#2

161 33 2
                                    

Jika kaum equal bisa menyesuaikan diri dengan kelasnya, maka beberapa orang lain yang tidak. Di sekolah, orang-orang ini disebut loser. Mereka yang lemah, tidak punya apa-apa, dan tidak mampu melawan. Menjadi budak dan ditindas sudah menjadi bagian dari keseharian mereka. Seperti halnya dengan gadis pendiam yang satu itu.

"Heh, mata empat! Tugas lo udah jadi belom? Gue liat dong!"

Karin menatap beberapa teman sekelasnya yang sedang membully seorang murid culun di ujung sana. Murid culun itu hanya menunduk ketika sekelompok gadis tadi merebut buku tugasnya dan mencontek tugasnya sesuka mereka. Karin tidak mengalihkan pandangannya karena merasa pemandangan itu cukup menarik. Ia cuma melihat tidak berniat membantu. Lagipula Karin juga tidak merasa kasihan.

"Nih buku tugas lo!" Teriak seorang gadis sambil melemparkan buku tugas itu kembali ke meja si murid culun. "Sorry ya, buku lo robek dikit abis ditarik mulu sama anak-anak. Oh iya, entar lo ngumpulin buku tugas anak-anak lain ya. Tadi bu Reta nyuruh gue ngumpulin tugas dan bawa ke ruangannya, tapi gue lagi laper nih mau ke kantin. Elo aja ya yang ngumpulin, jangan lupa bawa ke ruangan bu Reta." lanjutnya enteng kemudian tertawa dan berlalu bersama teman-temannya.

Si murid culun hanya diam seperti biasa. Ia mengambil buku tugasnya lalu bangkit dan berjalan mengumpulkan buku tugas murid-murid lain. Karin menyodorkan buku tugasnya ketika gadis berkacamata itu sudah berdiri didepan mejanya.

"Nih, makasih ya." ucapnya sambil tersenyum manis yang hanya dibalas anggukan oleh si culun.

Ketika gadis itu berlalu dan hilang dibalik pintu kelas, ekspresi Karin pun segera berubah. Wajahnya kembali dingin. Ia duduk dengan menopang dagu sambil berucap pelan.  "Gak menarik. Gue butuh sesuatu yang lebih dari ini."

 
Triiingggg!!

Bunyi bel menandai jam istirahat telah berakhir. Para siswa mulai berlarian memasuki kelas. Tepat lima menit setelah bel masuk berbunyi, Bu Reta muncul dengan ekspresi yang tak biasa. Ia melangkah lebar memasuki kelas dengan ekspresi yang menakutkan.

Bu Reta tiba-tiba memukul mejanya dan berteriak lantang. "Siapa yang membawa buku tugas di kelas ini ke ruangan saya? Jawab!!"

Semuanya diam. Tentu saja mereka terkejut dengan kemarahan guru sejarah yang begitu tiba-tiba itu.

"Vina! Tadi kamu yang saya suruh bawa buku itu ke ruangan saya kan? Kamu yang meletakkan tumpukan buku kotor itu ke meja saya?!"

Siswi beranama Vina yang duduk didepan itu terkejut. Ia langsung menggeleng. "Bu bukan bu. Bukan saya yang bawa. Ibu emang nyuruh saya, tapi yang ngumpulin dan bawa buku tugas itu si mata empat, bu."

"Siapa mata empat?!"

"Rindyta, Bu!"  seisi kelas itu menjawab dengan kompak.

Tatapan Bu Reta kini jatuh pada sosok murid berkacamata yang duduk di pojok belakang. "Rindyta! Kamu yang bawa tumpukan buku penuh lumpur itu ke meja saya?!"

Semua tatapan murid dikelas segera beralih dari Bu Reta menuju Rindyta. Mereka menatap tak percaya pada gadis berkacamata itu.

"Eh mata empat! Lo naroh lumpur di buku tugas kita-kita?!"

"Wah, kurangajar lo ya."

"Kalo lo dendam, ya ngomong dong. Beraninya nusuk dibelakang lo. Sialan!"

"Sudah diam semuanya!" Teriakan Bu Reta menghentikan keributan di kelas. "Rindyta! Sekarang kamu keluar dari kelas saya! Jangan kembali sebelum kamu selesai membersihkan seluruh ruangan toilet wanita!"

Rindyta atau lebih sering disapa Rindy. Gadis berkacamata itu tak berbicara sepatah katapun. Ia bangkit dan berjalan keluar mengikuti instruksi bu Reta. Ia sama sekali tidak menghiraukan tatapan menghujat yang terus ditujukan padanya.

When We Were Young Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang