlando menyunggingkan senyum tipis menyaksikan wajah sebal dari Lusya terlihat sangat memuaskan. Tujuh harinya terasa sedikit berwarna selalu ada gerutuan kecil dari bibir gadis itu, tatapan penuh dendam, dan hentakan kaki kekesalan dari kedua kaki rampingnya. Tapi hari ini semua itu akan berakhir.
"Silahkan makanannya..," kata Lusya menyodorkan seporsi nasi goreng seraya tersenyum manis ke arah Orlando.
Orlando mengalihkan pandangan dari ponselnya. "Ngapain lo senyum-senyum gitu? nggak usah sok cantik," cercanya tajam. Lusya mengabaikan cercaan Orlando mengangkat kedua bahunya acuh.
"Ya ya ya terserah lo deh," balasnya tidak peduli.
Lusya memainkan benda pipih di genggamannya mengambil duduk di samping Orlando tetapi saling berbeda meja. Tak berselang lama, datanglah dua pria sahabat Orlando bernama Leonard Emilio Ricolas atau sering di sapa Leo. Dia terkenal sedikit kaku dan cuek, ya sebelas dua belas dengan Orlando tapi tidak pelit senyum.
Satu lagi, Vero Gio Alfaro mereka menyebutnya Vero. Sangat suka tebar pesona, modusin adek kelas, guru, bahkan siswi seangkatan. Suka bicara, hobby membuat kerusuhan. Hampir semua circle pertemanan Orlando berparas tampan, tapi tidak semua. Hal terpentingnya mereka selalu mengutamakan solidaritas satu sama lain.
"What's up bro!" sapa Vero penuh semangat tanpa sadar menepuk bahu Orlando yang sedakan menyendokkan nasi goreng ke dalam mulutnya.
Orlando nyaris saja tersedak. Matanya memicing, menatap tajam Vero seolah akan membunuh lelaki tak waras itu detik ini juga. Vero tersenyum receh memperlihatkan deretan gigi putihnya memasang wajah suci tanpa dosa. Leo berusaha menahan tawanya menyaksikan keselamatan Vero tengah berada di ujung tanduk.
"Lo kok nggak pernah ngumpul sama kita sih Ndo?" tanya nya mengalihkan keadaan.
Orlando kehilangan selera makan, rasa kesalnya begitu mendominasi.
"Gue lagi males keluar," ujar Orlando singkat.
"Eh! Kok baru sadar ada bidadari di hadapan gue?," goda Vero tersenyum sok ganteng.
Lusya melirik sekilas mencebikkan bibir lalu, memutar bola mata malas. Vero berdecak sebal, jarang-jarang ada gadis yang hanya meliriknya sekilas dan mengabaikannya sepeti itu. Kebanyakan dari mereka akan merespon baik, minimal tersenyum tipis lah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Bad Boy ✔ [SELESAI]
Teen Fiction[PART DI PRIVATE, FOLLOW UNTUK MEMBACA 18+] "Apa lo liat-liat, minta di colok tuh mata?!," ketus gadis itu memelototi seorang cowok di hadapannya. "Dasar cewek aneh!" "Dasar cowok abal-abal. Nyebelin!," kesal nya dengan mengerucutkan bibirnya. "Kena...