Minho dengan ragu melangkahkan kakinya ke ruang keluarga kala ia melihat Hyunjin yang duduk di sofa, selama beberapa hari mereka jarang bertemu karena Minho mengaku kalau dia pergi berlibur dengan teman-temannya mengingat dia akan segera lulus. Namun, kenyataannya Minho hanya berusaha bersembunyi dari Changbin, siapa tahu dengan begitu perasaan anehnya itu akan menghilang.
"Kak, kalo mau nyamperin tinggal samperin aja sih", suara tepat dari belakang Minho memmbuat pemuda itu hampir terjungkal dari atas tangga jika si pemilik suara tidak menarik kerah kemejanya.
Pupil Minho melebar kala ia sadar siapa pemuda yang baru saja mengagetkannya, pemuda yang tempo hari ia cium untuk menemukan orientasi seks nya.
"Bin, maafin gue waktu itu. Gue cuma nggak yakin sama apa yang gue rasain", Changbin memandang mengerti pada Minho, ia tahu Minho sedang bingung. Changbin memaklumi.
"Gak apa-apa kak, lagian gue tahu lo juga pasti bingung. Jadi sekarang lo udah yakin kan?", Minho mengangguk atas pertanyaan Changbin.
"Gue yakin kalo gue punya perasaan lebih ke lo", Dan Changbin menyesal bertanya, tak seharusnya ia tahu. Atau ia lebih memilih untuk tidak tahu tentang apapun. Terkadang menjadi bodoh itu adalah pilihan terbaik baginya.
"Sorry kak, tapi coba kakak tanya sama diri lo lagi. Lo beneran anggep gue lebih atau enggak. Gue yakin itu cuma perasaan sementara, dan inget kak gue cowok. And you're straight right?", Minho tersenyum miris mendengar penuturan Changbin. Lalu pemuda itu pergi dari hadapannya, beralih pada Hyunjin yang sedang memfokuskan dirinya didepan televisi.
Changbin memeluk Hyunjin dan Hyunjin mengusap kepala Changbin yang bergelayut padanya, dan Minho melihat semua itu dengan senyuman yang sama. Senyuman yang menyimpan rasa sakit hati yang jarang sekali ia dapatkan.
"Gimana gue bisa nggak yakin sama diri gue bin, disaat otak sama hati gue cuma nyebut nama lo", gumamnya lirih.
Suasana makan malam di keluarga ChanWoo entah kenapa terasa asing, Woojin terlihat gelisah dan Chan akan berusaha menenangkan dengan menggenggam tangan Woojin diatas meja. Felix pun sejak tadi diam, ia bahkan makan dengan tidak bersemangat. Sedangkan Jisung mencoba melahap makanannya sebanyak mungkin, pipi gembulnya terlihat mengembung. Jika biasanya Felix akan berteriak gemas, maka lain halnya malam ini.
Seungmin dan Jeongin pun sama, kedua anak termuda itu mencoba bersikap biasa. Namun, sesungguhnya mereka tak bisa, juga tak biasa. Hal itu membuat Changbin merasa aneh, kenapa ia merasa menjadi satu-satunya yang tak tahu apa-apa disini.
"Kenapa pada diem semua sih jin?", Changbin berbisik pada Hyunjin yang sepertinya tak tahu menahu, dan benar saja pemuda berbibir tebal itu menggeleng.
"Kak, ini semua pada kenapa sih?", Changbin lalu beralih pada Minho yang juga duduk disampingnya, ia seakan melupakan apa yang tadi siang ia katakan pada Minho.
"Felix mau dibawa balik ke Australia", Minho juga tampak tak bersemangat, sejak tadi pemuda itu terus memainkan makanannya. Changbin yang mendengar itu melebarkan pupilnya.
"Fe..."
"Gue besok balik ke Aussie", belum sempat Changbin bertanya, Felix lebih dulu menjawab seakan tahu pertanyaan apa yang akan Changbin tanyakan padanya.
Jisung yang sejak tadi berusaha tak peduli dengan terus memasukkan makanan kedalam mulutnya itu mengehentikan aktifitasnya. Ia menatap pada Felix yang duduk didepannya dan siapa sangka ternyata matanya memerah.
"Kalo mau pergi ya pergi aja, nggak usah banyak bacot!" menatap nanar pada Felix yang sejak tadi menundukkan kepalanya. Seajgkan Jisung, segera beranjak dari sana dengan perasaan marah. Bahkan piringnya masih utuh walaupun ia tadi banyak memasukkan kedalam mulutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1]I Am You (Changjin) [✔]
FanfictionHidup Hyunjin itu cuma 3 Changbin Changbin Changbin Sesederhana itu, tapi keduanya saling terhubung satu sama lain. Ikatan sebatas sahabat hanya sebagai kedok yang menutupi bagaimana sebenarnya mereka bahkan terlihat lebih dari hubungan persahabata...