Sekelumit kisah ke-empat remaja SMA. Mencari jati diri dan belajar akan arti kedewasaan. Karin yang terlibat hubungan tarik-ulur tanpa status dengan sahabat masa kecilnya, Arka. Rindyta, gadis pendiam yang menyimpan sejuta rahasia. Serta Alan, si pe...
Karin sedang berjalan melewati koridor menuju kelas dan sebuah pemandangan tak mengenakkan kini menyambutnya.
Di depan sana tak jauh dari kelasnya, Arka tengah berbincang berdua dengan seorang gadis. Gadis cantik dengan penampilan menarik. Entah siswi dari kelas mana. Karin sama sekali tidak tau. Satu-satunya hal yang ia tahu saat ini adalah bahwa gadis itu jelas sedang tergila-gila pada Arka.
"Emm, makasih ya Arka, udah nemenin gue keliling sekolah hari ini. Harusnya tadi pak Saleh yang nganterin, tapi karena dia sibuk jadi ngerepotin elo deh."
"Gak apa-apa. Tadi juga cuma kebetulan aja gue ada disana."
Gadis itu tersenyum manis. "Arka baik deh. Padahal gue cuma murid baru. Ngomong-ngomong, lo mau gak nemenin gue ke kantin siang nanti. Gue traktir, itung-itung sebagai ucapan terimakasih."
Arka nampak ragu. Ia baru ingin menolak ketika sosok yang familiar tiba-tiba berjalan melewatinya.
"Karin!" teriaknya ketika Karin berlalu begitu saja. Gadis itu tak merespon.
"Sorry, ya. Gue masuk dulu. Lo udah liat kelas lo kan? Balik sendiri gak apa-apa ya."
Arka segera berlari menyusul Karin. Meninggalkan si siswi baru yang menatap kepergiannya dengan raut kecewa.
"Eh, si Karin datang tuh. Ayo, tanyain gih!"
Sekelompok siswa menyerbu Karin ketika ia baru memasuki kelas. Karin mencoba bersikap normal sembari duduk di bangkunya.
"Heh, rin. Gue ada pertanyaan nih."
Itu Anto. Si tengil yang terkenal suka membuat masalah di sekolah.
"Apa?" balas Karin sambil tersenyum.
"Emang bener ya lo itu anaknya Amor? Amoranda si artis senior itu?"
Karin membeku. Senyum yang dia pasang perlahan pudar saat perhatian anak-anak lain kini mengarah padanya.
"Siapa yang bilang gitu?" tanyanya pelan.
"Si Ana, dari kelas sebelah. Katanya nyokapnya yang cerita. Pas nyokapnya datang ngejemput Ana kemarin kan dia gak sengaja tuh ngeliat elo, terus nyokapnya bilang muka lo tuh mirip banget sama Amoranda pas jaman muda. Lagian kan emang udah sejak lama ada rumor soal anak haramnya Amoranda yang sekolah disini."
Berisik. Seisi kelas mulai berbisik-bisik sambil menatap ke arahnya.
"Jadi bener lo anak haram yang disembunyiin itu?"
Anak haram. Panggilan yang sudah lama tidak ia dengar. Karin menunduk, berusaha menyembunyikan tangannya yang mulai gemetaran. Bisik-bisik dan tawa pelan di sekelilingnya sangat mengganggu.
"Siapa yang kalian panggil anak haram?!"
Teriakan itu datang dari arah pintu, disusul oleh suara meja yang terlempar ke tembok.
Arka datang. Ia berjalan lurus ke arah Anto, menarik kasar kerah si murid tengil itu lalu membanting tubuhnya ke lantai.
"Anjirr! Woy, ka', apa-apaan--"
Brukk!
Anto tak dapat menyelesaikan ucapannya. Setiap kali ia bicara, maka saat itu juga Arka akan menghajarnya. Kelas mulai ramai. Para siswi menjerit panik dan sebagian berlarian keluar untuk melapor pada guru.
Karin diam saja melihat adegan itu. Dia tau jelas Anto bukan tandingan Arka, jadi dia tidak perlu khawatir.
Perkelahian berakhir dengan kedatangan ibu Vera. Arka dan Anto digiring paksa menuju ruang BK.
Karin menatap punggung Arka yang mulai menghilang dibalik pintu kelas. Laki-laki itu kembali terlibat masalah. Dan lagi-lagi itu karena dirinya.
▫
Bel istirahat baru saja berbunyi. Karin berjalan cepat keluar dari kelas saat menyadari Arka tengah mengikutinya.
"Karin!"
Arka bergerak lebih cepat. Ia menarik tangan Karin membuat gadis itu mau tak mau berhadapan dengannya.
"Lo kenapa sih? Hari ini lo aneh banget tau gak. Lo sakit?"
Karin menggeleng. Mengabaikan pertanyaan Arka, ia justru balik bertanya. "Lo dikasih hukuman apa di ruang bk?"
"Gak apa-apa. Kalau itu lo khawatirin, gue sama sekali gak apa-apa kok."
"Gue nanya sama lo, ka. Hukuman apa?"
Arka diam. Menarik napas sejenak lalu menjawab ragu. "Gue di skorsing dari pertandingan baseball minggu depan."
Karin diam sambil menatap wajah Arka. Lagi-lagi karena dirinya.
Arka mulai berbicara didepannya, tetapi pikiran Karin terlalu blank untuk mencerna apapun yang didengarnya saat ini. Bisikan-bisikan yang menyalahkan dirinya terus menerus menggema di dalam kepalanya. Tanpa pikir panjang gadis itu langsung mengangkat tangan dan melayangkannya ke pipi Arka.
Karin menamparnya.
Hening sebentar. Keduanya diam sambil saling menatap. Ditambah suasana canggung dari beberapa siswa yang sempat menyaksikan kejadian barusan.
Arka terkejut bukan main. Ia menyentuh pipinya sambil menatap bingung pada gadis didepannya.
"Karin?"
"Lo seneng jadi kacung gue?"
Arka diam.
"Sayangnya gue udah bosan sama lo."
Arka terhenyak. Ia ingin bicara tapi lagi-lagi Karin mendahuluinya.
"Lo tuh bego tau gak? Lo pikir gue bakal terharu dengan semua pengorbanan lo? Gak! Gue muak! Lo bisa berhenti sekarang. Mulai sekarang jangan bicara sama gue, jangan pernah dekatin gue. Ngerti?"
Karin segera berbalik. Berjalan cepat meninggalkan Arka yang berdiri mematung di depan kelas.
Bisik-bisik yang menghakimi perilaku Karin mulai terdengar. Gadis itu terus berjalan tanpa peduli apapun. Toh memang itu yang ia harapkan.
Sekarang Karin akan menjadi tokoh antagonis disini. Semua orang akan membencinya dan Arka akan meninggalkannya. Tetapi satu hal yang pasti.
Setelah ini Arka akan hidup tenang. Karin sudah menyelamatkan laki-laki baik itu dari nasib buruk yang selalu ia bawa padanya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.