Memori 2

68 13 1
                                    

Pandangan Aidan jatuh pada kursi kosong di sampingnya. Sebentar lagi bel pulang berbunyi. Namun dia belum menjumpai Venya sejak istirahat berakhir.

"Baiklah anak-anak, cukup sampai disini pelajaran kali ini. Saya permisi." Ucap Bu Astrid mengakhiri pelajaranya saat mendengar bel berbunyi.

Aidan masih diam di tempatnya. Tak lama kemudian ada Dira memasuki kelas dan menuju bangku Aidan

"Hai Aidan." Sapanya.

"Hai Dira. Ada perlu apa kesini?" tanya Aidan

"Gue mau ngambil tasnya Venya." Ucap Dira sambil mengambil tas milik Venya.

"Emang sekarang Venya dimana?" Tanya Aidan yang ingin mengetahui keberadaan Venya.

"Dia sekarang ada di parkiran. Yaudah gue duluan ya, Keburu marah tu anak. Bye." ucap Dira sambil melangkah menuju ke parkiran tempat Venya menunggu.

Pandangan Dira jatuh pada gadis yang sedang berbincang-bincang dengan seorang pria. Tanpa pikir panjang dia langsung menghampirinya.

"Nya, ini tas lo. Nyusahin amat sih." gerutu Dira sambil memberikan tas milik Venya padanya.

"Oke makasih. Gitu amat sama temen." ujar Venya mengambil tas dari Dira disertai cengiranya.

"Yaudah gue mau pulang. Eh Val gue bareng lo ya? Pliss." ucap Dira sambil mengedipkan matanya pada Valdo

Valdo menatap jengah Dira. Kemudian menyuruh Dira untuk menaiki motornya. Dira langsung menaiki motor Valdo sambil memeletkan lidahnya pada Venya.

"Bye...bye Venya. Gue sama Rival pulang dulu. Hati-hati pulangnya, lo kan sendiri takutnya nyasar." Ucap Dira sambil tertawa

"Ih Dira. Berapa kali gue bilang, jangan panggil gue Rival. Gue serasa kayak lawan lo tau ngga." Ujar Valdo sambil mendengus. Dirinya memang tidak suka di panggil Rival oleh siapapun.

"Udah sana kalian pergi. Bosen gue liatnya." ucap Venya dengan wajah malasnya.

"Yaudah kita balik. Bye." ucap Valdo sambil melajukan motornya.

Setelah kedua sahabatnya pergi, Venya berjalan keluar parkiran menuju halte di dekat sekolah. Dia memang pulang menggunakan angkutan. Bukannya tidak mempunyai kendaraan. Tapi dia lebih suka menggunakan angkutan umum ketimbang membawa kendaraan sendiri.

Saat sedang berjalan tiba-tiba ada yang menabrak tubuh Venya dengan keras dari belakang. Membuat dirinya jatuh tersungkur di tambah luka di lutut dan sikunya.

Venya berdiri lalu mengedarkan pandangannya. Ingin mencari tau siapa yang telah menubruknya. Pandanganya jatuh pada sosok gadis di depanya.  Gadis itu adalah Kerren. Gadis yang sangat ia benci. Venya menatap sengit gadis di depannya. Sedangkan Kerren, hanya menatap sinis pada Venya.

"Lo bisa jalan ngga sih? Jalan aja pake acara jatuh." Cibir Kerren

"Lo ngga bisa liat ya. Sampe jalan aja pake nabrak." Ucap Venya dengan sengit.

Tanpa memperdulikan Venya, Kerren segera pergi dari hadapan Venya. Dia sengaja menabrakkan bahu Venya saat melewatinya. Venya hanya menggeram kesal, tanpa berniat membalas.

Rasa sakit mulai dirasakan Venya di sekitar lutut dan sikunya. Awalnya tidak terlalu memperdulikannya. Dia terus berjalan menuju halte. Namun rasa sakit di lututnya semakin menjadi saat dipaksakan untuk berjalan.

Akhirnya dengan terpaksa dia duduk di tepi trotoar dekat sekolah sambil meluruskan kakinya agar sakitnya tidak terasa.

Dia mengedarkan pandangan di sekelilingnya. Sekolah mulai sepi, para siswa telah pulang sejak tadi. Dari kejauhan Aidan yang melihat Venya duduk di tepi trotoar, segera menghampirinya.

My memoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang