O6 - A BURIED MEMORY

4.4K 656 24
                                    

Peluh membasahi wajah, dengan nafas terengah-engah Jiyeon berlari memasuki rumahnya. Ritme jantung yang berpacu, rasa lelah dan haus bercampur menjadi satu. Mendadak Jiyeon ingin muntah saat itu juga. Gadis itu meringis.

Apa aku salah lihat?

Kembali memutar kejadian beberapa waktu yang lalu, memutar otak ketika ia melihat Jungkook berhadapan dengan dirinya di atap sekolah. Bagaimana bisa? Bukankah Jungkook masih terbaring dirumah sakit dengan keadaan lemah? Lalu, kenapa pria itu bisa berada dihadapan Jiyeon dengan tubuh yang sehat bugar?! Bahkan Jiyeon bisa melihat tidak ada luka setitik pun membekas di tubuh pemuda Nam itu. Setelah terjatuh dari lantai empat sekolah, Jungkook masih baik-baik saja. Sungguh mengejutkan.

Ini mimpi, bukan?!

Mau ditampik sekeras apapun, Jiyeon merasa bahwa kejadian tadi benar-benar nyata. Benar-benar terjadi. Itu bukanlah mimpi seperti yang ia duga.

Menolehkan kepala ke belakang—berharap bahwa sosok itu tidak mengejarnya, seketika gadis itu merasa terkejut ketika harapannya pupus tertiup angin. Tubuh tegap nan gagah itu tepat berjarak beberapa meter dibelakangnya, Jiyeon mendadak merasakan perutnya diaduk hingga gadis itu ingin muntah. Berteriak saja tidak mampu ketika dirasa tenggorokannya tercekat—seolah sesuatu yang besar tersangkut disana.

Melihat wajah tampan Nam Jungkook yang tersenyum ramah, gadis itu berusaha untuk menahan diri untuk tidak lari terbirit-birit kemudian mengunci kamar dengan rapat. Jiyeon mencoba untuk membuka suaranya yang terdengar bergetar dilantaran menahan rasa takut yang menyeruak masuk. Melangkah mundur menjauhi pemuda Nam itu, memandangi Jungkook dengan bola mata bergetar.

"K-kenapa kau mengikutiku?" bertanya dengan suara bergetar, menunjuk ke arah pemuda Nam itu sambil menetralisir rasa takutnya.

Jungkook memiringkan kepalanya, "Karena aku butuh bantuanmu."

Bantuan?

Seketika Jiyeon merasa kebingungan setelah mendengar kalimat Jungkook. "B-bantuan apa? Aku tidak mengerti." Sialan! Suaranya masih saja terdengar bergetar.

Sepersekon kemudian Jiyeon melihat Jungkook berjalan mendekat kearahnya. Panik menyerang, refleks Jiyeon berteriak.

"J-jangan mendekat!" pintanya dengan nada yang lumayan tinggi.

Jungkook mengerutkan keningnya bingung, kemudian menghela nafas kasar,  "Dengar, oke? Aku butuh bantuanmu, karena hanya kau yang bisa melihatku. Itu artinya, kau adalah penolongku. Aku mohon."

Jiyeon menggeleng, "Aku tidak bisa menolong apapun. Dan aku bukan penolongmu. Jadi, pergilah!" usirnya sambil mengibaskan tangan mengusir Jungkook.

"Tidak! Aku tidak akan pergi sebelum kau membantuku." Pria Nam itu berjalan mendekat ke arah ranjang tidur dikamar Jiyeon. Merebahkan diri dan bersantai di sana seolah-olah itu adalah miliknya.

Menghela nafas kasar dan menginggit bibir bawah geram, mendadak otaknya terasa buntu saat ini. Bagaimana kehidupannya yang semula terasa menenangkan, sekarang begitu terasa menyulitkan. Dihadapkan dengan tuduhan sebagai pembunuh Jungkook, mendapat cacian dan makian yang tidak hentinya. Sekarang ia disuguhi dengan pemandangan gila dimana Jungkook meminta bantuan padanya. Gadis itu memijat kepalanya yang berdenyut nyeri secara tiba-tiba. Seakan beton menghantam kepala dan membuatnya pecah hingga mengeluarkan segala isinya.

Apa salahku, sih?!

Jiyeon berusaha mengabaikan kehadiran Jungkook, gadis itu melangkahkan kaki menjauh dari kamar. Berjalan menuju dapur tanpa berniat mengganti seragam sekolah—olahraga Taehyung, menjadi pakaian santai. Tidak memedulikan sosok Jungkook disana, Jiyeon mengambil air mencoba untuk menyegarkan tubuh dan meminumnya hanya dalam sekali teguk. Dirasa tubuhnya begitu lelah, karena sedari tadi Jiyeon tidak henti-hentinya menangis, dan di tambah berlari dengan kekuatan tinggi untuk menghindari Jungkook. Sebenarnya tidak menghindari, gadis itu merasa terkejut dengan kehadiran pria itu di tengah kesedihannya.

Phantom Man ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang