#4

117 30 4
                                    

"Cosplay dance. Di depan gue. Sekarang."

Mata Rindy membulat begitu mendengar kalimat perintah yang tak masuk akal itu. Yang benar saja? Dia harus melakukan itu? Di depan si psikopat ini?

"Lo gila? Ini di sekolah! Dan lo gak liat? Gue pake masih pake seragam olahraga."

"Ya udah, tinggal buka atasan atau bawahan lo aja."

"Sinting!! Lo pikir lo siapa?" teriak Rindy geram.

"Gue Alan. Dan gue selalu dapetin apapun yang gue mau."

"Gue gak peduli lo itu siapa. Yang harus lo tau, gue gak akan pernah nurutin perintah lo."

Alan, pemuda bertubuh jangkung itu cuma tertawa pelan.

"Kayaknya gue emang harus buktiin sendiri ke lo ya, Rindyta." ucapnya sambil mengambil sesuatu dari dalam saku celana lalu melempar benda itu pada Rindy.

Rindy menangkapnya dengan cepat dan terkejut setelah mengetahui benda itu adalah kunci ruangan gymnasium.

"Lo boleh keluar."

Rindy diam sebentar. Ia cukup terkejut. Sampai ketika Alan membuat gestur mempersilahkannya untuk keluar melewati pintu, Rindy tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia segera berlari melewati Alan lalu secepat kilat membuka pintu dengan kunci ditangannya.

Berhasil. Rindy berhasil kabur dari laki-laki sinting itu. Dia cuma menoleh sebentar lalu kembali berjalan cepat meninggalkan area gymnasium.

Rindy membawa seragamnya memasuki toilet wanita. Ia baru berniat berganti pakaian ketika suara-suara berisik yang sepertinya berasal dari pengeras suara di aula terdengar di seantero sekolah.

"Cek cek! 1, 2..."

"Ekhm, selamat siang semuanya. Maaf kalo gue ganggu waktu istirahat kalian. Sebelumnya kenalin, nama gue Alan Aresta Rolland."

Rindy membeku. Dia berbalik cepat berusaha menajamkan pendengarannya.

"Yup. Gue baru datang ke sekolah hari ini setelah hampir setahun cuti. Gue gak mau bahas itu sekarang. Tujuan gue ngeganggu waktu kalian hari ini adalah karena gue punya pengumuman. Sebuah informasi penting dan pastinya menarik untuk kalian semua."

Oh tidak. Rindy menggigit bibir panik. Sepertinya dia tahu suara itu. Dan ia tau betul arah pembicaraan ini. Psikopat sinting itu akan menghancurkan hidupnya saat ini juga.

Rindy melempar seragamnya asal. Dengan panik dia segera berlari keluar dari toilet menuju ke lantai 3, tepatnya di aula.

"Jadi kawan-kawan...,"

Suara itu terdengar lagi. Rindy makin panik dan berlari secepat yang ia mampu. Ia tidak peduli pada amukan beberapa siswa yang tak sengaja ia tabrak. Yang paling penting saat ini adalah menemui laki-laki bernama Alan tadi.

"Kemarin malam gue gak sengaja lewat didepan sebuah club..."

Suara itu terdengar lagi. Rindy mempercepat langkahnya menaiki anak tangga terakhir.

"Dan coba tebak! Disana gue ketemu siapa?"

Rindy sesak napas. Pintu ruangan aula sudah di depan mata. Sekuat tenaga ia berlari meraih gagang pintu.

BRAKK!!

Pintu terbuka. Menampilkan sosok Alan tengah duduk dan tersenyum manis menyambutnya.

Alan bangkit. Berjalan menutup pintu setelah lebih dulu mematikan pengeras suara.

"Lo cepat juga." kekehnya pelan.

Rindy menatapnya sengit.

"Mau lo apa?"

Alan kembali tersenyum manis. "Oh? Jadi sekarang lo udah mau kooperatif sama gue?"

Alan berjalan mendekatinya. Rindy terdesak, ia tidak punya pilihan lain. Ia membuang napas berat dan mengangguk. Alan bukan sosok yang bisa dia cegah semudah itu.

"Oke, apapun itu gue setuju. Asal lo gak ngebocorin soal pekerjaan gue."

Alan tersenyum puas. "Good girl!"

Ia mulai bersandar di pintu. Menyalakan pengeras suaranya lagi kemudian mulai berbicara. Sementara didepannya Rindy menatap dengan was was.

"Sorry, guys! Ada sedikit gangguan tadi. Jadi, hal yang mau gue sampaikan adalah gue bakal ngadain party sore ini di villa gue, di daerah puncak. Konsepnya clubing, tapi tetep aman kok. Alamatnya bakal gue share nanti. Dan dengan senang hati gue ngundang kalian semua untuk datang. Semuanya tak terkecuali."

Alan mematikan pengeras suara dan Rindy bisa mendengar gema dan sorakan siswa penghuni sekolah.

Seperti yang Rindy duga. Alan bukan orang biasa.

"Ngelamunin apa?"

Rindy menoleh cepat. Alan sudah berdiri di hadapannya dengan senyum jahatnya.

"Ini. Gue balikin."

Rindy diam saja saat Alan menyelipkan kartu pelajar miliknya di kantong seragamnya.

"Di belakang kartu itu ada nomor telepon gue. Simpan di ponsel lo dan jangan lupa hubungin gue setelah ini."

Alan segera berjalan menuju pintu. Sosoknya hampir menghilang dibalik pintu ketika langkahnya tiba-tiba berhenti.

"Oh iya. Waktu lo cuma lima menit."

Rindy mendelik bingung.

"Waktu lo buat hubungin gue. Lima menit dari sekarang. Lewat dari itu, lo tau konsekuensinya."

Alan menyeringai lalu berjalan santai meninggalkan aula. Rindy memekik frustrasi sambil menjambak rambutnya.

"Sial. Sial. Siiaaall!!!"

Ponsel Rindy ada di kelas. Sekarang dia tidak punya pilihan lain selain harus kembali berlari menuruni puluhan anak tangga menuju kelasnya di lantai satu.

Rindy sampai di kelas dengan keadaan ngos-ngosan. Beruntung saat ini masih jam istirahat jadi kelasnya masih sepi. Dengan cepat ia membuka tas dan mencari ponselnya. Ia segera menyimpan nomor Alan lalu menghubungi nomornya sesuai permintaan laki-laki itu.

Tak butuh waktu lama hingga suara berat terdengar dari balik sambungan telepon.

"Lo telat 31 detik."

Rindy mengepalkan tangannya. Ia ingin menjerit rasanya.

"Gue sampai di kelas sebelum lima menit. Ngetik dan ngesave nomor lo juga perlu waktu!" balas Rindy.

Tawa Alan terdengar dari seberang telepon.

"Oke. Alasan lo diterima. Ngomong-ngomong, sore ini lo harus datang ke villa gue. Alamatnya bakal gue kirimin nanti."

Rindy mau menyela, tapi ucapan Alan memotongnya lebih dulu.

"Gak ada penolakan. Lo udah setuju kerja sama gue, dan ini perintah pertama dari gue. Jangan telat, gue tunggu!"

Tut--tut--tut---

Sambungan terputus. Alan mematikan telepon lebih dulu.

Sekarang Rindy cuma bisa diam sambil memijit pelipisnya. Dia sudah pasrah. Entah apa yang tengah di rencanakan oleh psikopat gila bernama Alan itu.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
When We Were Young Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang