Changbin menguap kala ia baru saja bangun dari tidurnya. Sejak pagi kemarin, ia mengurung diri dikamar. Ponselnya ia matikan, dan ia menyumbat telinga nya dengan lagu sangat keras agar tak ada siapapun menganggunya. Ya, katakan saja ia ingin menyendiri. Pertemuannya dengan Jinyoung kemarin benar-benar membuatnya uring-uringan, walaupun iya tak sampai menangis, namun tetap saja ia dibuat seperti orang linglung.
Changbin sama sekali tak keluar dari kamarnya, bahkan ke toilet pun tidak karena di kamarnya sudah ada toilet. Bisa dibayangkan seberapa kaya nya Chan sampai dimasing-masing kamar tersedia toilet sendiri. Merasa perutnya lapar, ia rasa ia harus menurunkan egonya dan pergi mengisi perutnya daripada dia harus menahan lapar selama dua hari karena kemarin ia tak memakan apapun.
Setelah mencuci wajah juga menyikat giginya, Changbin memutuskan untuk keluar dan mencari sesuatu untuk mengisi perutnya. Ia tahu, pasti semuanya sedang menunggunya.
Changbin dibuat heran kala ia melihat engsel pintunya sedikit membengkok, padahal kemarin masih baik-baik saja saat ia memang dengan sengaja mengunci pintu kamarnya. Tak mau ambil pusing, Changbin memilih segera keluar kamarnya.
Saat berjalan ditangga ia sama samar-samar mendengar suara tangisan dari arah ruang keluarga, mendadak perasaan Changbin tidak enak. Dengan terburu-buru ia menuju ke ruang keluarga.
"Loh, Seungmin sama Jisung kok nangis? Bunda juga?", Changbin lagi-lagi dibuat terheran kala ia sampai diruang keluarga, ia mendapati Seungmin sedang menangis di pelukan Jeongin, sedangkan Jisung dipelukan Woojin, bersama dengan Chan.
"Changbin..", Minho yang tengah duduk dengan wajah frustasi itu menghampiri Changbin kala pemuda itu datang, begitupun yang lainnya menatap Changbin dengan rasa bersalah amat sangat.
Lalu pemuda yang lebih tua memeluk Changbin tanpa banyak bicara, membuat Changbin makin kebingungan.
"Kenapa sih kak,, tiba-tiba meluk gini, aku nggak mau ikut-ikutan kalau misal Hyunjin liat", Changbin berusaha melepas pelukan Minho, namun Minho malah terus memeluk Changbin dan membiarkan yang lebih kecil mendengar gemuruh pada dadanya.
"Hyunjin pulang", satu kalimat tak spesifik dari Minho entah kenapa bisa bisa dicerna dengan baik oleh Changbin. Jantungnya nyaris berhenti saat ia mendengar Minho mengatan hal tersebut.
"Kak, nggak usah becanda pagi-pagi deh. Nggak lucu tau nggak", Changbin mencoba mendorong Minho agar pemuda itu melepaskan pelukannya.
"Maafin gue Bin", Changbin benar-benar berusaha sekuat tenaga melepas pelukan Minho, ia ingin melihat wajah Minho yang tertawa karena membohongi nya. Setidaknya dia berharap Minho benar-benar sedang bercanda sekarang.
Namun, yang ia lihat hanyalah wajah dengan rasa bersalah yang amat sangat dari Minho, Changbin menggeleng kepalanya. Ia lalu beralih pada Jeongin dan Seungmin yang kini menatapnya iba, lalu pada Jisung, Woojin, juga Chan yang tak jauh beda dengan Minho.
"Kalian semua sengaja mau ngerjain aku kan? Iyakan? Sumpah, nggak lucu tau nggak bercandanya. Ayah!! Bunda!! Nggak usah ikut-ikutan mereka, Hyunjin gak pergi kan?", Changbin marah tentu saja, tak ada lelucon tentang perginya Hyunjin yang membuatnya tertawa. Cairan bening mulai memupuk di matanya, pandangannya mengabur seketika.
"Maafin ayah", Chan beranjak, lalu menghampiri Changbin, sama seperti Minho, Chan langsung memeluk Changbin.
"Ayah... Jangan ikut-ikutan kak Minho. Dia cuma becanda doang kan? Hyunjin gak mungkin pergi, dia bukan kak Jinyoung", Changbin dengan suara serak nya berkata lemah, ia menolak percaya. Namun hatinya seakan setuju dengan kenyataan.
"Ayah gak bisa jaga kalian, maafin ayah. Ayah gak punya kuasa apa-apa buat nahan Hyunjin", tak ada yang bisa Chan katakan, ia sendiri pun tak kalah sedihnya. Satu persatu sumber kehidupannya pergi, ia belum siap. Dan tak akan siap sampai kapanpun, entah Hyunjin, Changbin, atau siapapun yang ada dirumahnya adalah hal yang penting bagi kehidupannya.
"A-ayah....", Ucapan lemah dari Changbin itu berakhir dengan isakan yang keluar dari bibirnya. Dan semakin lama isakan tersebut makin kencang di pelukan Chan. Chan berusaha menenangkan Changbin, walaupun ia tahu tak akan ada yang bisa menutup luka lama Changbin yang perlahan mulai terkoyak kembali.
Hati Minho terasa seakan tersayat kala ia mendengar tangisan Changbin, entah haruskah ia senang dengan kepergian Hyunjin atau tidak. Melihat Changbin se terpukul ini sungguh membuatnya melupakan ego nya sebagai laki-laki yang tak akan pernah menangis dalam situasi apapun. Demi Neptunus, ia berusaha keras untuk tidak ikut menangis karena Changbin. Namun, usahanya sia-sia. Tanpa ia sadari, perlahan cairan hangat bening itu mulai mengalir dari pelupuk matanya.
"Don't cry baby, he will come back", Minho dengan lembutnya mengelus pelan surai hitam Changbin, hal itu membuat Changbin mendongak pada Minho. Dapat ia lihat mata Changbin memerah. Bibir pemuda itu bergetar karena menahan isakan yang kembali akan keluar, Minho terus mengelus pucuk kepala Changbin sayang.
"Nggak apa-apa, masih ada kakak", dan akibat perkataan Minho itu Changbin sedikit merasa tenang. Lalu pemuda itu mengangguk sebelum Jisung, Seungmin, juga Woojin menghampirinya lalu memeluknya.
Ia bersyukur, disaat ia terjatuh masih ada keluarganya yang membantunya bangun. Namun, penyebab ia terjatuh kali ini sungguh lebih menyakitkan daripada dulu. Perginya Hyunjin tanpa alasan yang jelas, lebih menyakitkan baginya daripada saat ia ditinggal pergi Jinyoung dulu. Haruskah Changbin kembali menyalahkan perasaannya karena terlalu menyayangi orang yang pada akhirnya meninggalkan nya walaupun ia tahu Hyunjin tak mungkin meninggalkan dirinya. Karena begitu lah janji yang diucapkan Hyunjin, seseorang harus menepati janjinya bukan?
"Gila lo Kak, pokoknya jangan bawa-bawa gue kalo sampe kak Changbin tau", entah sejak kapan, Jeongin kini tengah berada di balkon rumahnya. Ia baru saja mengucapkan sumpah serapah pada seseorang yang sedang terkekeh di seberang telepon.
"Tenang aja,,yah sayangnya gue gak bisa liat muka Changbin pas nangis. Pasti lucu sih", Jeongin menggeleng entah untuk ke berapa kalinya.
"Heh bangsat!! Lucu matamu! Nggak ada yang lucu ya! Lo nggak liat tadi kak Changbin nangis kejer kayak gimana? Tega bener sih! Mati aja lu anjing!", Dan sambungan telepon itu diputus sepihak oleh Jeongin.
Ia memijit batang hidungnya frustasi, sama sekali tak habis pikir dengan cara kerja otak Hyunjin. Ia berharap semoga segalanya akan berjalan baik-baik saja dimasa depan, karena sungguh ia masih tak percaya dengan apa yang dilakukan Hyunjin pada Changbin.
"Bodo amat! Gue gak tau apa-apa! Hyunjin goblok, sumpah gue bodo amat", Jeongin mengacak rambutnya, otaknya terlalu minim untuk menampung segala kejadian yang terjadi akhir-akhir ini pada keluarganya.
"Barusan Hyunjin ya?"
Saya minta maaf karena kemarin saya unpub chapter ini :') karena itu saya baru nulis belum ada setengah dan malah kepencet publish. Untungnya saya langsung ngeh,, :') jadi maafkan saya :')
KAMU SEDANG MEMBACA
[1]I Am You (Changjin) [✔]
FanfictionHidup Hyunjin itu cuma 3 Changbin Changbin Changbin Sesederhana itu, tapi keduanya saling terhubung satu sama lain. Ikatan sebatas sahabat hanya sebagai kedok yang menutupi bagaimana sebenarnya mereka bahkan terlihat lebih dari hubungan persahabata...